Setelah kemarin Jihoon secara pribadi meminta izin pada Woojin untuk menerima pernyataan cinta Guanlin, Woojin jadi banyak berpikir.
Hal pertama yang ia pikirkan adalah apakah semua ini benar. Bahwa Jihoon menyukai sesama jenisnya, bahwa dirinya juga kini terjebak di dalam kasus yang sama. Bahwa Jihoon ingin memiliki status lebih dengan Guanlin yang mana seharusnya tidak seperti itu.
Memang benar saat ini dirinya telah menyukai Hyungseob yang tiba-tiba saja datang ke dalam kehidupannya dan mengubah semua pandangannya. Memahami sudut pandang Jihoon dan para penyuka sesama jenis lainnya. Tapi ia tidak yakin kalau mereka harus meresmikan hubungan itu. Bukankah lebih baik jika seperti sekarang? Tetap berjalan meskipun tanpa status. Tidak perlu terikat karena akan sulit mempertanggung jawabkannya kelak.
Mungkin Woojin berpikir terlalu jauh. Tapi ia sama sekali tidak terpikir untuk meresmikan hubungannya dengan Hyungseob. Ia tidak ingin mengecewakan ayahnya. Yang dulu diam-diam pernah tau bahwa Jihoon menyukai sesama jenis. Ia tau jelas apa yang akan terjadi pada Hyungseob jika ayahnya tau Hyungseob memiliki hubungan khusus dengannya. Maka dari itu sebisa mungkin ia tidak ingin ada yang tau bahwa kini ia sedang menyukai Hyungseob.
Hal lain yang ada dipikirannya adalah. Saat ini, untuk melepas Jihoon dan membiarkannya berpacaran dengan orang lain saja rasanya hatinya sakit. Apalagi nanti ketika mereka dewasa.
Woojin menyayangi Jihoon melebihi rasa sayangnya pada dirinya sendiri. Ia merasa memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap Jihoon. Terlebih ketika ayah dan bunda memercayakan Jihoon kepada Woojin. Meminta Woojin menjaga Jihoon layaknya adiknya sendiri. Padahal nyatanya Jihoon lebih tua lima bulan dari Woojin.
"Woy Jin, ayo mulai latihan," suara Daniel dan tepukan tangannya di pundak Woojin membuat Woojin kembali dari lamunannya yang cukup serius.
"Eh iya ayok Bang," Woojin akhirnya kembali ke dunianya, tersadar bahwa seisi gym kini sudah ramai. Seingatnya tadi masih belum ada orang.
Sebelum mulai ikut pemanasan dengan Jihoon dan Daniel, Woojin sempat menerawang ke sekeliling gym. Mengamati para siswa siswi yang datang memenuhi gym untuk melihat mereka latihan. Matanya kemudian menemukan seseorang yang sedang melompat sambil melambaikan tangannya dengan semangat. Kemudian secara tidak sadar ujung bibir Woojin tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman.
Padahal ia hanya melihat Hyungseob di tengah kerumunan siswa siswi lainnya yang ikut menonton, tapi rasanya ia bisa merasakan kehangatan di hatinya. Terlebih ketika matanya menangkap bibir Hyungseob mengucapkan sesuatu tanpa suara yang diterimanya sebagai, 'semangat kak Woojin.'
Sederhana namun dapat menggetarkan hatinya.
Berbanding terbalik dengan pemikirannya pada saat melamun barusan, hatinya sama sekali tidak bisa menyangkal bahwa ia menyukai Hyungseob lebih dari sekedar terhadap seorang teman.
Kerumunan siswa siswi yang sedang menonton itu mendadak ricuh akibat senyuman Woojin dari atas ring ke arah mereka. Teriakan selanjutnya yang terdengar adalah nama mereka yang disebut secara bersautan sehingga agak kurang jelas. Tapi diantara semua teriakan itu, Woojin berhasil memfokuskan telinganya pada satu suara yang meneriaki namanya. Suara Hyungseob.
***
"Kak Woojin, ini buat kakak," seorang penonton yang sejak pertama latihan tadi sudah mencuri perhatian Woojin, kini menghampirinya, membawakan minuman untuknya yang memang saat ini butuh minuman akibat lelah setelah latihan.
Para siswa siswi lain sudah diminta keluar oleh PSS yang berjaga, sehingga saat ini Woojin merasa sedikit leluasa bisa berdekatan dengan Hyungseob. Hanya bersisa beberapa orang di gym, orang-orang yang di kenalnya.
YOU ARE READING
Ephemeral - JINSEOB
Short Story[BOOK 2] Ephemeral (adj) lasting for a very short time. Disarankan baca dulu AQUIVER sampai chap 27 sebelum baca work ini :3