Prolog: Herin

185 27 2
                                    

please kindly listen to the attachment media while you reading✨

Herin's Theme: Uji (유지) - Star Drawing

***

Matahari hampir mencapai ufuk barat ketika gadis itu melangkahkan kaki keluar dari gedung sekolah. Ia mengangkat kedua tangannya ke udara untuk meregangkan seluruh otot-otot lelah di tubuhnya sejenak sebelum kemudian melanjutkan melangkah. Kini ia telah berada di tengah-tengah kerumunan riuh murid-murid yang berseragam sama dengannya menuju pintu gerbang.

"Herin Seo!"

Gadis itu menoleh. Ia menghentikan langkah lalu tersenyum dan melambaikan tangan pada teman gadisnya yang kini sedang berlari ke arahnya.

"Jangan lari, nanti jatuh!" Herin memperingatkan sesaat sebelum temannya tiba dengan napas tersengal. Kemudian mereka berdua tertawa.

"Ayo jalan lagi!" ajak gadis yang mengenakan nametag di seragamnya bertuliskan Kim Sungkyung.

Herin mengangguk lalu kembali berjalan—menyejajari langkah kaki Sungkyung.

"Hari ini kau pulang sendiri?" tanya Sungkyung pada temannya yang baru dua hari mereka saling kenal itu.

"Iya. Kemarin Ayah masih mengurus barang-barang kepindahan kami, jadi masih libur dan bisa menjemputku. Sekarang beliau sudah aktif bekerja lagi," terang Herin.

Sungkyung menyimak cara berbicara Herin yang lucu sembari menahan tawa.

"Ke-kenapa?" tanya Herin bingung.

"Hehe tidak apa-apa! Bahasa Korea-mu bagus meski kau hidup di Manchester selama sepuluh tahun, hebat!" seru Sungkyung. "Ayahmu pasti orang yang sibuk ya,"

"Ya, begitulah. Ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan di sini, jadi kami sekeluarga pindah kembali lagi ke Korea setelah sekian lama," Herin menghela napas sebentar sebelum melanjutkan. "Tapi aku yakin bahasa Korea-ku masih terdengar aneh kan? Aku terlalu formal, ya?"

"Tidak kok! Aku justru suka caramu berbicara. Serius!"

Herin tertawa mendengar jawaban Sungkyung, menampilkan dengan jelas lesung pipit di kedua pipinya yang merona merah jambu akibat tersipu. Mereka pun kembali asyik mengobrol dan bercanda tentang sekolah hari ini hingga tak terasa kedua kaki mereka telah melangkah keluar dari gerbang sekolah—berdiri di pinggir jalan raya yang penuh sesak dengan murid-murid lain.

"Kau akan naik bus kan?" tanya Sungkyung sebelum melanjutkan langkahnya menyeberang jalan menuju halte.

"Tidak, aku akan menggunakan kereta. Stasiunnya yang di sebelah sana," tangan kiri Herin menunjuk sebuah stasiun bawah tanah yang berada di sisi kiri gedung sekolah dan berjarak beberapa puluh meter dari tempatnya berdiri.

"Yaaah baiklah," ujar Sungkyung sedikit kecewa mengetahui mereka tidak bisa pulang bersama. Kemudian tak sengaja matanya menangkap pemandangan segerombolan anak lelaki yang sibuk bergurau berjalan menuju arah keluar gerbang sesaat sebelum ia mendekatkan wajahnya ke telinga Herin. Herin mengikuti arah mata Sungkyung yang memandang ke arah mereka.

"Hati-hati di jalan ya, Herin! Kalau kau di jalan bertemu mereka, abaikan saja!"

Herin masih mencerna perkataan Sungkyung namun gadis itu telah beranjak pergi, berlari menyeberangi jalan menuju bus yang telah menanti di halte. Matanya kembali melihat ke arah gerombolan lelaki itu dan menggelengkan kepalanya. Ah, paling hanya anak-anak usil biasa. Sampai berani macam-macam padanya, Herin tinggal menggunakan kemampuan beladiri taekwondo yang ia diam-diam kuasai.

Gadis itu kemudian melanjutkan langkah kakinya, berjalan di bawah rimbunan pohon bunga sakura yang bunganya mulai sedikit berguguran. Ia mengamati seluruh pemandangan yang ia lewati dengan kagum lalu merasa sedih mengetahui musim semi akan segera berlalu. Padahal, musim semi di Korea adalah hal terbaik yang selalu ia nanti-nanti saat pulang dari Manchester.

Tenggelam dalam pikirannya, Herin hampir lupa pada gerombolan anak lelaki tadi. Ia segera menolehkan kepala ke arah jalan raya di sebelah kanannya—seolah-olah sedang melihat kendaraan yang berlalu-lalang—padahal diam-diam ia melihat ke belakang untuk memastikan apakah mereka mengikutinya atau tidak.

Herin cukup lega ketika mengetahui hanya ada seorang pemuda yang berjalan beberapa langkah jauh di belakangnya. Pemuda itu mengenakan headphone di telinga dan kedua tangannya terlihat sibuk memainkan gadget. Gurat wajahnya terlihat dingin dan tak acuh meski rupawan. Ah, Herin teringat sang pemuda baru hari ini datang ke sekolah dan duduk di pojok belakang kelas. Sepenglihatanya juga pemuda ini tidak banyak bersuara seperti teman-teman usilnya yang lain.

Menganggap bukan ancaman, Herin kembali membalikkan pandangannya ke depan dan melangkah dengan riang seolah ia merasakan hidupnya di Seoul akan sangat menyenangkan.

***

Continue reading;
Prolog: Mark

⬇⬇⬇

Long Ride; Mark ft. HerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang