Bijaklah dalam membaca. Berimajinasilah sesuai dengan yang kalian pikirkan dan jangan kaitkan hal-hal di dalam cerita saya dengan hal-hal di luar sana. Karena segala kejadian yang ada di cerita ini hanyalah
FIKTIF BELAKA!Benda pipih yang kugenggam tak henti-hentinya diterjang tatapan kedua mata. Ibu jari kanan maupun kiri, bergantian menekan pelan layar. Terkadang, pandangan menoleh keluar jendela menatap sekilas keadaan luar lalu kembali lagi fokus dengan apa yang ada di genggaman. Ponsel pintar memang candu, apalagi dikalangan anak muda sepertiku.
Aku tak hanya memusatkan perhatian dengan mengetik atau menggulir, melainkan selalu melihat atas layar ponsel untuk mengetahui waktu. Rupanya sudah satu jam lebih kami terjebak macet. Gawat! Bisa-bisa tidak kebagian benda langka itu.
Memang benar kalau insting seorang ibu itu tepat. "Cuma nengok di kaca aja, Mama tahu kamu lagi panik. Sabar, sebentar lagi sampai. Kamu nggak akan kehabisan. Percaya, deh."
Mendengar itu, jelas mataku menoleh cepat menatap kaca spion dalam mobil dan pandangan saling bertemu. Tak lama wanita hebat yang sudah melahirkan satu anak cantik dan satu tampan, menoleh ke arahku sembari tersenyum. Lalu, di balik kemudi mobil, suara bass keluar dari mulutnya. "Dari SMP sampai sudah masuk kuliah, nggak ada bosennya. Makin gede kirain makin dewasa, ternyata makin bucin. Bucinnya sama yang nggak bisa digapai pula."
Kata-katanya menohok. Harusnya kecewa, tapi malah tertawa. Kami tertawa bersamaan di tengah kepadatan jalan raya. Aku sudah bebal, lagi pula perkataan itu aku mengakuinya agar otak yang hampir hilang kewarasannya kembali sadar. Jika smartphone adalah alkohol, mengidolakan pria-pria Negri Ginseng adalah kokain.
"Bucin itu apa, sih?" Suara mungil dari si paling kecil tercetus bertanya.
Tolehan wajah ke arahnya menatap muka bulat polosnya, "kepo...." Jawabku singkat sembari menjulurkan lidah mengejek. Rupanya adikku sedikit ngambek, mainan super hero di genggaman dimainkannya dengan tatapan marah. Lucunya, pipi gembul miliknya makin mengembang jika ia sedang kesal.
Getaran ponsel di tangan kanan mengubah atensi dan langsung menatap layar. Bersamaan dengan itu, kedua benda pipih milik orangtuaku berbunyi kencang seperti alarm dipagi hari. Tanda bahaya muncul diketiga ponsel kami.
Berbahaya! Keadaan luar sedang tidak kondusif. Semua warga diharapkan untuk tidak keluar dari dalam rumah. Jika terlanjur berada di luar, harap segera menemukan tempat untuk berlindung. Berhati-hatilah!
Pesan tersebut muncul, ketika tanda bahaya menghilang dari layar.
Mobil dengan asal dikemudikan, klakson tiada henti ditekan. Tak hanya kendaraan kami saja, tapi yang lainnya saling menghantam kendaraan depan demi keluar dari kepadatan jalan juga kegilaan yang muncul setelah peringatan pesan bahaya dikeluarkan. Bisa dirasakan, kami berempat begitu panik dengan apa yang terjadi. Terlebih kepada si kecil yang berada dipelukanku, ia menangis deras karena Papa yang mengemudi seperti orang tak waras. Dalam hati, semoga kami selamat. Masa bodo dengan album idola yang sudah aku nanti-nantikan dari satu minggu lalu, keselamatan kami adalah paling utama saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Kelam [On Going]
ActionKehidupan yang normal, berbalik menjadi suram. Dunia yang tadinya baik-baik saja sekarang menjadi kelam. Bertahan hidup adalah jalan satu-satunya. Hidup seakan seperti permainan dalam game horror. Membunuh mereka yang liar adalah cara bertahan untuk...