(9) Berubah

15 0 0
                                    

* sorry for typo ya..

*****

Beberapa hari belakangan ini, gadis berambut sebahu itu mulai sering menyibukkan diri. Ia tidak pernah lagi tiduran di kelas, padahal sejak SMP hobinya adalah tidur di kelas. Ia juga berusaha mati-matian untuk berusaha menangkap apa yang dijelaskan oleh guru-gurunya terutama di pelajaran eksak. Kelemahannya. Tapi ia pantang menyerah.

Bahkan teman-temannya juga keheranan. Begitu pula sahabatnya. Bayu Bagaskara. Perubahan yang ia jalani tak luput dari penglihatan pujaan hatinya.

Tapi di sisi lain ia juga takut, takut jika akhirnya usahanya ini sia-sia. Takut jika perjuangannya tak berbuah apa-apa. Tapi whatever-lah.. Toh yang penting udah usaha. Kata pepatah, usaha tak akan mengkhianati hasil.

Ia juga bertekad tidak akan mudah menyerah. Ia belajar dari penemu bola lampu itu. Jikalau ia gagal, selama masih ada kesempatan tidak ada kata terlambat.

*****

Seperti malam ini, di saat teman-teman yang lain mungkin sudah bergelung di bawah selimut karena faktor hujan deras,  ia malah masih harus bergelung dengan rumus-rumus fisika.

Ya, inilah konsekuensinya jika sejak dulu selalu menyepelekan pelajaran, otaknya ikut kaget jika di suruh berpikir. Hah... Memang benar, penyesalan itu letaknya di belakang.

"Arrghh... Bego ya bego aja lah!" rutuknya sambil meremas rambut lurusnya. Namun, sedetik kemudian ia meralatnya.

"Maya! Semangat oke?! Nggak boleh bego-begoin diri sendiri. Untung aja lo dikasih otak coba!" ucapnya dengan semangat berapi-api.

Kemudian, ia kembali melanjutkan menekuni 5 soal yang diberikan Bu Eko. Itupun masih harus beranak pula! Dan dari kelima soal itu, ia baru berhasil menjawab satu nomor saja. Itupun karena rumusnya ada di buku. Sama persis. Sedangakan soal-soal selanjutnya, ia harus membolak-balik rumus yang sudah ada. Dan Maya memilih menyerah jika sudah seperti itu. Apalagi sampai mengulang materi kelas 10. Tidak! Bisa meledak kepalanya. Ia selama ini memang belajar, tapi belum bisa 'mencintai' pelajaran itu. Apadeh?

Sebenarnya, selama ini ia dibantu oleh Bayu. Sahabatnya dari kecil, sekaligus  Ketua OSIS dan juara 1 paralel berturut-turut. Bahkan sejak kelas 4 SD, ia selalu menduduki peringkat 1. Namun kali ini, Maya menolak bantuannya. Ia ingin membuktikan jika ia memang pantas, jika ia memang pantas setidaknya dalam hal bersahabat dengan Bayu.

Malu sekali rasanya jika ia mengingat masa-masanya yang telah lalu. Dulu Maya memang tidak pernah ada niat untuk sekolah. Sekolah ya hanya sebagaimana kelihatannya saja. Tidak perduli apakah ia pintar atau tidak. Toh sama saja, tidak ada yang bisa ia jadikan persembahan.

Namun sekarang Maya baru merasakan karmanya. Ternyata menjadi bodoh itu sangat-sangat tidak menyenangkan! Nggak tahu apa-apa. Soal hitung-menghitung begini aja dia nggak tahu. Bah!

"Haahh! Kok ada sih orang kayak Bayu?! Perfect banget!" teriak Maya sambil melempar bolpoinnya ke atas meja dengan keras. Saking kerasnya sampai meleset dan masuk ke bawah tempat tidurnya.

Seketika Maya langsung panik, sambil meremas-remas rambutnya sampai kucel.

"Aduh.. Ya Allah. Bantu Maya ya Allah.. Ampuni Maya ya Allah... Aaaa!" cerocos Maya sambil bangkit dari duduknya dan mulai menunduk ke bawah tempat tidurnya.

Mungkin memang nasib naas sedang menimpa gadis itu atau entah mengapa. Namun jelas-jelas bolpoin itu berada di pojok kanan di bawah tempat tidurnya, yang mana bagian itu dihimpit oleh tembok.

Sambil menggigit bibirnya dan menahan laju air matanya yang entah mengapa sudah berkumpul di pelupuk matanya, Maya mulai berusaha menggunakan apa saja untuk mengambil bolpoin itu. Dari sapu, tongkat pramuka, bahkan penggaris saking frustasinya ia. Namun bolpoin itu seperti lengket di sana, nggak mau pindah.

"Ya Allah dosa apa gue, gini banget nasib lo May! Masa lo harus ngangkat nih tempat tidur sih!" rutuknya sambil mengusap air mata yang sudah menganak sungai di pipinya.

"Ishh.. Ini juga segala kenapa keluar sih! Cengeng banget lo May! Bolot lagi! Ishh.." Maya terus saja mengomel seorang diri sambil merutuki air mata yang terus saja  keluar tanpa izinnya.

"Mbak Sari! Tolongin Maya dong!" akhirnya Maya memilih meminta bantuan kepada pembantu di rumahnya.

Mbak Sari yang memang kebetulan sedang membereskan ruang tengah karena berantakan akibat ulah adiknya yang main lego beberapa jam yang lalu pun segera tergopoh-gopoh memasuki kamar Maya.

"Lah.. Non? Kok nangis kenapa to Nduk?!" Mbak Sari kalang-kabut melihat Maya yang menangis sambil berjongkok di lantai dekat tempat tidur.

"Huuaaa... Mbak! Tolongin Maya Mbak! Cepet!" ucap Maya sambil menunjuk-nunjuk ke kolong tempat tidurnya.

Lantas, Mbak Sari pun langsung menunduk. Takut sekali jika ternyata ada ular masuk ke kamar, tapi...

"Lah? Non? Bolpoin kan itu? Non?" Mbak Sari kebingungan sambil menunjuk ke kolong tempat tidur dan bergantian mengamati wajah Maya yang sudah kusut nggak karuan.

"Ishh... Yaa diambilin kek Mbak! Sejarah berharga tahu bolpoinnya!" rajuk Maya kesal sambil menyerahkan sapu kepada Mbak Sari.

Mbak Sari melongo. 'Oalaaahh... Dari mantannya toh'. Sedetik kemudian Mbak Sari pun terkikik kecil.

Maya yang mendengar Mbak Sari tertawa langsung melotot. "Mbak Sari mikirin apa?! Jangan ketawa!" perintah Maya sambil mencebikkan bibirnya kesal.

Dengan mudahnya, bolpoin itu pun berhasil diambil oleh Mbak Sari. "Oalaahh Non, gampang gini kok pakek nangis segala tho?" tanya Mbak Sari sambil berusaha menahan tawanya.

Maya pun langsung mengambil bolpoin itu dengan sigap. Seolah-olah takut menghilang lagi. "Ya udahlah... Lagi sebel ini Maya nggak bisa konsentrasi makanya! Makasih Mbak Sari." ucap Maya sambil kembali berjalan ke arah meja belajarnya.

Mbak Sari pun tersenyum kemudian berjalan keluar kamar, namun seperti teringat sesuatu Mbak Sari menghentikan langkahnya.

Kemudian pandangannya mengarah ke gadis berambut sebahu itu, Maya, dengan sendu. "Eemm... Non... Ibu sama Den Raka katanya mau nginep di rumah Nenek malam ini."

Gadis itu refleks menegakkan kepalanya. Namun beberapa detik ditunggu tidak ada kalimat yang keluar dari bibirnya. Hening. Mbak Sari pun hanya bisa menggeleng maklum.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Mbak Sari pamit keluar. "Mbak keluar dulu ya Non. Lekas tidur Non, udah malem ini." menutup pintu, kemudian keluar.

Tanpa tahu bahwa saat ini Maya ingin mendekap Mbak Sari sebentar saja. Tapi..
Hhh sudahlah. Maya tak ingin menangis lagi malam ini.

"Semangat May!" ucapnya menyemangati diri sendiri.

Tanpa sengaja matanya menubruk notes kecil yang di tempel dekat jadwal pelajaran. Kemudian netra matanya melotot kesal. "Mampus! Besok ulangan biologi woy!"

*****

Udah.. Jangan nyari Odi....😂 Part ini emang khusus Maya kok. *spesial

Hhee.. Ok. Jangan lupa tinggalkan jejak ya kawan..😉😉..

Thankies.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang