3# Pipi merona

55 10 10
                                    

Aku memutar tubuhku. Ke kanan dan ke kiri, lagi dan lagi. Mataku dengan cermat memandangi cermin yang tergantung di depanku. Ukurannya sama dengan tinggi badanku jadi aku bisa dengan mudah menilai penampilanku dari kepala hingga ujung kaki.
Dan untuk kesekian kalinya, aku menghela napas kecewa.
Yang ini juga tidak cocok, batinku mengeluh.

Entah sudah berapa pasang baju yang kucoba tapi satupun belum ada yang kurasa pas untuk dipakai malam ini. Beberapa diantaranya malah membuatku tidak nyaman.

"Mending pakai dress maroon tadi aja, Fa. Kamu kelihatan lebih nyaman pakai itu."

Allahuakbar. Aku terkejut dan langsung membalikkan badan.
Kudapati Raya sedang berdiri diambang pintu sambil melihat ngeri ke arahku. Dia adalah teman satu kost ku. Kamarnya berada tepat di sebelah kanan kamarku.
Yang anehnya, sejak kapan dia berdiri disana? Padahal seingatku pintunya sudah ku tutup.

Raya kemudian melangkah masuk dan duduk di atas tempat tidur, tepatnya diatas tumpukan baju-baju yang tadi ku lempar asal setelah selesai ku coba. "Serius, yang tadi lebih bagus daripada yang itu. " Dia memberi isyarat dengan dagunya.

Alih-alih bertanya sejak kapan dia 'mengintai' ku, aku malah kembali memandangi pantulan diriku di cermin. Saat ini, aku sedang memakai baju atasan selutut berwarna biru langit dipadukan dengan jeans hitam. Cocok sih tapi kurang nyaman, dan.. sepertinya terlalu santai.

"Ngga bagus ya?" Aku bertanya sekadar ingin meyakinkan diri.

Kulihat Raya mengangguk ragu.
"Mau kemana emang, Fa? Isi lemari sampai keluar semua gini."

Aku menyusul Raya duduk diatas tumpukan baju. "Mau ke acara reuni," jawabku tidak bersemangat.

"Reuni SD, SMP, atau SMA? Ciyee yang bakal ketemu para mantan. Pantesan ribet."

Aku mendengus, setengah kesal mendengarnya. "Bukan aku yang bakal ketemu para mantan, tapi Raka." Tanpa sadar tanganku meremas satu baju yang ada dalam jangkauan lalu meletakkannya kembali dengan kasar.

"Hah? Maksudnya?"

"Ini acara reuni SMAnya Raka. Aku cuma nemenin dia."

"Oalahhh gitu toh ternyata hahaha. "

Raya malah tertawa dan sukses membuat rasa kesalku berlevel kuadrat.

"Duh sorry sorry. Kelepasan aku haha.
Habisnya kamu lucu sih, Fa." Katanya tanpa raut menyesal sedikitpun. Ah, temen macam apa dia ini.

"Apanya yang lucu coba?"

"Ya kamu lah. Takut kalah saing sama mantan-mantannya Raka yaa?"
Raya mulai menggodaku. Dia memang benar-benar pintar membaca pikiran orang.

"Ngga." Aku mencoba mengalihkan pikiran dengan berpura-pura merapikan baju-baju yang sempat ku duduki.

"Boong! Kalau ngga, ngapain juga kamu sampai ribet kaya gini? Yang biasanya suka pakai yang ada-ada aja sekarang malah nyari-nyari yang ngga ada."

Aku menghela napas berat.
"Bukannya gitu. Aku cuma ngga mau bikin Raka malu. Kalau aku dateng terus ternyata salah costum, yang bakal diledekin temen-temennya ya pasti Raka."

Aku tidak sedang berbohong. Itu memang salah satu alasan yang membuatku untuk kali ini terpaksa memperhatikan penampilanku.
Demi Raka.
Tapi aku juga tidak menyalahkan tebakan Raya tadi.
Dua-duanya adalah benar. Argh!!

"Hmm bener juga sih. Yaudah, serahin semuanya ke aku. Pokoknya malam ini kamu harus dandan cantik supaya ngga kalah saing sama mantan-mantannya Raka. "

Aku melotot ke arah Raya, "Kok ke mantan lagi sihh ngomongnya."

"Haha aku juga cewe kali, Fa. Ngerti kok gimana perasaan kamu sekarang." Raya mengedipkan sebelah matanya. "Tunggu bentar!" setelah itu dia terburu-buru keluar dari kamarku.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang