Devano menaiki motor ninja merah miliknya dengan kecepatan tinggi. Dia tidak seperti biasanya, menaiki Si Merahnya dengan brutal. Kali ini Pikiran Devano tengah bergelayut. Ia menahan sakit pada bagian bawah tubuhnya, yakni kaki lebih tepatnya tungkai kanannya.
Sesuatu yang ada dalam pikirianya mengalahkan rasa sakit pada kakinya. Ia harus cepat-cepat pulang. Devano harus sampai dirumah dengan segera sebelum Papa nya pulang dari kantor. Jika tidak, tamatlah riwayatnya.
Pulang dengan keadaan seperti ini bukanlah keinginan Devano. Andai saja jika dia tidak terpancing emosi Shawn tadi, mungkin Devano akan pulang dengan keadaan tidak bonyok seperti ini.
"Ah, sial!" Devano merutuki dirinya dalam hati. Ia melirik jam tangan hitam yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya. Jam 18.00 tepat. Tamatlah riwayatnya sekarang. Ia terlambat 30 menit untuk mendahului papanya.
Devano tidak bisa membayangkan, bagaimana wajah papanya ketika sedang marah. Apalagi mengetahui, jika dirinya babak belur karena tawuran hari ini.
Ini bukan pertama kalinya Devano terlibat dalam aksi tawuran. Dia bahkan berkali-kali terkena razia polisi ketika sedang tawuran. Pernah sekali dia ditahan selama beberapa hari di Sel tahanan Pondok Bambu. Tapi entah kenapa, itu semua tidak memberikan efek jera pada Devano sama sekali?!
Jika kalian berpikir dan beranggapan bahwa Devano adalah seorang berandalan yang nakal dan jahat itu sepenuhnya salah. Ya memang sifat berandalan itu ada dalam dirinya, tetapi sejujurnya dia adalah siswa yang pandai.
Disekolahnya sekarang yakni SMA Taruna Pertiwi, dia selalu mendapat peringkat 3 besar. Dia juga pernah menjuarai Olimpiade Matematika Nasional pada saat kelas 11. Wajahnya yang tampan sekaligus anak orang berada membuat Devano terkenal dikalangan wanita sekolahnya.
Ditambah lagi dengan jabatanya sebagai Ketua Osis pada saat itu, membuat dia menjadi kebanggan tersendiri bagi para guru. Ibaratnya, dia adalah anak emas SMA Taruna pertiwi.
Namun yang sangat disayangkan disini, situasinya berbeda 360 derajat. Ketika pertengahan semester ganjil, kedua orang tuanya bercerai. Tentu saja hal itu membuat Devano terpukul. Bukan hanya Devano saja, semua orang pasti akan terpukul ketika kedua orang tuanya memilih untuk berpisah. Alhasil, dengan berat hati Devano dan Leo, Kakaknya harus tinggal bersama Papanya yang super duper sibuk itu.
Semenjak saat itu, Devano mulai berubah. Dia merasa terbebani atas perceraian kedua orang tuanya itu. Dia merasa tidak adil hatrus berpisah dengan Mama yang sangat dicintainya.
Akhir semester ganjil, ia resmi diturunkan jabatanya dari ketua osis karena sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Semenjak itu pula, Devano sering pergi ke Club bersama teman- temannya. Dia suka bertengkar disekolah lalu masuk keluar ruang bk berulang-ulang. Dan itu terjadi sampai sekarang.
Beberapa menit kemudian, Devano sampai dirumahnya. Rumah bercat putih yang besar dan luas itu memiliki dua lantai. Jika dilihat dari luar nampak mewah sekali, laku bagaimana dengan isinya? Pasti sangat megah.
Devano berjalan pincang memasuki rumahnya. Ia sudah menyiapakan mentalnya, kemungkinan Papanya itu sedang menunggu dirinya diruang tamu sambil membaca koran.
Ia membuka pintu perlahan lalu masuk dengan langkah yang tertatih-tatih.
Benar saja yang dipikirkan olehnya. Papanya itu tengah duduk membaca koran diruang tamu.
"Devano!" Panggil lelaki paruh baya yang tengah duduk membaca koran.
Namanya Roy Narendra, seorang pengusaha properti yang sukses dan kaya raya. Dia juga mengetuai sebuah yayasan disuatu sekolah menengah atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawless
Teen Fiction"Aku pernah memiliki tapi aku kehilangan. aku pernah menanti tapi aku ditinggal pergi. aku pernah mencari tapi aku tak menemukan. Dan ketika aku ragu untuk memulai lagi dia justru datang dengan jutaan harapan yang tak pasti, membuat lidahku kaku dan...