Kampung Padi

22 1 0
                                    


Akhir – akhir ini, kelabu menggelayuti hari – hari Gatot. Badannya yang kurus tinggi menjulang hampir 195cm seakan membungkuk, seperti membawa beban yang sangat berat di punggungnya. Wajahnya yang biasanya ceria, sekarang terlihat jutaan keriput seperti orang tua.

Menduduki tingkatan terakhir di masa sekolah memang sedikit rumit keadaannya. Harus di putuskan apakah akan melanjutkan pendidikan berikutnya atau segera bekerja, terkadang beberapa nasib belum pasti, mempunyai uang namun belum di terima di universitas terbaik manapun, mempunyai kemampuan tetapi tak punya uang untuk biaya selanjutnya. Dan repotnya jika tidak mempunyai keduannya.

Dor...

Bewa mengagetkan sahabatnya, kangen rasanya sudah seminggu ini tak bisa bersenda gura bersama, dikarenakan sakit cacar, tetapi yang di kagetkan hanya berlalu sendu.

Raut tanda tanya terpampang jelas di wajah Bewa, apa yang terjadi dengan sahabatnya selama di tinggal seminggu olehnya?

Sayangnya Gatot si jangkung itu tak dekat dengan siapapun, dia terlalu minder dengan tingginya yang terlalu berlebihan itu, sehingga tak ingin lebih berinteraksi jauh dengan teman – teman lainnya.

Hanya Bewa yang mampu bersahabat dengan Gatot. Sebagai anak baru pindahan dari kota besar Bewa sangat supel dan ramah, melihat Gatot yang selalu sendiri, membuat Bewa perlahan mendekatinya dan akhirnya mereka bersahabat.

Dengan memberanikan diri, Bewa mengikuti Gatot sampai dengan rumahnya, walaupun sudah berteman akrab selama setahun, tak pernah sekalipun Gatot memperbolehkan Bewa main ke rumahnya.

"Wah, rumahmu keren!" seru Bewa spontan ketika sampai depan rumah Gatot, sang empu rumah pun tak kalah terkejut.

"Ngapain kamu disini?" Gatot mengehalangi jarak pandang Bewa.

"Mau maen. Hehehe." Jawab Bewa polos sambil menggaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal.

Dari rumah terdengar suara berat namun ramah menyambut Bewa, mengajak masuk, tanpa ragu – ragu Bewa mendahului si empunya rumah yang masih terkejut.

Keluarga Gatot adalah seniman daerah, bapaknya adalah dalang1 sekaligus pembuat wayang2, ibunya penyinden3, sedangkan beberapa om dan tante Gatot adalah pemain wayang orang4 keluarga yang sudah turun menurun.

Dengan ramah seluruh keluarga besar Gatot yang memang tinggal satu rumah menjamu tamunya dengan baik, malahan di ajarkan pula beberapa bahasa jawa, cara membuat wayang, dan mempersiapkan penampilan wayang orang untuk nanti malam.

Bewa yang tak pernah mendapatkan ini semua tentu saja sangat tertarik dan menikmati, melewatkan begitu saja wajah Gatot yang makin kelabu.

Tanpa sadar hari sudah menjelang malam, keluarga Gatot bersiap diri untuk pentasnya di acara nikahan tak jauh dari desanya. Walaupun masih berseragam, Bewa tanpa segan ikut membantu.

"Gatot, kamu mesti meniru Nak Bewa ini, muda dan bersemangat, jangan cemberut dan ngambek terus." Kata bapak Gatot sambil memukul pelan pundak Bewa, Bewa tertawa kecil senang. Gatot semakin merungut.

Karena kurang persiapan jika ingin ikut nampil, Bewa hanya menonton saja di depan panggung dengan antusias,

Hari sudah larut, namun penonton makin padat. Bewa masih asik menonton pertunjukan sambil berkali - kali tertawa dan bertepuk tangan walaupun tak tahu artinya, karena semua menggunakan bahasa jawa, dia hanya menangkap dari mimik wajah dan gerakan tubuh.

"Besok kamu nggak sekolah?" tanya Gatot, tiba – tiba di sebelahnya.

"Sekolahlah. Emang besok ada libur apaan?" tanya Bewa tanpa sedikitpun menoleh.

Kampung PadiWhere stories live. Discover now