“Hai, kembaran beda keluarga!” ucapnya polos. Sinta hanya menanggapinya dengan senyuman, tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya.
***
“Kalian semua kenal?” tanya Emma heran.
“Dia itu temen aku waktu kecil, ya jelas aku kenal!” jawab Revan mantap dan hanya ditanggapi oleh anggukan Kesya.
“Mendingan kita ke kantin aja, pasti semua lapar? Aku jugaa!” rengek Kesya. Sinta dan Emma hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sesampainya di kantin Emma hendak memesan makanan seperti biasanya, namun langkahnya terhenti ketika Sinta memanggilnya.
“Eh kamu!” panggil Sinta.
“Aku?” tanya Emma. “Iya, maaf teriak. Habisnya aku gak tau nama kamu. Oh iya! Aku Sinta, salam kenal” ucap Sinta sambil tersenyum.
“Emma, oh iya nkamu mau pesan apa? Biar aku pesankan” jawab Emma.
“Pesankan? Aku masih punya kaki dan tangan. Kenapa aku menyuruh kamu sementara aku bisa melakukannya sendiri? Kalau kamu mau pesan, aku ikut!” timpal Sinta.
“Oke ayo!” ucap Emma senang karena baru pertama kalinya ada anak yang ingin memesan makanan bersamanya, karena biasanya dia hanya memesan sendiri.
“Kamu mau makan apa?” tanya Emma saat mereka sudah sampai di depan salah satu warung yang menyediakan makanan di kantin.
“Sanwich satu sama susu coklat aja.” Jawab Sinta sambil mengeluarkan uang di kantongnya. “Oke. Bu, Sanwich 3 sama susu coklat 3” ucap Emma.
Lalu saat Emma ingin mengeluarkan uang, Sinta mencegahnya “Aku aja, itung-itung syukuran masuk sekolah sini” timpal Sinta sambil tersenyum. “Makasih ya!” balas Emma sambil tersenyum kembali.
Setelah mereka membayar, mereka menghampiri Kesya yang sedang duduk di meja paling pojok. “Nih punyamu. Gausah bayar, dibayari sama Sinta. Bilang makasih sana!” ucap Emma sambil menyodorkan sanwich dan susu coklat milik Kesya. Kesya menatap makanan itu dengan berbinar, dia sangat senang. “Makasih Sintaaa” ucapnya.
Mereka pun menghabiskan makanan mereka. Dan setelah itu kembali ke kelas masing-masing karena bel telah berbunyi.
Setelah beberapa jam, bel pulang sekolah pun berbunyi. Sinta pun menghubungi ayahnya untuk menjemput dia di sekolah. “ Yah aku sudah pulang!” ucap Sinta sedikit lesu.
“Sinta, nanti pulang ke rumah Revan dulu ya! Ayah masih ada urusan kantor. Nanti ayah jemput sore” ucap ayah Sinta di seberang sana.
“Iya yah” jawabnya sambil menutup sambungan telepon.
Setelah itu Sinta segera berlari menuju kelas Emma. Dia hendak menemui Revan.
“Hosh.. Hosh.. Revan” panggilnya terengah-engah.
“Loh, Sinta?” heran Emma. Sinta hanya menjawab dengan senyuman tipisnya. Lalu Revan menuju pintu keluar sambil menenteng tasnya dan bertanya “Kenapa?”. “Aku pulang ke rumahmu, ayah jemput disana. Ayah masih ada urusan” jawab Sinta panjang.
“oh gitu, oke ayo pulang. Naik angkot gapapa kan?” tanya Revan sedikit dengan nada khawatir, karena Sinta tak terbiasa pulang naik angkot. “Gapapa kok” jawab Sinta. “Em, Sya, jadi kelompokan apa enggak? Tugasnya dikumpulin lusa. Kalo jadi, dirumah aku aja. Ntar Dimas sama Angga aku kasih tahu.” Tanya Revan kepada Emma dan Kesya.
“Kalau aku ngikut aja.” Jawab Emma. “Oke deh. Jam satu ya!” tambah Kesya. Revan hanya mengangguk setuju. Lalu mereka semua pulang ke rumah masing-masing.
***
“Assalamu’alaikum. Revan.. Revan” ucap seseorang di depan gerbang milik Revan.
“Wa’alaikumsalam warahmatullah” jawab Sinta. Ya, Sinta masih belum dijemput oleh ayahnya, dia akan dijemput jan setengah lima.
“Sinta? Revan ada?” tanya Emma.
“Revan lagi keluar sebentar cari minuman sama camilan. Kalian masuk dulu aja.” Jawab Sinta sopan.
Tak lama kemudian Revan datang dengan menenteng tas kresek berukuran sedang dengan banyak makanan dan minuman di dalamnya. “ loh, sudah pada datang?” tanya Revan.
“ itu, cewek cewek ngajakin cepet-cepet” jawab Angga sambil menunjuk Emma dan Kesya.
“kan biar cepat selesai” ucap Emma membela diri.
“iya, kalau nunggu kalian selesai main, tugas kita juga ga bakal kelar sampai kita lulus nanti.” Tambah Kesya dengan nada agak kesal. Sedangkan Sinta yang melihat perdebatan ini hanya terkikik geli.
“sudah, sudah. Nanti kalau berdebat terus, nggak selesai loh.” Ucap Sinta menengahi.
“Iya, materi kemarin juga susah.” Timpal Dimas.
“kalau tidak mengerti, aku bisa bantu kalian. Nanti kalau kalian butuh bantuan. Panggil aja aku. Aku ada di kamarnya Revan”ucap Sinta sambil meninggalkan mereka.
Setelah beberapa jam mereka pun menyelesaikan pekerjaan kelompok mereka yang dibantu oleh Sinta. Tak ada yang menyangka bahwa Sinta adalah murid yang pintar walaupun dia adalah murid pindahan. Sinta juga membantu mereka dengan senang hati.
***
Hari berganti menjadi minggu, minggu menjadi bulan dan bulan menjadi tahun. Genap satu tahun Emma, Sinta, dan Kesya saling mengenal. Mereka menjadi lebih dekat dan akhirnya mereka pun menjadi sahabat.
Mereka semua saling membantu satu sama lain dan saling menasehati satu sama lain. Namun disamping itu semua, kedekatan antara Emma dan Sinta semakin kuat. Melebihi kedekatan Emma dengan Kesya. Hal ini disebabkan oleh dekatnya rumah Emma dan Sinta yang ternyata berada pada satu kompleks.
Sinta juga diberikan kebebasan keluar rumah oleh orang tuanya, kecuali keluar rumah pada malam hari. Namun, Kesya tidak boleh keluar rumah terlalu siang dan sering merasa bosan ketika diajak mengunjungi suatu tempat.
Kedekatan Sinta dan Emma yang semakin hari semakin tak bisa dipisahkan lama kelamaan menyebabkan suatu masalah. Namun, hanya Sinta yang dapat merasakannya. Sinta merasa bahwa, persahabatannya akan goyah sebentar lagi
***
“Aku mengenal kalian lebih baik daripada mengenal diriku sendiri,
Namun, haruskah ego menghancurkan segalanya?”
-Sinta
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan dan Kenangan
Teen FictionHidup itu pilihan, akan bewarna atau memilih untuk tetap hitam putih. Menjauh dengan harapan atau kembali dengan sejuta luka. Akan kembali atau tak pernah pergi lagi. Harapan atau kekecewaan. Hidup itu misteri, seperti teka -teki yang tak pernah be...