Kantin di saat jam makan siang seperti ini, benar-benar menjadi tempat paling laris. Bagaimana tidak, semua mahasiswa dan mahasiswi yang sudah kelaparan itu berbondong-bondong ke sana, hanya untuk memenuhi tuntunan dari cacing-cacing di perut mereka.
Di bagian tengah meja kantin itu, lima orang laki-laki yang selalu menjadi idola para kaum hawa itu tengah duduk, bercakap-cakap, dan menyantap makan siang mereka. Terkadang dengan guyonan yang tidak aka nada seorang pun tahu, kecuali para kaum adam yang penuh rasa ingin tahu.
"Kau benar-benar gila! Sekali pun emosi, kamu masih tetap menikmatinya?!" Jimmy salah satu sahabat Patrcik, menatap sahabatnya itu tidak percaya.
"Jelas. Bagaimana tidak? Dia yang memulainya dan memberikanku izin untuk itu," ujar Patrick tampak tidak bersalah.
"Lalu bagaimana rasanya, Pat?" Alex yang sudah terpancing rasa penasaran bertanya lebih lanjut.
Patrick tersenyum licik melihat antusias teman-temannya. "Aku tidak yakin, kalian akan bertahan mendengarnya."
"Apa susahnya hanya untuk menceritkan yang terjadi antara kalian semalam, Pat?" tambah Virgo, tidak sabar.
Patrick tertawa senang mendengarnya. "Aku nggak yakin apa yang digunakannya tapi kalian tahu. Dia memiliki..."
"Hentikan, Pat!"
Seketika Patrick dan ketiga sahabatnya yang lain menatap sumber suara yang menghentikan kesenangan mereka itu.
Patrick tersenyum sinis. Dia melipat tangannya di atas meja dan menatap Tio tajam. Sahabatnya yang satu ini memang selalu tampak tidak menyukainya.
"Kenapa? Karena kau menyukainya?" tanya Patrick yang berhasil membuat ketiga sahabatnya yang lainnya menatap keduanya bergantian tidak percaya.
"Aku hanya tidak suka kau membeberkan apa yang kau lakukan pada perempuan-perempuan itu, Patrick. Itu sama saja kau menginjak-injak harga diri mereka," ucapannya yang pelan dan tegas membuat Patrick sadar, ada sesuatu yang lain pada diri sahabatnya ini. Mereka sama. Mereka berlima tidak ada bedanya. Dan pasti ada sesatu yang membuat Tio begitu marah padanya ketika berusaha untuk menceritkan malamnya bersama dengan Meriana.
"Jika itu maumu, baiklah," ucap Patrick mengalah. Bukan tanp alasan, Tio adalah sahabat pertamanya, bahkan sebelum dia mengenal ketiga sahabatnya yang lain. Namun dia pun tidak bisa membiarkan ketiganya menganggapnya lemah pada permintaan sahabat terbaiknya itu. "Aku pun akan memberikannya padamu, jika kau menginginkannya."
"Patrick!"
Tawa keempatnya tidak membuat Tio meredakan kekesalannya. Bagaimana tidak, dia sudah berharap sahabatnya akan menurutinya dengan tulus tapi sepertinya dia harus selalu berhati-hati pada semua ucapan Patrick.
"Aku perlu beli minum. Ada yang mau?" tanyanya. Namun keempatnya hanya menggeleng dan kembali menertawakan Tio. Tio berusaha untuk tetap sabar.
Sebelum Patrick meninggalkan tempatnya dia menepuk pundak Tio.
Patrick menegakkan tubuhnya sebelum akhirnya dia meninggalkan tempatnya dan membalikkan tubuhnya untuk menuju tempatnya membeli minuman. Namun sayang gerakannya yang begitu tiba-tiba membuat seseorang menabrak tubuh tingginya dan menumpahkan semua isi nampannya pada kaos biru dongker Patrick.
"Shit!" geramannya berhasil menyita seluruh perhatian penghubi kantin.
Patrick mengangkat tangannya dan menatap seluruh kaos dan sebagian celana jinsnya yang kotor karena sup yang baru saja jatuh ke seluruh pakaiannya.
"Damn! What are you doing?! Dimana matamu, ha?!" ujarnya kesal. Dia sedikit menunduk dan baru menyadari bahwa seorang gadis bertubuh kecil baru saja menabraknya.
YOU ARE READING
LETICIA
RomanceKisah perjalanan hidup Leticia tentang menemukan kebahagiaan sejati.