"Kamu tau, cangkir pemberiaan ibuku itulah yang mempertemukan kita. Aku yakin, dalam cangkir itu terselebung doa ibuku agar aku segera menemukan jodoh."
─Panji Yudhistira
Suasana desa pagi ini sungguh bersahabat. Sinar mentari cukup hangat menyambut setiap makhluk yang bangun pukul enam pagi ini. Embun-embun juga cukup menyejukan kaki-kaki yang pagi ini sedang berjalan diantara rerumputan. Kicauan burung seakan menjadi instrumen bagi perempuan-perempuan yang sedang mencuci bajunya di sungai sambil bersenandung. Salah satu perempuan yang sedang bersenandung itu bernama Lara.
Kulitnya kuning langsat, dipadukan dengan rambut hitam pekat yang panjangnya hanya sebahu. Rambutnya selalu dikuncir ekor kuda. Jarang sekali dikelung ataupun diurai. Ia berbeda dengan para perempuan lainnya. Umurnya sudah meginjak 21 tahun, namun ia belum menikah. Adiknya saja yang berumur 18 tahun, sudah memiliki dua momongan. Sedangkan perempuan sebayanya, rata-rata sudah bertunangan, atau setidaknya sudah memiliki kekasih. Setiap kali ditanya tentang kekasih, ia hanya tertawa kecil.
Lara tinggal seorang diri di rumahnya. Rumahnnya tidak besar. Hanya ada satu kamar yang berada di sebelah timur. Di dalamnya hanya ada satu ranjang, satu lemari pakaian yang terbuat dari kayu dan tidak terlalu besar, serta satu meja untuk bersolek yang cerminnya sudah hampir buram. Dapurnya jadi satu dengan ruangan bertamu. Hanya ada satu jamban di belakang rumahnya. Lara biasanya mandi di sungai bersama dengan para perempuan lainnya. Jadwal mandi pagi mereka tiap pukul tujuh, dan mandi sore pukul tiga.
***
Lain rasanya desa dengan kota. Desa memiliki gunung yang menjulang tinggi menyentuh langit. Sedangkan kota memiliki gedung yang berdiri tegap hingga menyentuh langit. Setiap malam, lampu-lampu jalan dan lampu-lampu gedung akan menemani sepinya para manusia yang bekerja lembur maupun pasangan-pasangan yang sedang bercinta. Lampu-lampu tersebut juga setia menemani seorang pria yang rutin bermalam di sebuah kedai kopi. Entah apa yang dilakukannya bersama laptop hitam kekasihnya.
Pria itu berkulit sawo matang. Rambutnya agak ikal. Sepertinya sengaja tidak dipotong. Panjang rambutnya sudah sampai di bawah telinga. Jadi ingat masa-masa SMA. Jika rambut sudah sepanjang itu, tangan Pak Dodi akan lihai menyulap rambut itu hingga hilang tak berbekas. Kira-kira 180 cm tinggi pria ini. Ukuran sepatu? Mungkin 41. Setiap pukul delapan malam, ia selalu datang ke kedai kopi yang terletak di sudut kota sambil menjinjing tas laptopnya yang berwarna biru. Mungkin para pelayan yang mendapat jatah tugas malam sudah hafal betul dengannya. Ia selalu duduk di pojok sebelah kanan, dan yang dipesan adalah cappuccino.
Malam ini sangat lucu. Pria ini memesan cappuccino seperti biasanya, namun yang membuat beda adalah ia membawa cangkir sendiri. Konyolnya, ia meminta cappuccino itu dihidangkan di dalam cangkir itu. Para pelayan sedari tadi menertawakan cangkir pria itu. Pasalnya, terlukis tulisan kaligrafi di cangkir itu, yang notabene adalah namanya. "Panji Yudhistira".
Seorang pelayan wanita mengantarkan pesanan Panji. Meletakkan cangkir yang bertuliskan Panji Yudhistira itu di atas meja dengan hati-hati. Sebelum meninggalkan meja Panji, ia tersenyum. Manis. Rambutnya yang dikuncir ekor kuda sungguh memikat pandangan Panji. Lengkuk tubuhnya yang indah membuat mata Panji tidak bergerak ke arah lain selain lengkuk tubuh pelayan wanita itu.
Tepat pukul dua pagi, Panji beranjak dari tempat duduknya. Ia menutup laptopnya dan memasukan ke dalam tas laptopnya. Ia berjalan ke arah kasir dan membayar pesanannya. Sebelum ia berhasil mencapai pintu keluar, pandangannya kembali tertarik oleh pelayan wanita yang tadi mengantarkan pesanannya. Panji menghentika langkahnya, juga langkah wanita itu. Diambilnya secarik kertas serta pena. Ditanyanya nomor telepon pelayan wanita itu dan dicatatnya pada secarik kertas tadi. Tak lupa dilemparkan senyum termanisnya kepada pelayan wanita itu. Setelahnya, ia beranjak pergi meninggalkan kedai itu sambil senyum-senyum sendiri bak orang habis tertimpa uang satu milyar.
***
Dibenahinya sebentarkunciran rambutnya sebelum ia kembali membereskan meja para pelanggan yangsudah pergi 10 menit yang lalu. Ia berjalan menuju meja nomor delapan.Diambilnya piring serta cangkir yang terletak di atas meja itu. Diletakannya diatas nampan yang ia bawa dan ia mulai mengelap meja tersebut hingga bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
r(asa)
RomancePanji seorang traveler yang sudah hampir tiga tahun menjalin kisah asmara bersama Indah yang notabene seorang barista. Namun apa jadinya jika ia bertemu dengan seorang gadis yang memiliki kisah hidup pilu bernama Lara. Bukan kisah hidupnya yang memb...