MIMPI

611 45 2
                                    

Untuk kesekian kalinya kegelapan itu datang kembali. Tidak ada lagi tempat untukku lari dan sembunyi, hanya kegelapan pekat yang menemani jalanku. Dua sosok itu berdiri tepat di sisi kiri dan kananku, tidak berada jauh namun tidak juga berdiri di dekatku. Sosok yang memiliki rupa dan bentuk yang sama namun warna yang berbeda. Menggunakan jubah panjang dengan penutup kepala, wajah mereka selalu terhalang tak dapat kulihat. Hitam dan putih, serupa tapi tak sama.

“Kau tidak akan bisa lari.” Sosok putih itu berkata dengan lantang dan berat, suaranya tidak seperti suara satu orang saja. Suara tidak stabil dan tidak beraturan namun menggumamkan kalimat yang sama.

“Kembalilah.” Gumam Si Hitam dengan pelan diiringi isakan yang memilukan, suara tangisan itu pelan namun tetap saja itu bukan suara dari satu orang. Semakin lama aku mendengar isakannya, semakin dissonance juga terdengar.

“Apa mau kalian?” Aku bertanya kepada kedua sosok itu. Tidak ada jawaban yang aku dapatkan namun mereka berdua menunjuk pada satu arah yang sama, tepat di depanku.

Dengan langkah pelan aku menyusuri cahaya kecil yang ada di depanku tempat yang ditunjuk kedua sosok itu. Semakin aku mendekati cahaya itu semua yang ada didepanku berubah semakin tak beraturan. Aku seperti terjebak di sebuah dimensi yang berbeda.

Dengan kecepatan cahaya semua yang ada di depanku berubah menjadi hutan belantara yang dipenuhi pohon-pohon besar dengan suasana yang sangat sunyi. Saat aku masih mencerna apa yang sedang terjadi tiba-tiba saja tubuhku mengambang, bagaikan sebuah loncatan dimensi tubuhku di bawah masuk lebih jauh ke dalam hutan. Kecepatan loncatan ini membuatku tubuhku hancur bagaikan ribuan pixel yang saling mengurai, dan menyatu dengan kecepatan yang sama pula.

Aku terdampar di sebuah tanah lapang di tengah hutan yang penuh dengan rerumputan dan dikelilingi ribuan pohon yang rimbun. Bukan pemandangan indah yang memanjakan mata yang terlihat namun sesuatu yang jauh dari kata manusiawi. Rumput yang tubuh subur tidaklah berwarna hijau, bagaikan sudah bermetamofosis semua bagian rumput berubah menjadi warna merah kehitaman, suara tangisan, permohonan ampun, teriakan kesakitan dan rintihan yang mengiringi pencabutan nyawa terdengar di setiap sisinya.

Tidak jauh didepanku terlihat seseorang yang sedang berdiri gagah di atas gunungan mayat yang tak terhitung jumlahnya. Tubuhnya dipenuhi dengan darah, separuh wajahnya ditutupi oleh darah segar yang masih menetes dari dagunya, matanya merah dengan tatapan nyalang yang dapat membuat semua orang bergetar katakutan jika melihatnya.

Suara teriakan semakin kuat terdengar, bagaikan sebuah crescendo suara itu tidak lagi terdengar dari dari telingaku, namun datang dari dalam kepalaku sendiri. Aku jatuh berlutut sambil memegangi kedua sisi kepalaku berharap agar suara itu menghilang, namun semakin lama suara itu makin tak tertahankan.

Kak…
Kaaakk….
“KAKAK !!”
Aku terlonjak kaget dengan posisi terduduk di tempat tidurku, nafasku tersengal dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh. Aku berusaha menenangkan debaran jantungku sambil mencoba memahami apa yang baru terjadi.

“Are u oke kak?” Tanya Kyla adik pertamaku yang sedang duduk disampingku. Matanya memancarkan kekhawatiran.

“I'm fine.” Ucapku setelah berhasil tenang.

“Ka – kakak mimpi  buruk lagi?” Tanya Zara adik keduaku sambil berlindung dibalik punggung Kyla. Haahhh, aku menakutinya lagi batinku mendesah.

“Kakak udah gak apa-apa lagi kok, kalian tidur aja ya.” Bujukku.

“Bener baik-baik aja kak?” Tanya Kyla lagi.

“Iya, kakak baik-baik aja kok”
“Yaudah, aku ama Zara balik kamar lagi ya.” Aku mengangguk lalu mengecup kening mereka berdua sebelum mereka pergi.

~ ~ ~

“Kalian sudah menemukannya ?” tanya seseorang tanpa melihat lawan bicaranya, kata-katanya lebih ke arah berbisik dengan banyak kesedihan yang terkandung didalamnya.

“Maaf, kami belum bisa menemukannya.” Jawab pemuda itu dengan merunduk, dia sadar bahwa untuk kesekian kalinya hanya kekecewaan yang dia berikan.

Tidak ada balasan yang datang dari orang tersebut, hanya sorot matanya yang bercerita betapa kecewanya dia dengan jawaban pemuda itu. Matanya yang sayu menatap sendu ke arah rembulan. Dia menatap rembulan seakan berharap bahwa penantiannya selma ini bisa berakhir dengan bahagia dan bukan kehancuran.

TBC

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 26, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dark Angel & Light DemonWhere stories live. Discover now