[Delapan]

3.2K 532 18
                                    

Disarankan vote sebelum membaca dan comment setelah membaca ya.

---

Mark menggenggam erat lengan Yeri. Perhatiannya kini terbagi pada cewek bersurai hitam. Bukan maksud ia seperti itu, hanya saja betapa pengecutnya dia jika membiarkan teman perempuannya ketakutan.

Sepele, tapi dengan ini Yeri merasa terlindungi.

Muda-mudi itu berlari, sesekali mengendap-endap kemudian bersembunyi. Mark yang mengambil komando, Yeri hanya sebagai pengikut setia. Tak banyak yang bisa dilakukan sekarang, selain mengikuti jalur denah dan keluar dari bangunan ini.

Yeri berhenti berjalan, membuat Mark menoleh seketika. Tanpa bertanya, mark mengikuti arah tatap Yeri dan menemukan sebuah papan tinggi yang membentuk salib di tanah kosong dekat mereka berdua.

Tiang itu berdiri kokoh disana, tepat ditengah-tengah dan jika dilihat seksama ada tali yang melingkari setiap ujungnya. Entah sengaja di desain demikian, atau apapun alasannya Mark tak ingin ikut campur.

Ya mungkin untuk sebagian penikmat seni, karya tersebut mempunyai makna tersendiri.

"Mark tunggu,"

Cowok itu kembali menoleh.

"Ngerasa gak sih kita cuman muter-muter ditempat yang sama?"

Yeri diam melihat sekeliling. "Ruangan itu, bukannya ruangan kita pertama bangun tadi? Tanah kosong nya juga, ngerasa gak sih Mark tempat ini gak ada pintu keluar?"

Mark terdiam beberapa detik, dalam hati cowok itu membenarkan perkataan Yeri. Bodoh sekali, kenapa ia tak sadar dari tadi?

"Terus gimana?" hanya itu yang bisa ia katakan. Demi tuhan, Mark sama bingungnya.

Yeri menghela nafas.

"Kita kesana," Cewek itu menunjuk tanah kosong tadi.

Seketika Mark mengerutkan dahi.

Lihatlah tanah kosong itu, tak ada hal berharga apapun disana selain tiang misterius dan ilalang-ilalang yang sudah setinggi badan. Tapi Yeri menunjukan wajah tak ingin dibantah. Kini terbalik, cewek itu yang menarik tubuhnya.


Ada jeritan membelah hawa dingin yang menggigit. Keduanya berjalan bersampingan, sesekali Mark menyorot lampu petromak ke sembarang arah guna memastikan keadaan.

Tidak ada apapun. Hanya rumput-rumput liar yang kini membuat betis nya gatal-gatal.

Namun bagaimanapun juga, jeritan itu terdengar pilu.

Mark benci mengakui kalau sekarang langkah kaki nya semakin cepat. Dan berbanding terbalik dengan itu, langkah Yeri malah melambat.

Benar-benar melambat sampai akhirnya berhenti ditengah-tengah semak belukar.

"Yer,"

Acuh. Tak ada jawaban apapun yang terlontar dari mulut Yeri. Cewek itu seakan punya fokus nya tersendiri. Bisa terlihat jelas tangan gemetar itu menyorot lampu petromak ke berbagai arah.

Tiba-tiba angin berhembus, menyapa ilalang-ilalang hingga sampai ke rongga hidung pemuda yang tengah berdiri kaku. Bau misterius... Bau bangkai, bau kematian.

Mark menelan ludah dan itu dilakukan tanpa sengaja. Lirikan mata Yeri lah yang memaksa tengggorokannya bereaksi.

"Y-yer lo gapapa?"

Hospital Games [ 99Line ] New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang