2. PENTA BOYS (LIMA ORANG ANAK BARU)

42 6 0
                                    

Jeritan dari dalam toilet menggelenggar hingga terdengar dari arah luar dan mengagetkan seisi umat yang sedang berada di sekitar pom bensin.

Yanan menyeret langkahnya lebar-lebar dengan tangan yang membekap dada serta wajahnya yang tertekuk masam. Mamanya bertanya soal jeritan tadi tapi Yanan enggan menjawab. Pemuda itu mengatakan, "Aku sedang mode nggak mau dengerin dan nggak mau ngomong!" Jadi pupus sudah harapan Mamanya yang mengharap jawaban dari rasa penasarannya.

Dapat dilihatnya sang suami berjalan sambil menggaruk tengkuknya. Ekspresinya sama seperti anaknya dan membuat sang istri penasaran apa yang terjadi.

"Pa, ada apa sih?" Tanya istrinya khawatir. Pastilah terjadi sesuatu sehingga membuat keduanya memiliki ekspresi yang sama.

"Ehmm.."

Yanan bisa mendengar Papanya hanya berdehem dan bergumam tak jelas membuat Yanan jengkel. Akhirnya pemuda itu membuka mulutnya, "Papa mendobrak masuk ke dalem bilik pas aku lagi boker!"Yanan keceplosan.

Awalnya Mamanya melotot kaget, tapi hanya sebentar karena tergantikan oleh gelak tawa. Yanan mendelik sebal dan memalingkan wajahnya.

"Papa kira kamu pingsan," Kata Papanya pelan.

"Aku udah bilang nggak pingsan, Pa." Dari nada bicaranya, Yanan benar-benar sebal. Karena demi apapun, kejadian tadi sangat tidak bisa dilupakan.

"Papa nggak denger kamu ngomong gitu." Jawab Papanya santai. Sedangkan Mamanya masih sibuk tertawa.

Yanan melotot tak percaya. "Aku bilang kok! Telinga Papa sebenarnya ada di mana? Di Langit ke tujuh?!"

Perdebatan antara anak dan ayah berlangsung lama. Tidak menyadari jika wanita satu-satunya yang berada di antara mereka sudah menghentikan tawanya dan menggantikan dengan memutar bola matanya.

"BISABERANGKAT SEKARANG NGGAK?! KITA BISA SAMPAI DI PESANTREN MALEM NIH KALO KALIAN RIBUT MULU!"

Kedua pria itu menolehkan kepalanya ke arah sang ratu yang sudah mengeluarkan auman singanya. Suaranya mampu membuat ngilu sekujur tubuh. Dengan cepat sang suami menghidupkan mesin mobil dan melajukannya pelan. Tanpa menatap lagi sudah di pastikan raut muka sang istri tidak enak di pandang, karena ia sudah merasakan hawa di dalam mobilnya berubah mencekam. Dan Yanan hanya menundukkan kepalanya berpura-pura tidak mendengar apapun.

Perjalan menuju ke Pesantren ditemani oleh kedamaian tanpa ada suara apapun, kecuali musik dangdut berjudul 'Secangkir Kopi - Megy Z'.

Ketiganya membisu berjamaah.

Sekitar setengah jam kemudian, mereka telah sampai pada tempat tujuan. Pondok Pesantren yang akan mendidik Yanan menjadi lebih baik sudah ada di depan mata. Bagunannya sederhana tetapi lingkungan di tempat itu sangat sejuk dan alami. Banyak pemuda berlalu lalang dengan memakai sarung, dan di tangan mereka membawa Kitab. Sekarang pukul 14:35 ngomong-ngomong. Mungkin para pemuda itu baru saja menyelesaikan pelajaran kitab.

Yanan menegang. Hatinya tiba-tiba saja mengatakan jika dirinya tak akan sanggup tinggal di tempat itu. Karena firasatnya mengatakan di Pesantren ini ada sosok makhluk yang mengancam hidupnya.

"Nggaaaak.. Yanan nggak mauuuu!!!" Yanan histeris heboh.

Seketika suasana menjadi ricuh oleh jeritan tak jelas dari Yanan Firdaus.
Mamanya berusaha menenangkannya, sedangkan papanya sudah masuk ke dalam untuk bertemu dengan pemilik Pondok Pesantren ini.

"Anan, bilang sama Mama, ada apa?"

"Aku nggak mau tinggal disini, Ma." Yanan menangis tersedu-sedu. Air matanya meluncur deras seperti air terjun. Membuat bajunya basah kembali untuk kesekian kalinya. Mamanya menghela nafas panjang merasa kesal dan ingin berkata kasar, tapi tidak mungkin ia lakukan karena tempat ini dilarang mengumpat, memaki, dan sebagainya. Jika ia memarahi anaknya yang kini sedang menangis meraung-raung itu, maka bisa jadi anaknya yang bertubuh tinggi itu semakin tidak ingin tinggal.

"Kenapa?" Tanya Mamanya halus. Itu lebih baik untuk membujuk anaknya tetap tinggal.

Yanan mengelap ingusnya dengan lengan bajunya. "Anan takut, Ma. Huweee." Bicaranya tersendat di sela tangisannya.

Untuk kesekian kalinya lagi Mamanya mengatakan jika di tempat ini Yanan akan mendapatkan teman yang baik dan ilmu yang bermanfaat. Menasehati apa-apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, dan menjadi anak yang patuh pada guru. Yanan sibuk melihat ke sekeliling untuk mengenali tempat yang akan ia tempati. Tangisnya mereda karena usapan lembut Mamanya yang menenangkan jiwa. Dan datanglah Papanya dengan sosok berjubah putih, bersorban putih, giginya putih, rambutnya putih, serba putih. Tetapi jidatnya hitam, itu menandakan beliau rajin shalat malam.

"Adek ini yang bernama Anan Firdaus?" Sosok itu berucap lembut. Suaranya seperti melodi indah penyejuk hati yang sedang gundah.

Yanan mengangguk.

"Dek Yanan nggak sendirian kok. Di sini banyak temennya. Di ruang kantor juga ada 4 anak baru masuk hari ini." Sosok itu – Pak Haji Siwon Sueb, membimbing Yanan memasuki ruang kantor, dan kedua orang tuanya mengikuti dari belakang.

Benar saja. Di ruangan itu terdapat 4 pemuda dengan masing-masing orang tuanya sedang duduk tenang. Semua menatap dirinya. Yanan bersembunyi di balik bahu kekar pak Haji Siwon, karena di paling ujung seorang pemuda menatapnya dengan tajam serta menyeringai mengerikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PENTAGON MASUK PONPES (EDISI RAMADHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang