Shawn Mendes - in my blood
---
Kereta yang sedang kutumpangi melaju dengan kecepatan yang semestinya. Aku menggunakan kereta ini sebagai alat transportasi pulang pergiku menuju ke sekolah, bukannya di sekitar tepat tinggalku tidak ada sekolahan, hanya saja aku memilih sekolah sesuai keinginanku. Lagian, perjalanan menggunakan kereta ini hanya memakan waktu satu jam, jadi tidak terlalu masalah.
Pemberitahuan dari speaker terdengar, speaker itu memberitahukan jika kereta akan tiba dalam lima menit lagi. Saat speaker itu berbunyi aku tanpa sadar melihat ke arah benda mati itu. Itu sih tidak masalah, tapi yang aku permasalahkan adalah tatapanku yang tidak sengaja melihat hal yang mencurigakan.
Di depanku, aku bisa melihat perempuan yang memakai hoodie, rambutnya pendek, tapi dia memakai rok yang dilapisi legging yang kilauannya buram. Perempuan itu seperti sedang bersiap-siap entah untuk hal apa karena aku hanya menebak dari gerak-geriknya. Dan aku mulai memahami maksud gerak-geriknya ketika mataku lagi-lagi tak sengaja melihat tiga laki-laki yang berdiri tak jauh darinya sedang menatap tajam ke perempuan itu. Kalau dilihat dari penampilannya sepertinya mereka preman. Preman?! Apa preman itu sedang mengincar perempuan itu? Para preman itu ingin memperkosanya? memutilasinya? Astaga ini tidak bisa dibiarkan!
Suara berhenti kereta terdengar begitu nyaring di kuping. Speaker kereta lagi-lagi dengan ramah memberitahu jika penumpang sudah diperbolehkan keluar, tapi itu tidak diindahkan oleh perempuan tadi yang sudah menghilang, bahkan sebelum pintu kereta terbuka dengan sempurna. Dan dugaanku benar! Para preman itu memang mengincarnya!
Aku mengikuti mereka. Sedikit kehilangan jejak mereka di tengah kerumunan, namun dapat kembali aku temukan. Memang aku tidak memiliki sangkutpaut apapun dengan mereka, tapi aku tidak bisa tinggal diam melihat para preman itu mengincar perempuan tadi. Pasti para preman itu ingin berbuat jahat dengannya dan aku harus menghentikannya sebelum terlambat. Tak masalah diledek sebagai sok pahlawan ataupun pahlawan kesiangan. Oh ayolah, aku masih baik dibandingkan orang-orang yang tidak peduli terhadap sekitarnya.
Aku terus mengikuti mereka sampai-sampai aku dibawa ke lorong penduduk yang lumayan sepi dan mungkin bertambah sepi karena cuaca sedang mendung. Refleks, aku menoleh begitu mendengar jeritan tercekat. Aku mendekat ke rumah yang tak terawat paling pinggir di tikungan dekat kuberdiri. Sepertinya rumah itu kosong, terlihat dari halaman sampingnya yang tanpa pagar begitu kotor. Aku berdiri di teras rumah itu, mengintip sedikit untuk melihat apa yang terjadi di halaman samping rumah ini.
"Arta, Arta, kau mau lari ke mana lagi sekarang, hum?"
Itu mereka!
perempuan itu berdiri dengan beraninya di tengah kepungan para preman itu. Dia tertawa jahat, "Seharusnya aku yang bilang seperti itu."
"Kalau aku diam di sini kalian tidak akan mendapatkan apa yang kalian inginkan ... Bimo, Regan, Dimas, kalian tau? Kalian itu hanya tiga preman yang kelicikannya dapat dibaca oleh gadis berumur tujuh belas tahun. Aku tau kalian akan mengejarku seperti saat ini dan maka dari itu aku sengaja tidak membawa uang itu, jadi saat aku tertangkap kalian hanya menangkapku bukan membunuhku," kata perempuan bernama Arta yang berumur tujuh belas tahun itu. Aku akui keberanianku kalah dari perempuan yang lebih tua setahun dariku itu.
"Sialan kau!"
Satu besetan pisau mengenai lengannya. Dia terjatuh dan meraung kesakitan, tapi itu hanya untuk beberapa menit karena setelahnya dia kembali berdiri dan sekarang posisinya sudah bebas dari jalan buntu. Entah kapan mereka mengganti posisi sampai-sampai jalan para preman ituhlah yang sekarang buntu dan perempuan itu bisa kabur bebas ke belakang. Sepertinya para preman itu tidak sadar dengan posisi mereka sekarang.
"Kalian kesal? Kalian ingin membunuhku? Bunuh saja ... dan kalian tidak akan mendapatkan yang kalian incar." perempuan itu kembali tertawa jahat.
Gemuruh petir semakin bersambutan. Hembusan angin terdengar seakan membisikkan sesuatu pada langit sampai-sampai rintik hujan mulai berjatuhan. Fokusku sedikit teralihkan dengan rintik hujan yang mulai berjatuhan dan disaat itulah ada seseorang menarikku, mengajakku untuk ikut berlari dengannya.
Masih dalam kondisi keheranan dan kecemasan, sejenak aku mengusap wajahku yang terkena rintik hujan dengan tanganku yang satunya. Awalnya aku mengira hanya rintik hujan yang membasahi wajah dan bajuku, tapi ada percikan noda merah juga. Aku yakin sekali noda itu adalah darah dan darah itu dari tangan yang menarikku dengan lariannya yang kencang. Ini perempuan itu, dia Arta!
"Kau tau, aku baru kali ini bertemu penguntit yang lengah. Kau berutang budi kepadaku karena kalau aku tidak mengetahui keberadaanmu kau akan habis ditangan mereka sebagai umpan untukku!"
[]
Vomments kalo kalian suka ya ❣💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Bisa Merasakan Sakit [5/5]
Short Story❝Apa itu rasa sakit?❞ ❝Kau belum pernah merasakannya?❞