Chapter 2 - Smile

276 41 2
                                    

Disclaimer: I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers. And I don't own the songs that I use as prompt, they're belongs to Avril Lavigne.

Prompt: Smile.

***

**

*

Kagome sibuk menyusun ranting yang sahabatnya kumpulkan di tengah-tengah batu yang telah ia jejerkan berbentuk lingkaran di atas tanah. Tak lama, Inu Yasha datang membawa beberapa potong daging merah yang sudah ditusuk rapi di kayu kecil. Wajah laki-laki itu tak acuh, topeng yang selalu ia kenakan setelah melakukan perbuatan baik, tipikal Inu Yasha. Kagome tahu dan ia teramat sangat menghargai usaha inu hanyou itu. Demi dirinya, Inu Yasha rela menjauhkan diri ketika menguliti kelinci malang yang akan menjadi hidangan mereka. Melihat tindak-tanduk manis laki-laki yang ia kagumi itu benaknya memekik panjang sama seperti ketika ia melihat anak kucing, anak anjing, atau hal-hal imut lainnya, 'Sooo sweet!'

Beberapa menit kemudian api sudah menyala, nyanyian jangkrik dan gemeretak kayu kering yang terlalap api menjadi bunyi yang mendominasi. Selagi menunggu makan malam mereka matang, keduanya tenggelam dalam keheningan yang nyaman. Kagome duduk di atas kantung tidur miliknya yang masih terlipat, kedua kaki tertekuk ke atas, kedua lengan bertumpu di atas lututnya. Di seberangnya, Inu Yasha duduk bersila dengan tangan mendekap Tessaiga di atas sebuah batu besar.

Titik pandang Kagome beralih dari daging yang sedang dipanggang ke sahabatnya. Cahaya kemerahan api unggun membuat wajah Inu Yasha terlihat lebih hangat dari biasanya. Kagome tersenyum manis ketika mendapati laki-laki itu sedikit kikuk kala bertatapan mata dengannya. Inu Yasha memalingkan wajah, menutupi rona merah yang menghiasi pipinya.

Tak menggubris tingkah sahabatnya, dengan santai gadis itu sibuk mengaduk-aduk tasnya. "Ketemu!" Ucap gadis Higurashi itu dengan riang.

Diam-diam Inu Yasha memperhatikan dari sudut mata, Kagome mengangkat sebuah benda tipis berbentuk persegi panjang berwarna hijau neon dengan dua utas kabel panjang dan tipis yang menyatu di ujungnya. Benda itu baru dilihatnya pertama kali. Tak dapat menahan rasa penasarannya, kini ia memandang lurus temannya, laki-laki setengah siluman itu bertanya. "Apa itu?" Nadanya sama persis ketika Inu Yasha pertama kali bertanya tentang album foto yang ia temukan di kamar gadis itu.

Kagome mengangkat wajah, kedua sudut bibirnya terangkat sebelum menjawab. "Ini hadiah dari Eri, Yuka, dan Ayumi saat ulang tahunku bulan lalu. Alat ini digunakan untuk mendengarkan musik." Walau ia sendiri tidak tahu persis bagaimana nantinya meletakkan ear bud di sepasang telinga segitiga Inu Yasha yang menggemaskan itu, tetap saja Kagome berusaha berbaik hati dan menawarkan. "Kau mau mencobanya, Inu Yasha?"

"Keh, tidak perlu," tepis Inu Yasha.

Miko muda itu mengangkat bahu. "Baiklah kalau begitu."

Dengan itu, Kagome menyumpalkan kedua ear bud itu ke masing-masing telinganya. Kedua ibu jarinya yang sibuk menekan-nekan tombol berhenti setelah ia menemukan lagu yang dicari. Sesudah Kagome menyesuaikan volumenya, kepala gadis itu mengangguk-angguk mengikuti irama musik pop punk yang dinyanyikan seorang penyanyi wanita bersurai pirang panjang asal Kanada. Mata gadis yang besar di lingkungan kuil itu terpejam, dan mulutnya mengartikulasikan lirik lagu tanpa suara.

Inu Yasha dapat mendengar dentam musik samar ketika ia meneliti sahabatnya. Secara diam-siam ia menghela napas. Di awal perjalanan, ia selalu terganggu dengan kicauan Kagome. Akan tetapi, semakin lama mengenal gadis itu, ia semakin menikmati waktu kebersamaan mereka berdua. Dan kini, disaat ia ingin berbicara, ralat, disaat ia berusaha untuk berbicara berdua dengan gadis masa depan itu tentang isi hati setelah tak ada lagi keraguan atas perasaan yang ia miliki untuk Kagome di hatinya karena mantan pacar yang bangkit dari kubur, gadis itu malah asik ditemani alat canggih dari zamannya.

Menyedihkan memang.

Senandung yang baru meluncur dari mulut Kagome menyita perhatian pria itu. Mata gadis itu masih terpejam. Kian lama, senandung itu berubah jadi nyanyian kecil dengan suara tertahan. "Sejak hari itu kau mencuri hatiku. Dan kau satu-satunya yang dapat dipersalahkan. Dan karena itulah aku tersenyum."

Serta-merta mata Inu Yasha melebar.

Setelah beberapa belas detik, Kagome lanjut bernyanyi. "Dan tiba-tiba semua yang kubutuhkan adalah kau. Sebuah alasan untukku tersenyum."

Tak dapat dipungkiri, ia merasa Kagome menyanyikan lagu itu untuknya. Bila tidak, untuk siapa lagi? Deretan pohon bodoh? Nyanyian balasan untuk senandung konyol jangkrik? Atau, bulan bisu yang menggantung di langit? Persetan dengan itu semua! Lirik lagu itu tentangnya, tentu saja itu untuknya. Ungkapan isi hati Kagome, hanya untuknya.

Gelombang hangat yang menjalar di hati Inu Yasha terus merayap dan menyebarkan semburat merah muda di pipinya.

Lagi-lagi kepala gadis itu bergerak-gerak kecil mengikuti irama. Kali ini, yang membetot perhatian Inu Yasha adalah cara lidah gadis itu terselip di antara kedua bibir merah mudanya yang terlihat ranum sepersekian detik sebelum kembali menghilang ke tempatnya semula.

Bumi seakan berhenti berputar, jalan pikiran Inu Yasha bagai lumpuh sesaat, ketika Kagome kembali melafalkan lanjutan lirik lagu yang di dengarnya, "Kau tahu bahwa aku adalah gadis jalang gila, aku melakukan apa yang kuinginkan kapanpun aku suka. Yang aku inginkan hanyalah lepas kontrol."

Suara halus Kagome terdengar nakal.

Nadanya berat dengan unsur sensual.

Adrenalin Inu Yasha lantas saja meningkat. Reaksi otaknya untuk berpikir lebih lamban dibandingkan dengan reaksi yang merambat ke hati dan tubuhnya. Laki-laki itu berada di perbatasan antara keheranan dan keantusiasan. Ia jauh dari kata bodoh, dan Inu Yasha adalah laki-laki garis miring pejantan yang sepenuhnya normal. 'Lepas kontrol,' dua kata yang baru saja disebutkan Kagome sudah pasti membuat isi kepalanya menjelma liar.

Walau umurnya sudah lebih dari dua ratus tahun, tetap saja, mental dan tubuh Inu Yasha setara dengan remaja manusia berusia lima belas tahun. Lalu, apa yang akan dilakukan seorang hanyou yang terlantar sejak kecil dan diasingkan dunia di sebagian besar hidupnya dengan godaan nyata dari gadis berwajah manis seperti Kagome?

Tercengang. Itulah jawabannya.

Benar-benar sebuah kesialan! Bersosialisasi dengan makhluk berakal yang lainnya saja bukanlah perkara mudah, apalagi memuntahkan kata-kata indah untuk memulai sebuah hubungan cinta!?

Bunyi lembut beberapa benda yang jatuh terabaikan.

Bunga api melayang ke udara.

Api unggun kian besar dengan sendirinya.

Bau-bauan pahit yang menusuk hidung sensitif tak dipedulikan oleh sang hanyou. Ia terlalu larut dalam perdebatan batin.

Inu Yasha mengerjapkan matanya beberapa kali, ia berusaha keras untuk menemukan kata tepat yang patut diucap. Saat Inu Yasha terimpit oleh berbagai bisikan atas apa yang harus ia lakukan dan katakan, tiba-tiba, iris biru kelabu gadis itu menatap tepat di matanya.

"Inu Yasha!" Teriak Kagome.

Miko modern itu segera menghamburkan diri ke depan dengan kedua tangan terulur seakan hendak meraih sesuatu. Pandangan Inu Yasha mengikuti arah yang dituju gadis itu, Kagome mencoba meraih salah satu kayu penyangga makan malam mereka, tapi urung, ia memekik kecil karena lidah api hendak menjilat jari-jemarinya.

Sedetik kemudian, pria itu baru menyadari apa yang diributkan oleh sang gadis penjelajah waktu. Namun, responsnya menemui kata terlambat. Apa yang seharusnya menjadi makan malam mereka kini telah berbaur dengan tumpukan ranting kering yang dilalap api. Berkerut. Gosong. Dan menghitam.

Sang miko dan sang hanyou lantas membuat catatan mental. Jangan pernah flirting ataupun berpikiran mesum saat memasak!

~Tsudzuku~

End notes: Prompt for the next chapter is, Daydream

The Best Damn ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang