🍃2🍃

20.3K 2K 68
                                    

Yasa tak henti-hentinya memperhatikan gerbang kampus yang sebenarnya cukup jauh dari tempatnya berdiri.
Secara normal, dari tempat sejauh itu, tak mungkin Yasa bisa mengenali siapaun yang melangkah melewati gerbang tersebut.

Tapi Kalau itu Kriti, mau dimanapun, Yasa pasti bisa mengenalinya. Entah sejak kapan, mata Yasa selalu mencari sosok Kriti saja.

Yasa melirik jam tangannya.
Jam sembilan, sudah beberapa kali Yasa mengingat Kriti tentang acara ini. Berpesan agar Kriti tak lupa atau tak terlambat datang. Pokonya sebelum jam tujuh Kriti sudah harus datang Tegas Yasa.

Yasa mulai marah tapi tak ingin ada yang tahu betapa tak enaknya suasana hatinya. Yasa panas membayangkan Kriti mengabaikannya.

Yasa malu sendiri saat mengingat dia sudah membuat Kriti lemas disetiap pertemuan mereka dua minggu terakhir ini.
Yasa membuat gairah Kriti membubung tinggi lalu menghempaskan. Yasa berjanji akan menuntaskan dan memberi Kriti kepuasaan jika Kriti Datang ke acara malam ini. Dan Kriti bersumpah kalau dia akan datang. Dan tahu-tahu mungkin Kriti lebih senang kencan dengan Si Lois.

Yasa akan sangat malu jika teman-teman nya tahu kalau objek taruhan mereka ternyata menjadi penting bagi Yasa.

Ya, Kriti hanya objek taruhan dan mainan bagi Yasa, awalnya. Namun justru Yasa nyatanya yang masih suka bermain dengan Kriti.
Jika teman-teman nya bertanya apakah Yasa sudah membobol gawang Kriti, Yasa berkelakar kalau Kriti punya pertahanan yang kuat.

Padahal Yasa tahu kalau Kriti bahkan akan rela bercinta sambil berdiri di toilet kampus dengannya asalkan Yasa memulainya.
Tapi jika Yasa memulainya makan Permainannya akan berkahir. Yasa belum bisa menjauh dari Kriti.

Yasa benar-benar menghela Nafas jengkel saat Api unggun mulai dinyalakan dan Puncak acara sudah dimulai. Itu artinya sudah mendekati tengah malam.

Yasa meremas hp disaku jaketnya. Jika dia menelpon duluan, maka Kriti pasti akan besar kepala. Tapi kalau Mengharapkan Kriti yang menelpon duluan, maka Sama saja Yasa sedang mengaharapkan mimpi menjadi kenyataan.
Mana pernah si kriti punya pulsa. Baginya Hp hanya untuk melakukan misscall atau mengirim Sms.
Kriti kan si Ratu miskin di kampus Ini.

Saat hpnya berdering semenit kemudian, Yasa terperanjat dan berdebar tak karuan. Yasa langsung membayangkan Kriti yang sedang menelepon dan sedang menyusun berbagai alasan agar Yasa memaafkan ketidak hadirannya.

Yasa jadi bertanya sendiri pada dirinya, untuk apa dia memaksa Kriti datang dan marah karena Kriti tak datang. Padahal kalaupun Kriti Datang, Yasa juga tak mungkin menemaninya.
Yasa tentu lebih memilih bersama teman-teman nya yang seru dari pada Kriti yang mungil dan pendiam yang selalu saja menunduk menatap lantai.
Seolah disana ada bayangan Ilhan Omer yang ketampanannya seolah tidak nyata.

Yasa bahkan tersenyum sombong saat hpnya berdering terus menerus. Tumben Kriti sememaksa ini, batin Yasa Heran.

Yasa masih bergaya seolah dia tak beniat menjawab panggilan ter-sebut hingga beberapa temanya yang mulai bosan mendengar deringannya memaksa Yasa menjauh dan menjawab panggilan.

Yasa membuka flip hp nya dan langsung menempelkan ke telinga tanpa repot melihat nama yang menelpon.

"Yasa.. Kenapa baru diangkat sekarang... "

"Mama??" lirih Yasa yang bingung saat mendengar suara tangisan mama nya.

"Maaf Ma, aku pikir.. " ucapan Yasa langsung di potong sang Mama.

"Alasannya nanti aja. Sekarang mama mau bilang kalau Roja hilang dari sore tadi" jerit sang mama dengan nada panik.

Yasa membeku.
"Menghilang..?? "
Bisik Yasa yang merasa kalau jantungnya berdetak terlalu cepat hingga terasa menyakitkan.

IMPIAN KRITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang