Hening

139 22 1
                                    

Belgia, 25 Desember 1989.

Natal. Iya, hari ini adalah hari Natal. Tahun kemarin penuh dengan sikacita. Namun, kini hanya ada raut kesedihan di setiap wajah kami. Gereja kami sudah menjadi pusat perdagangan Belgia-Russia. Beberapa orang mungkin bilang 'itu adalah prestasi membanggakan bagi daerah kalian!', tapi tidak bagi kami. Saat mereka belum mengetahui bahwa bangunan itu adalah bangunan gereja, dan meredupkan sukacita di hari Natal. Mungkin bila mereka menjadi kami, mereka akan berkata, 'coba saja gereja kita tak jadi pusat perdagangan'.

Hari ini, di hari kelahiran Yesus, kami harus beribadah di gereja daerah tetangga. Kami antara salah tak salah. Kami merasa bersalah kepada Tuhan, karena tak bisa beribadah untukNya. Dan merasa tidak bersalah, tapi kami harus merasakan duka. Gereja kami hilang. Untuk membangun kembalipun, butuh dana yang besar. Walau aku masih anak-anak, aku mengerti hal-hal itu. Maka, kamipun hanya bisa pasrah. Suasana daerah kami menjadi hening, sunyi, tak ada sukacita. Hanya ada duka kesedihan tak berarti di dalam sukma.

"Kevin, buatlah sesuatu bersama ibu di dapur. Bersama adikmu juga, lalu berikan pada tetangga/temanmu ya," kata ayahku datar, "ayah akan pergi ke rumah Mr. Graham sebentar."

"Baik yah."

"Kevin, kau mau ikut dengan kami?"

"Iya bu, tapi sebentar, aku mau ke kamar dulu."

"Baiklah kalau begitu."

Aku merenung sejenak di dalam kamar. Terdiam untuk sesaat. Aku melamun ke arah jendela. Ada sesuatu yang menempel di kaca. Seperti sebuah kertas. Aku ambik pelan-pelan dari dalam kamar. Kurapikan sisi-sisinya. Dan isinya,

        Hallo, Kevin. Bagaimana nyawamu sekarang? Baru saja aku membayangkan meminum darahmu. Aku adalah pria yang selalu menerorimu. Dan berkata "aku akan membunuhmu". Aku mengawasimu setiap saat. Tapi, sekarang adalah hari Natal. Aku terkurung untuk sekarang ini. Tapi lihat saja, besok kau tak akan tergeletak tak bernyawa. Berhati-hatilah.

"Astaga, persetan dengannya!" kataku sontak kaget. Dan, ibuku pun mendengarnya. "Hei, kau kenapa? Apakah ada penjahat? Katakan biar ibu pukul pakai panci!" Ibuku berteriak hebat. "Ah, tidak apa-apa ibu," ucapku, "hanya kaget saja, ada burung menabrak jendela tapi sudah pergi." Sambil menyembunyikan kertas yang kubawa. "Oh ya sudah, bagaimana kau jadi untuk ikut?", tanyanya. "Jadi, ayo kita turun ke bawah."

Kami bertiga, atau lebih tepatnya 2 dua pertiga, memasak kue-kue kering yang biasa disajikan saat Natal. Kesukaanku adalah kue jahe lezat buatan ibuku. Setelah dipanggang, kue-kue tadi dimasukkan ke beberapa toples untuk dibagikan kepada tetangga. Dan tak ketinggalan teman-temanku. Aku berencana memberikan sesuatu kepada Will dan Billy. Semoga mereka suka dengan kue buatanku yang bentuknya lebih mirip gumpalan tepung berantakan.

"Aku pergi dulu ya, bu. Aku mau ke rumah Will dan Billy!" Seruku padanya.

"Iya. Hati-hati di jalan dan jangan pulang terlambat!" pesan ibuku.

"Baik bu."

Untung rumah Will dan Billy berdekatan, sehingga aku hanya perlu berjalan 1 arah ke rumah mereka. Tapi, tak sengaja aku menemui dan menabraknya. Sontak aku mengucapkan kata maaf dari mulutku. Saat kulihat orang itu, dan kulihat wajahnya. Sudah tak asing lagi. Dia adalah Mr. Graw Elmelekh. Entah mengapa nama itu yang melintas di pikiranku. Apakah kalian mengingatnya? Dia adalah orang Russia pendek yang mengambil alih gereja kami. Tapi di sisi lain dia hanya diam dan menatap tajam. Seolah-olah kami adalah musuh dalam hal perdagangan, atau rival dalam berbisnis. Dia hanya diam. Ingin kusapa tapi aku sudah terlanjur takut dengan hawa ini. Aku mengenalnya.

Iya, sudah tak salah lagi.

"Kau tak perlu menyamar menjadi Mr. Graw hantu bangsat! Kau tak bisa menipuku, bodoh!" Kataku ingin memakinya.

"Aku sedang tidak menyamar."

"Lalu?"

"Mr. Graw memanglah aku. Semua kejadian itu hanyalah perbuatanku semata untuk menipumu."

"Jadi!?" Aku semakin keheranan.

"Iya. Semua ini adalah imajinasi dalam otakmu. Semua hal yang kau alami tidak benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Kau hanya tertidur di atas tempat tidur. Orang tuamu merisaukanmu saat ini. Karena kau tertidur pulas dan tidak bangun sejak hari itu. Aku benci melangkah sejauh ini untuk membunuhmu! Hanya ingin membunuhmu saja, harus butuh cara yang rumit. Tapi tak apa, setidaknya hanya kita berdua. Kita sudah ada di dunia yang berbeda. Lebih leluasa rasanya membunuhmu sekarang."

"Apa!? Apa yang kau maksudkan aku tak mengerti!?" Aku semakin keheranan.

"Kini saatnya, Kevin." Katanya sambil mengeluarkan sebilah pisau tajam yang sudah membunuh banyak anak.

"Tidak untuk hari ini setan!" tiba kata seseorang berteriak ke arah Pria itu.

"Kau siapa?"

"Ini aku, Billy temanmu, Kevin."

"Kenapa kau bisa disini?"

"Nanti kuceritakan! Sekarang, ayo kembali ke tubuhmu, sebelum dia bangun lagi!"

"Baiklah."

Aku menemukan sebuah lorong kecil yang agak aneh. Lalu aku masuk ke dalamnya. Dan aku sampai ke kamarku. Aku kembali ke tubuhku dan aku seketika terbangun. Lalu, Billy datang membuka pintu kamarku, "kau sudah tidak apa-apa?" Tanya Billy. "Iya aku sudah tidak apa-apa, terima kasih," jawabku.

"Oh iya, Ayah dan Ibu kenal dengan Mr. Graw Elmelekh? Orang pendek keturunan Russia?"

"Kami tidak kenal dengan dia. Memang dia siapa? Kau kenal?"

"Tak apa, hanya saja ..."

"Sudah Kevin, kau harus istirahat." Katanya agar aku tidak membocorkan hal ini untuk sekarang.

"Iya, Bill. Terima kasih sekali lagi."

Namun, hawa ini datang lagi. Di suasana senang yang sekarang ada menjadi hilang seketika. Aku melirik ke semua arah. Aku menemukannya (lagi). Dia kini ada di sudut kamarku. Dan, memandangiku (sangat) seram. Matanya seolah-olah mempunyai dendam. Alisnya seperti marah dan gusar. Seperti ingin mengatakan sesuatu.

Lalu dia berteriak.

"Aku akan membunuhmu, Kevin!"

Dead After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang