11. De ja vu

297 43 13
                                    

Sorry for typo n happy reading,
*

Seperti kata Finn, kamar di sini sudah tidak layak huni.

Pintu berdecit keras ketika Bintang memasuki salah satu kamar yang dia pilih untuk jadi markasnya. Tidak ada kunci atau pengait apapun di belakang pintu. Sama sekali tidak memenuhi kritria keamanan.

Bintang semakin menarik nafas panjang saat melihat ke arah jendela yang retak panjang di seberang. Untung masih ada teralinya, jadi lumayan amanlah.

Bintang yakin, setelah dibersihkan, kamar ini cukup nyamanlah untuk dipakai tidur. Apalagi ternyata ada selimut lumayan tebal dari dalam lemari.

Tadinya dia mau tidur di sofa luar, tapi Fathan dan yang lain masih ada di sana. Karena khawatir ketiduran dan membuat gerakan aneh yang bisa membuka kedoknya, Bintang memutuskan cari tempat lain. Dan di sinilah dia, terbaring sambil menatap langit-langit kamar.

Dia sengaja tidak memadamkan lampu. Cuaca yang tidak bersahabat di luar membuatnya takut, ruangan yang gelap membuatnya takut, sendirian di tempat asing membuatnya takut, dan debur ombak yang terdengar dari pantai juga membuatnya ketakutan. Sendirian di tempat asing saat hujan di malam hari sangat menakutkan.

Pondok penginapan yang mereka tempati ini memang cukup memprihatinkan. Sayang sekali, tempat sebagus ini dibiarkan terbengkalai. Padahal tante Gibran bisa saja mempekerjakan orang untuk merawat tempat ini.

Kesulitan terbesarnya di sini adalah fakta bahwa entah bagaimana tidak ada air di kamar mandi. Pipa bocor, keran macet, mesin air bermasalah. Bintang tidak tahu lagi.

Lagi-lagi Bintang menarik nafas. Dia tidak habis pikir, kenapa para pria itu lebih memilih tempat ini untuk berlibur? Hei, mereka kan kelihatannya kaya raya. Tidak adakah ide liburan yang lebih ekstrem dari ini?

Pesta penyambutan untuk karyawan baru? Bintang mendengus. Orang-orang ini pasti sangat membencinya.

Bintang memaksa matanya terpejam. Usahanya lumayan berhasil. Dia tidur beberapa jam, namun terbangun saat terdengar bunyi krasak-krusuk di jendela.

Bintang terkejut. Dia spontan bangkit sambil menahan nafas. Yang pertama kali dia pikirkan adalah apakah ada seseorang di balik jendela itu?

Di luar sedang hujan lebat disertai angin kencang, Bintang bahkan merasakan tampias air yang masuk dari lubang ventilasi. Parahnya, sedang ada pemadaman listrik juga di daerah ini. Lengkap sudah.

Jangan panik, Bintang menenangkan dirinya sambil kembali menajamkan pendengar. Suara yang dia dengar tadi ternyata adalah bunyi gesekan ranting pohon yang tumbuh di samping jendela.

Di langit, guntur mulai terdengar bersahut-sahutan. Awalnya hanya sesekali, tapi semakin lama, semakin sering terdengar bahkan disertai kilat yang seolah membela langit.

Bagi Bintang, pohon di samping jendela itu tampak bergerak-gerak menyerupai monster menakutkan saat ada kilat. Langit seolah sedang berusaha memperlihatkan kekuasaannya pada malam. Langit tampak sedang murka pada bumi.

Bintang menarik lututnya semakin merapat ke dada. Bintang sangat takut. Suara apapun akan memacu jantungnya untuk bekerja ekstra.

"Siapa?"

Indera pendengarannya pasti sensitif sekali. Meski suara hujan belum berhenti, Bintang mendengar pintunya berdecit. Dia tidak tahu ini pertanda baik atau tidak. Namun, kehadiran siapaun itu membuatnya sedikit lega. Meskipun ternyata yang masuk adalah malaikat maut, dia masih tetap akan senang karena itu berarti dia tidak sendiri di sini.

"S-siapa?" ulang Bintang ketakutan. Meskipun beberapa detik lalu dia meyakinkan diri bahwa siapa pun itu tidak masalah, ternyata tetap menakutkan jika tidak mengetahui apa-apa. "J-jangan bergerak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang