(8) Perhatian Tiada Henti

14 1 0
                                    


"Tungguin Echa dong Lang!"

Di belakangnya, Elang dapat mendengar suara gedebukan karena Echa yang berlari-lari. Namun ia hanya mendengus sambil tetap berjalan. Mengabaikan Echa-yang sudah pasti akan misuh-misuh nggak jelas sebentar lagi.

Setelah istirahat yang kedua, kelas 11 IPA 3 mengadakan praktek di laboratorium. Bu Riza-guru muda yang baru saja melahirkan anak pertamanya itu, lebih senang jika langsung melakukan praktek daripada mulutnya harus capek-capek berbusa dan akhirnya ditinggal....tidur. Tidak, terimakasih.

Echa mendesis kesal karena kedua tangannya yang sibuk. Tangan kanannya memegang pecahan erlenmeyer yang akan dibuang ke tempat sampah khusus, sedangkan tangan kirinya memegang buku dan alat tulisnya.

"Jangan cepet-cepet aduh Elang! Panjang banget itu kaki!" gerutu Echa sambil sesekali berlari-lari kecil.

Begitu menemukan tempat sampah yang dimaksud, Echa langsung membuang pecahan erlenmeyer tadi. Kemudian berlari menyusul Elang dengan senyum lebarnya. Ya, perubahan mood Echa memang sedrastis itu. Ck.

"Jangan marah Elang, pliiiiss abiiiss..." Echa meminta maaf sambil terkikik geli- membuat yang mendengarnya dihadapkan pada dua pilihan, menampol kepalanya atau menabrakkan kepalanya ke dinding!

"Ck! Lo minta maaf tapi ngajak gelut juga nih?!" dan ternyata Elang masih waras untuk tidak membuat bocor kepala anak orang, terlebih lagi anak itu anak dari sahabat mamanya. Elang juga masih betah tinggal di rumah.

"Jangan seriusan terus lah! Cepet tua ntar kan bahayaa. Senyum dong Elang, biar awet muda kayak Echa! Hehee..."

Elang menggelengkan kepalanya prihatin melihat kondisi kejiwaan Echa yang akut parah. Meski Elang akui, Echa memang memiliki unsur imut dalam wajahnya. Namun tetap saja tingkah konyol bin ajaibnya tetap melekat dalam jiwa dan sanubari anak itu-yang membuat siapapun berpikir beribu kali untuk mengajaknya berbicara.

Sebenarnya saat pelaksanaan praktek di laboratorium tadi ada insiden. Pelakunya tak lain tak bukan ialah Neizcha Salma.

Saat melakukan praktek titrasi asam basa tadi, ajaibnya Elang, Echa, dan Rafi adalah satu kelompok. Bisa dibayangkan betapa pusingnya Elang jika indra pendengarannya sepanjang praktek berlangsung hanya mendengarkan perdebatan unfaedah antara Echa dan Rafi.

Bahkan kata-kata Elang yang menyuruh  mereka untuk membantu memasang susunan peralatan titrasi malah dibalas dengan bentakan oleh keduanya. Benar-benar kerja kelompok!

Dan puncaknya saat kekesalan Echa yang memang mudah meledak-ledak sudah tidak bisa ditahan lagi. Saat Echa akan berbalik-karena berniat mengambil sapu untuk memukul kepala Rafi yang berhasil memancing emosinya- lengan kirinya malah menyenggol erlenmeyer yang memang terletak di tepi meja. Sebelum susunan peralatan untuk titrasi yang lain ikut jatuh, Rafi  yang melihat itu langsung menahannya. Echa yang juga terkejut melihat benda yang akan jatuh itu, malah bengong nggak bergerak.

Sesaat, ruang laboratorium itu riuh oleh suara siswa-siswi. Elang yang saat itu sedang bertanya kepada Bu Riza menatap tajam ke arah Echa yang masih berdiri. God! Kerja kerasnya...

"Neizcha! Kenapa malah bengong? Itu pecah Nduk!" teriak Bu Riza saat itu. Saking gregetnya sampai bahasa daerahnya ikut keluar. Beliau tidak habis pikir dengan tingkah Echa.

Bertepatan dengan itu, bunyi bel pergantian pelajaran terdengar. Bu Riza langsung menyuruh Echa untuk membereskan kekacauan yang dibuatnya dan segera mengucapkan salam penutup.

Sedangkan Rafi dengan tidak berdosanya malah menyeletuk. "Gue udah selametin yang ini nih." ucapnya sambil menunjuk statif yang tetap berdiri tegak. "Gue duluan ya!" lanjutnya sambil cengengesan ke arah Echa yang masih saja bengong.

Around YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang