Sebuaah Awal

592 6 0
                                    

Hari dengan langit yang biru dan udara yang menyejukkan akan menjadi saksi untuk lahirnya seorang sarjana baru yang akan menambah daftar pengangguran di negeri ini. Hari wisuda seorang wanita muda yang sangat bersemangat meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswi dan menyandang sebuah gelar.

Di sebuah rumah yang sederhana dan terasa hangat, terlihat seorang wanita dewasa di umur 22 tahun. Wanita itu menggunakan kebaya toska yang sangat cantik dan serasi dengan kulit eksotiknya dipadukan dengan kain batik. Tak lupa dengan pakaian kebesaran seseorang yang akan menamatkan pendidikan di universitas. Wanita ini terlihat sangat anggun dan cantik, senyum yang tak pernah ditinggalkan dari bibirnya yang manis.

"Bu, buruan tar telat. Musti kumpul di hall 1 jam sebelum acara dimulai ni." Tangannya tak henti merapikan toga di kepalanya.

"Iya! Sabar dong. Bapak buruan Pak! " Tak kalah repotnya dengan sang anak.

"Selamat ya nak akhirnya kamu menjadi sarjana. Sesuai dengan apa yang kami impikan buat masa depan mu yang cerah Arimbi. " Sang bapak tersenyum bangga pada anaknya yang akan diwisuda dan mendapatkan gelar sarjana  di belakang nama anaknya. Arimbi Nugraeni, ST.

Arimbi Nugraeni, ST adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Seto dan Ibu Retno. Arimbi memiliki seorang adik laki-laki Arya Prabakesa dan seorang adik perempuan Aruna Nugraeni keturunan Jawa yang tinggal di Jakarta. Arimbi adalah wanita yang ceria dan ramah, selalu mementingkan perasaan dari pada logika.

----

Sudah tiga tahun setelah peristiwa yang membanggakan untuk kedua orang tuanya, Arimbi masih saja belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan ijasahnya. Berkali-kali dia melamar pekerjaan, posisi yang ditawarkan perusahan kepadanya tetap tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya. Namun orang tuanya selalu menginginkan anaknya menjadi seorang yang hebat di dunia teknologi yang semakin maju saat ini.

Sebetulnya usia Arimbi baru menginjak 25 tahun dan memiliki penghasilan tidak kalah besar dari para karyawan kantoran karena bisnis onlinenya yang dirintis sejak ia dibangku kuliah bersama temannya. Walaupun demikian Arimbi tetap mencari pekerjaan yang diinginkan orang tuanya.

"Arimbi mau sampe kapan kamu jualan kaya begitu? terus apa bedanya kamu sama bapak? sama ibu? kamu itu disekolahin tinggi biar gak sama kaya bapak ibu mu. Udah nyerah po kamu tu? minta dinikahin aja gitu?" tanya bapak pada Arimbi saat bertemu pagi hari di minggu yang cerah dengan kicauan burung tak lupa sinar matahari yang hangat.

"Cari kerja sekarang susah pak. Yang pentingkan Arimbi udah punya penghasilan sendiri." Kata Arimbi dengan tersenyum sambil mengaduk-aduk masakannya antusias. Tanpa disadari pertanyaannya malah membuat sang bapak tersulut emosi.

"Oooooh... jadi bener to kamu minta dicariin jodoh?! Disuruh cari kerjaan yang bener malah minta di kawinin.!" Kali ini bapak malah menjawab dengan nanda sedikit tinggi. Arimbi terkejut dengan reaksi bapaknya yang tak disangka.

"Liat tu bu kelakukan anak mu kaya gitu. Udah tak sekolahin tinggi-tinggi malah cuma jualan. Minta dikawinin lagi! " Kemudian pergi meninggalkan ruang meja makan yang bersebrangan dengan dapur tempat Arimbi mengaduk-aduk masakannya.

"Maksud Arimbi gak gitu pak." Arimbi cepat-cepat menjelaskan namun terlambat karna bapaknya sudah terlanjur marah padanya.

Arimbi menarik nafas berat terasa seakan udara sudah habis karena mendengan perkataan bapaknya.

"Bapak jadi marah to. Kamu tu kalo dibilangin bapak jawabnya yang bener jangan kaya begitu dong. Ibu sama bapak cuma mau yang terbaik buat kamu nak." Nasehat ibu yang diakhiri dengan senyuman. Saat itu ibunya juga sedang membuat adonan untuk kue barunya.

"Arimbi gak habis pikir deh bu sama bapak. Arimbi udah nyaman kok jadi bisnis women. Penghasilan juga udah sama dari karyawan yang pulang malem pergi pagi buta atao malah nginep di kantor. Arimbi gak suka kerja kaya gitu bu." kali ini dengan sedikit menjelaskan pada ibunya dengan nada yang disabar-sabarkan, bosan dengan perdebatan yang selalu tidak pernah selesai karena tidak pernah diselesaikan oleh salah satu pihak. Akhirnya masakannya telah siap untuk di tuang ke wadah.

"Seenggaknya sesuai dengan ijasah mu to nduk. Sebentar lagi kamu udah 26 umarnya. Susah loh cari kerja umur segitu. Apalagi gak ada pengalaman yang sebidang sama ijasahmu." Ibu mencoba menyadarkan anaknya sambil sibuk menyiapkan adonannya untuk dipanggang.

"Ibu juga tau dari dulu aku gak pernah suka kuliah dijurusan itu." kepalanya ditundukkan untuk menutupi wajah yang kecewa sambil membersihkan tangannya dengan serbet.

Itu adalah percakapan terakhir antara bapak, ibu dan Arimbi mengenai pekerjaan yang didambakan bapaknya. Karena setelah percakapan di pagi hari itu. Arimbi memutuskan untuk berhenti mencari pekerjaan yang tidak diinginkannya dan tetap menjalankan bisnis onlinenya.

---

Ternyata bapaknya sungguh-sungguh akan menjodohkan Arimbi dengan keponakan pelanggannya karena diusianya yang sudah 26 tahun dirasa belum mampu untuk hidup mapan. Arimbi belum juga mendapat pekerjaan yang mapan dengan penghasilan tetap dan masa tua terjamin. Hem, kehidupan yang selalu didambakan sang orang tua untuk anaknya. Arimbi pun kali ini tidak dapat menolak karena merasa hanya dengan cara ini bapaknya tidak akan lagi menyuruhnya mencari pekerjaan yang tidak diinginkannya.

"Kali ini kamu gak bisa nolak lagi Arimbi. Bapak sama Ibu udah nyariin jodoh buat kamu, biar hidup kamu nanti layak gak kaya hidup bapak mu sama ibumu ini. Cuma jadi tukang ketering." ditatapnya anak tertuanya yang baru saja turun dari lantai dua rumahnya di ruang keluarga.

"Bapak gak mau anak bapak juga ngerasain apa yang bapak ibu mu rasain."

Sebetulnya kehidupun keluarga Arimbi tidak lah buruk. Keluarga ini memeliki usaha ketring yang telah dijalani selama hampir 12 tahun. Namun sebelum memulai usaha ketring keluarga Arimbi hanya mengandalakan keuangan hasil ibunya berjualan kue. Sedangkan bapaknya hanya memiliki keahlian melukis yang tidak bisa dilanjutkan lagi karena tangannya yang sudah tak mampu memegang kuas untuk melukis.

Bapak Arimbi adalah seorang seniman yang hebat. Dia menekuni hobinya dengan serius karena dia mengambil jurusan seni rupa saat sekolah menegah kejuruan dan dilanjutkan dengan mengambil jurusan seni lukis saat masuk di universitas seni di Yogjakarta. Ya, Bapak Arimbi berasal dari Yogyakarta dan pindah ke Jakarta saat dia tak bisa melukis lagi. Hal ini sangat menyakitkan untuk keluarga Arimbi karena penghasilannya hanya tergantung pada lukisan yang dibuat oleh bapak Arimbi.

"Pak kasi kesempatan dong buat Arimbi cari jodoh sendiri." Arimbi duduk di seberang bapaknya yang telah ada sejak tadi di ruang tengah.

"Mau model kaya apa jodoh yang mau kamu cari sendiri? nanti malah gak bener kaya kerjaan kamu sekarang." celetuk bapak membuat hati Arimbi sedikit sakit. Sudah tak ada lagi kah kepercayaan dari bapaknya. Lalu bukankah dia sudah besar dan dia sudah mampu memilih jodohnya sendiri yang sesuai dengan kriteriannya.

"Bapak udah gak percaya lagi sama kamu Arimbi. Bapak gak mau kamu dapat suami yang gak bertanggung jawab sama anak istrinya nanti! " Seakan bapak bisa menjawab pertanyaan Arimbi yang terlotar dalam hatinya. Arimbi menatap bapaknya mencari jawabannya.

"Arimbi, bapak cuma gak mau nasip kamu kaya bapak. itu aja gak lebih." suara bapak terdengan lebih tenang dan tegas. "Minggu depan langganan bapak yang dari bintaro tante Maya sama keponakannya si Ganendra mau dateng ke sini silahturahmi katanya. kamu kalo malem juga gak keluar to?"

"Secepet itu ya Pak? Arimbi gak janji bisa langsung setuju sama pilihan bapak." nada suara Arimbi bergetar karena dia tau ayahnya sangat kecewa karena dia belum bisa membuat bapaknya merasa bangga padanya.

"Yang penting kamu kenalan dulu saja sama orangnya. Dia baik udah mapan. Bapak yakin kamu pasti langsung naksir sama dia."

"Maaf Arimbi belum bisa bikin bapak bangga."

Saat ini bapak tersenyum pada Arimbi. 

Sebuah awal untuk masa depan Arimbi baru akan terukir, entah akan membentuk ukiran yang sederhana dan menghasilkan ukiran indah atau ukiran rumit. Yang Arimbi lakukan hanyalah mengikuti sebuah arus tanpa dapat melawannya. 

Pada AkhirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang