Mauren Olivia Morris. Panggil saja dia Mauren. Remaja berumur 16 tahun yang tengah susah payah mengatur nafasnya diruangan gelap dan pengap tanpa udara ini. Wajahnya yang putih nampak mengkilat akibat keringat yang keluar dari pori-pori kulitnya.
"Kita aman kan disini?" Tanyanya pada seorang perempuan yang sedang jongkok disamping kirinya.
Perempuan itu tak kalah lusuhnya dengan Mauren. Keringat bercucuran memenuhi wajahnya.
"Tenang aja lo. Ini kan gudang, gak mungkin senior ngejar-ngejar kita sampai kesini." Jawab perempuan yang bernama Laras itu.
"Gerah nih badan gue. Lo sih, tadi ngajakin ke kantin dulu. Jadi gini kan akibatnya." Desis Mauren sedikit kesal sambil mengibaskan kedua tanganya.
"Kok lo nyalahin gue sih? Lagian gue kan gak tau kalo itu senior keliling dulu sebelum rapat." Pekik Laras seraya memanyunkan bibirnya.
Mauren merengek seperti anak kecil. "Gue mau pulang, Ras!" Ia menarik- narik bahu kanan Laras. "Gue gak mau disini sampai malem. Mama sama papa gue gak bisa jemput, jadi nanti gue pulang naik angkot." Lanjutnya.
"Sabar dong, Ren! Emang lo mau nanti kita ketemu senior terus diseret keruang osis? Gue sih gak mau! Apalagi kalo disuruh berhadapan sama Kak Arya." Laras begidik ngeri membayangkan wajah Kak Arya, sang ketua osis ketika sedang marah.
Mauren tentu saja membayangkan hal yang sama. Dia takut pada Kak Arya. Apalagi tadi mereka berdua ijin di grup chat osis tidak ikut rapat karena ada tugas kelompok.
Mereka tentu saja berbohong. Tidak ada yang namanya tugas kelompok bagi Mauren dan Laras. Mereka memang suka sekali mencari alasan agar tidak ikut kegiatan. Kalau seperti ini, kenapa dulu mereka mendaftar sebagai pengurus osis?
Sebenarnya ini bukan kali pertama bagi mereka tidak ikut kegiatan rutin osis. Kemarin mereka berdua juga tidak ikut kegiatan dengan alasan sedang sakit gigi. Alasan yang kurang logis bukan? meninggalkan rapat hanya karena alasan sakit gigi.
Ada lagi misalnya, pada saat kegiatan latihan senam mereka selalu saja bolos. Sampai-sampai saat diberi tugas untuk memimpin senam pagi pada hari jumat mereka kewalahan. Bukan masalah capek atau bagaimana, hanya saja mereka tidak hafal gerakan senam karena jarang ikut latihan. Bukan jarang sih, lebih tepatnya tidak pernah.
Intinya, mereka berdua bukanlah anak osis yang patut untuk ditiru.
"Tunggu sini." Laras memberi isyarat kepada Mauren menggunakan jari telunjuknya.
Mauren mengangguk sambil tersenyum simpul. Sementara Laras berjalan mengendap keluar.
Kepala laras menoleh ke kanan lalu kekiri. Ketika menurutnya keadaan sudah aman, ia kembali berjalan ke gudang dengan perlahan. Takut ada salah satu senior osis yang melihat. Jangan sampai dia kegep untuk yang kedua kalinya.
Kepala Laras menyembul dari balik pintu gudang. "Eh, Monyet! Udah aman, Nih. Buruan keluar."
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Mauren yang sedang duduk dilantai segera beranjak lalu setengah berlari keluar gudang.
Laras memekik pelan. "Cepeten!"
Tanpa membalas ucapan Laras, Mauren langsung berlari sekuat tenaga meninggalkan Laras yang masih berdiam diri ditempatnya dengan ekspresi wajah kebingungan.
Laras memicingkan mata lalu mengejar langkah jejak sahabatnya yang sudah menghilang jauh.
"Yeee, ditunggin malah ninggalin. Dasar gak peka!"
***
Sudah setengah jam berlalu namun tidak ada tanda-tanda bahwa Mobil bernama angkot akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawless
Teen Fiction"Aku pernah memiliki tapi aku kehilangan. aku pernah menanti tapi aku ditinggal pergi. aku pernah mencari tapi aku tak menemukan. Dan ketika aku ragu untuk memulai lagi dia justru datang dengan jutaan harapan yang tak pasti, membuat lidahku kaku dan...