2. Disapa Teman Lama

1.3K 84 8
                                    

You gain strength with holding on, you gain breath after letting go - AlFy

***


Suasana sekolah begitu hiruk pikuk. Bau cat tercium di setiap sudut. Maklum, hari ini hari kelulusan dan dari hasil pengumuman semua siswa dinyatakan lulus. Termasuklah di dalamnya dua pasangan yang bersahabat sedekat nadi. Ify dan Rio serta Alvin dan Via.

Tak  terhitung sudah berapa banyak foto yang mereka lakukan sebagai wujud ekspresi kebahagiaan melepas status sebagai pelajar sma. Lalu akhirnya mereka memilih istirahat di kantin sekaligus mencicipi untuk terakhir kalinya makanan-makanan yang ada di sana.

"Eh gue ke toilet bentar ya, kebelet nih!" Izin Via sebelum sempat menduduki kursi kantin. Ketiga temannya yang lain hanya mengangguk. Gadis itu pun  berlalu.

Tak lama kemudian giliran Rio yang ikut permisi ke toilet. Ify  memasang senyum terpaksanya ketika Rio, kekasihnya sejak kelas x itu, mengucap pamit. Ketika pemuda itu memunggunginya, lengkungan di bibirnya seketika melurus. Tatapannya nanar pada tubuh tinggi Rio yang kian menjauh.

Tiba-tiba ia berdiri dan hendak beranjak, membuat Alvin memandangnya bingung. "Mau kemana lo? Ikutan ke toilet?"

Ify berhenti sejenak tapi kemudian berjalan kembali tanpa menjawab. Alvin menaikkan satu alisnya lalu bertanya lagi dan membuat Ify kembali harus berhenti.

"Masih curiga ga jelas sama mereka?" Sinis Alvin seraya tertawa sarkastis. Ini menjadi kali kedua pertanyaannya tidak dijawab Ify. Gadis itu berlalu bahkan tanpa menoleh lagi ke arahnya. Ia memandang Ify dari belakang dengan gusar.

Sejujurnya, kecurigaan tentang Rio dan Via yang Ify rasakan juga dirasakan olehnya. Hanya saja,  ia masih mencoba meyakinkan diri kalau semuanya baik-baik saja. Rio tidak mungkin menghianati sahabatnya yang tampan ini dan Via, kekasihnya  tercinta, tidak mungkin flirting di belakangnya. Apalagi dengan Rio, sahabatnya sendiri.

Sementara itu, Ify mengumpulkan segenap kekuatan dalam dirinya. Sebentar lagi, ia akan mendapat kepastian atas fakta yang sebenarnya sudah ia ketahui sejak lama. Hanya saja,  ia butuh bukti nyata yang sungguh-sungguh membenarkan dugaannya selama  ini kalau...kalau Rio tak lagi menganggapnya satu-satunya. Kalau Rio dan  Via..

"Jalan yuk? Ngerayain kelulusan, sekalian...perpisahan sebelum lanjut kuliah."

Langkah Ify seketika berhenti. Suara Rio sekaligus apa yang pemuda itu ucapkan barusan terdengar jelas di telinganya. Saat itu juga, rasa sesak menguasai dadanya. Ia tersenyum miris. Memang ini kan yang ia inginkan? Rio...bahkan kamu belum ngomong apa-apa sama aku..

"Lo..gila?"  Desis Via. Mukanya memerah menahan marah, takut sekaligus bersalah. Ia  sadar betul yang dilakukannya ini salah. Akan banyak hati yang tersakiti  termasuk dirinya sendiri. Tapi...ia juga tidak bisa membohongi hatinya  kalau ia menginginkan kebersamaan dengan Rio, begitu juga Rio.

"'Kita'  ga akan berhasil, Yo." Lirihnya seraya mengalihkan pandangan ke arah  lain.

Rio menghela napas dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana.  "Apa karena Ify? Atau...Alvin?" Rahangnya mengeras ketika menyebut nama  Alvin. Ada rasa cemburu yang merasuk dalam hatinya.

Setetas air mata Via jatuh membasahi pipi chubbynya. "Ify sama Alvin, dua-duanya sahabat gue, Yo. Gue sayang sama mereka. Dan yang  terpenting...masing-masing dari mereka sayang sama kita. Apa lo ga  ngerasa bersalah? Gue..gue takut...gue ga mau jadi orang jahat.."

Life SentenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang