2

16 3 4
                                    

Mara bergegas menuju kelasnya yang terletak di lantai 2 gedung timur. Ia berlari menyelusuri koridor yang panjang karena bel sudah berbunyi 3 menit yang lalu.
Sial banget sih, punya sekolah segini luasnya ngalahin danau toba. Umpatnya hiperbolis.

Mara terengah-engah begitu mencapai pintu kelasnya mengatur nafasnya yang pendek putus. Syukur Pak Baron belum nongol.
Ia lantas berjalan terseok akibat kelelahan dan mengambil botol minum yang tergelatak di samping mejanya.

"Ehh! Maen embat aja lo, punya gue tuh." Hardik Bian, teman sebangku Mara.

Tak diacuhkannya Bian dan dihabiskan dalam beberapa teguk mineral itu. "Aelah, pelit amat lo jadi temen. Sebangku pula. Lo gak kasian liat gue keringetan gini?"

Bianca, nama lengkap gadis blesteran itu mendelik sini. "Ya kali gue kasihanin lo, yang ada gue bahagia liat lo kesusahan. Siapa suruh telat. Pasti nonton drama korea sampe subuh kan, lo? Ngaku deh" Hardiknya keras.

Bukan apa-apa. Masalahnya alasan Mara telat selalu karena satu hal, kebablasan nonton drama korea, degeng ngeliatin bias-biasnya yang berseliweran di layar laptop. Dan sudah lebih dari 5 kali Mara telat dalam bulan ini.

Mara nyengir mendengar penuturan temannya. "Gimanain dong, Bi. Gue ga nyadar tuh waktunya cepet jalan. Kalo mata gue enggak ngantuk, bisa-bisa gue ga tidur sampe jam 6 pagi."

Bianca menoyor kepala Mara. "Nih yee, gue kasih tau lo. Sebagai teman yang baik, cantik dan pengertian, mending lo kalo nonton drama korea, tuh hp lo setel alarm biar lo ga kebablasan. Inget, lo uda 6x telat bulan ini."

"Astagaaaa!! Siapa yang hamil?? Maranka??" Teriak Budi yang duduk di depan mereka. Mendengar teriakan Budi yang cempreng seperti belum akil balig, tak urung membuat semua penghuni kelas XI IPA 2 menoleh ke arah Mara.

"Eh serius tuh??" Sahutan dari Jono si tukang gosip kalangan cowok terdengar.

Mara melotot ke arah Bianca yang ga bisa ngontrol volume suaranya, dan melotot ke arah Budi yang ngasal ambil kesimpulan.
"Enggak ada hamil-hamilan!" Teriak Mara membenarkan.

"Siapa yang hamil?"
Serempak semua siswa di sana kaget dan menoleh ke arah pintu.
Pak Baron terlihat dengan tatapan menyelidik.

Mampus gue. Teriak Maranka dalam hati.

***

Garga berjalan melewati lapangan besar sampai akhirnya ia sampai di gedung fakultasnya, teknik. Ia lalu duduk disalah satu kursi disana, dan membuka halaman pertama novel yang sedari tadi dia bawa.
Tulisan si pemilik terukir rapi dan kecil disana. Memperlihatkan si empunya.

"Marankanika Sadewi.." Garga terkekeh mengetahui nama gadis yang tadi pagi dilihatnya serupa dengan nama tengahnya, Sadewa. Dibukanya halaman yang berisi markbook. Terdapat tulisan disana "Dunia yang kuciptakan tanpa perlu pihak ke dua"
Garga mengernyit tak paham lalu oa mengingat bagaimana gadis itu sangat cuek saat berada di dalam bus, bahkan saat seorang anak kecil minta bermain dengannya. Dia ansos ya? Pikirnyan. Saking asyik dengan pikirannya sendiri, Garga tak sadar bahwa sedari tadi 3 orang laki-laki sudah mengintipnya dari belakang, melihat apa yang Garga bawa.

"Wastagaa! Garga sadewa yang terkenal dengan kajantanannya sekarang bawaannya novel romantis, gila njir!" Teriak Robin, salah satu teman dekat Garga di kampus itu.
Garga sontak terlonjak kaget dan menoleh ke belakang melihat para cecurut sinting yang sudah bisa dipastikan bakal mengolok-oloknya seharian karena kedapatan membawa novel baperan.

"Kejantanan? Ambigu banget lo, Bin." Manuel menoyor kepala Robin. Robin balas menoyor kepala Manuel.
"Otak lo doang kali, yang ngeres. Maksud gue disini, si Garga kan handsome gentlemant pujaan wanita dan gadis desa seantero fakultas teknik."

"Tai lo, kayak ada banyak cewek aja, di fakultas kita. Palingan juga adanya Moni yang ketampanannya ngelebihin elo sebagai cowok." Garga mencibir.
Robin pura-pura shock mendengar komentar Garga. Masalahnya, di fakultas mereka hanya sedikit memiliki mahasiswi dan rata-rata pada tomboy semua.

Garga merupakan salah satu cowok yang diincar-incar cewek dikampusnya yang sudah pasti bukan dari jurusan Teknik. Kepawaian Garga dalam bersosialisasi membuatnya banyak memiliki teman dari luar fakultasnya.

"Apaan tuh, Ga?" Robin mengambil novel di dalam genggaman Garga. "Embrace. Rengkuha. A romantic story. Gila, man! Ro-man-tic story." Robin heboh sendiri. Ia melempar asal novel itu ke pangkuan Garga.
"Kemasukan jin apa lo? Sampe pindah haluan gitu? Biasanya juga lo mantengin majalah dewasa, atau buku bayi." Suara gelak tawa terdengar dari teman-teman Garga. Garga mencibir dan menoyor kepala Robin.
"Bukan punya gue tuh."

Restu, teman Garga yang lain, selain Manuel dan Robin, mengambil novel itu, dan membuka halaman pertama.
"Marankanika? Ini yang punya?"
Tanya Restu, teman paling normal diantara semuanya.
Garga hanya mengangguk sambil merebut kembali novel itu dan ingin segera memasukkannya ke dalam ranselnya tapi ditahan oleh Restu.

"Bentar dulu, Gar. Rasanya gue tahu orangnya."

"Hah? Lo yakin?"

Restu mengangguk dan mengambil kembali novel itu. Dibukanya halaman yang berisi tulisan rapi Maranka. Restu mengangguk anggukan kepalanya semakin yakin.
"Gue tau ini anak. Imut, putih, gendut kan? Dan dia terkesan cuek."

Penjelasan Restu barusan sukses membuat Garga melongo dan membuat Robin serta Manuel garuk garuk pantat mereka yang gatal.

"Lo salah orang?? Masalahnya cewek tadi yang gue liat cantik, putih, tinggi, langsing. Body goals pokoknya."

"Hah? Yakin lo? Tapi dulu dia gendut kayak bola. Gue apal betul karena namanya ngjelimet gini.

"Seriusan lo? Kok lo yakin?"

"Suer dah. Gue yakin seyakin yakinnya. Soalnya dia mantan tetangga gue, 7 tahun yang lalu. Dan dia sempet kejar-kejar gue pas tuh cewek masih bocah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

30 Minute, I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang