Dear Sehun

421 94 27
                                    


Aku memutar kunci mobilku pelan, berusaha menyalakan mesinnya sekali lagi. Peluh di keningku sudah melewati batas normal seperti basanya. Ditengah jalan tol, sepi, sendirian, hp lowbat dan mobil mogok, apalagi yang lebih buruk dari ini ? Ku coba menenangkan diri sejenak sambil membersihkan sisa peluh di keningku, bukan lagi dengan tisu, tapi menggunakan baju yang sering ku selipkan di jok belakang. Aku hanya bisa merenung sejenak. Tak ada yang bisa ku harapkan pertolongannya selain dari Tuhan saat ini.

Pandanganku tiba-tiba tertuju pada sebuah benda kecl yang tergeletak di jok belakang saat aku mengembalikan baju yang baru saja menjadi korbanku. Ku amati benda itu perlahan dan mendekat. Ya Tuhan, seolah mendapat jalan keluar setelah tersesat di labirin sekian abad, bergegas ku ambil benda itu.

Sebuah handphone biasa, tanpa kamera dan akses internet tentunya. Hanya handphone khusus untuk menelpon dan mengirim pesan via sms, selain sebagai kalkulator dan juga penerang dengan lampu kecilnya. Ku coba menyalakan dan memeriksa pulsanya. Jackpot ! Semuanya penuh, bahkan pulsanya jauh lebih banyak dari pulsa dihandphoneku sendiri.

Bukankah Tuhan sangat baik mengirim pertolonganya seperti ini?

Jariku berusaha mengetik sebuah nomor yang ku hapal. Dan entah bagaimana, dengan lihainya jariku mengetikkan nomor dari seseorang yang tak ku duga, dan dengan cekatan pula langsung menekan tombol panggilan.

Suara di ujung saja menyadarkanku dari keterkejutanku sendiri atas ulah jariku.

"Kamu kenapa ? Ada yang terluka ? Kamu baik-baik saja ?"

Sederet pertanyaan beruntun dari suaranya diseberang sana dengan nada khawatir membuatku sadar bagaimana dia sangat peduli padaku dalam keadaan apapun. Ku ceritakan semua padanya dan tak perlu waktu lama, seolah bagai superhero, dia tiba dengan mobilnya, tepat dibelakang mobilku yang mogok.

"Kamu gak papa?" Dia memutar tubuhku, seolah takut lecet mengenaiku.

"Yak Sehun, aku gapapa. Mobil aku yang kenapa-kenapa. Tuh mogok. Gimana dong?"

"Syukurlah." Aku tak bisa membaca ekspresinya. Sehun justru asyik mengacak rambutku.

"ikut di mobil aku, ntar aku telpon bengkel ."

Dengan cekatan Sehun mengambil kunci mobilku, memasukkan semua barang-barang yang penting ke dalam tas, mengecek kembali isi mobil sebelum menguncinya dan memasang rambu di depan dan belakang mobilku yang telah dia sediakan. Bahkan aku tak tahu jika aku memiliki rambu-rambu itu di bagasiku sendiri.

"Hun, itu dari mobil aku?"

"Iya, kenapa ?"

"Sejak kapan rambu-rambu itu ada di mobil aku?"

"Sejak aku sadar kamu bakal teledor atau butuh ini suatu saat."

Dengan santai dia menarikku masuk ke mobilnya dan meletakkan tasku di jok belakang. Dia duduk di kursi kemudi, memasang seatbeltnya dan memasangkan seatbeltku dengan telaten.

Dalam diam, dia mengemudikan mobilnya.

Dalam diam pula, aku menyadari sesuatu.

Bagaimana pria ini benar-benar memperhatikanku tanpa ku sadari keberadaannya?. Terpaut usia 3 tahun dengan kenyataan aku yang lebih tua darinya membuatku selalu menganggapnya seperti adik sendiri. Kami dekat karena dia yang seolah sering meminta perhatianku dalam berbagai keadaan dan ku anggap itu hanya perhatian dari seorang kakak ke adiknya. Terlebih saat dia meminta dibantu mengerjakan tugas kuliahnya, aku tak pernah berfikir lebih selain sebagai kakak dalam hidupnya.

Namun hari ini, melihat Sehun memberiku hp kecil dan menyiapkan rambu-rambu itu mobilku, aku sadar bagaimana dia memperhatikanku lebih. Bahkan saat semua sulit ku hadapi, yang ku ingat bagaimana Sehun selalu ada tanpa peduli kondisinya.Dan hari ini jika aku tak salah ingat, dia sedang ada kelas. Apakah mungkin seorang adik, lebih tepatnya adik kelas yang kenal karena satu organisasi, bakal ngelakuin semua itu untuk seniornya ?

"Hun..."

"Hmm."

Aku masih membeku, tak tahu harus memulai dari mana pertanyaan yang kini berlarian diotakku. Ditambah kenyataan Sehun adalah tipe pendiam dan tak banyak bicara, rasanya sulit meminta penjelasan dari semua tindakan 'spesial'nya selama setahun ini aku mengenalnya.

"Kamu kenapa perhatian banget sama aku ?"

Diam.

Hening

Sekian menit hanya suara nafas menderu yang ku dengar. Ekspresi wajah Sehun tak berubah, masih datar seperti biasa. Namun kharisma wajahnya tak tertandingi. Mengapa aku baru menyadari wajah tampannnya sekarang?

Mobil berhenti tepat di depan lampu merah. Sehun membalikkan wajahnya sekilas, menatapku dalam dan kembali fokus dengan setir kemudinya.

"Aku nggak tahu gimana bisa ada orang setidak-peka kamu."

"Aku?"

"Aku menyukaimu, dan berhentilah menganggapku juniormu."

Leherku tercekik, tak mampu berucap apapun. Pandanganku kini fokus ke Sehun. Bagaimana bisa pria ini, yang ku fikir selalu ada hanya karena menghormatiku sebagai seniornya, atau sebagai adik yang selalu butuh bantuan mengerjakan tugas, justru ternyata menyukaiku?

"Tolong lihat aku sbagai pria, bukan sebagai juniormu. Setahun aku selalu memberi semua perhatian untukmu, apakah masih kurang sebagai bukti aku menyukaimu, Widyaningtyas Ayu ? Selalu ada saat kau butuh, apakah juga masih kurang ?"

"Ta..tapi, kamu Cuma manfaatin aku buat ngerjain tugas, kan? Makanya kamu balas bantuin aku."

"Bodoh! Aku menyukai saat bisa menempel disampingmu kalau kamu masih belum paham juga."

Aku terdiam

"Aku mungkin bukan pria romantis seperti yang kamu inginkan, yang bisa tiap hari bawain bunga, yang bisa nemenin kemana aja, yang bisa ngasih segalanya, apalagi yang seganteng artis Korea kesukaanmu. Tapi untuk selalu lengkapi hidupmu, aku siap. Uhmm, kamu jadi pacarku."

Aku tersentak. Yakin ini Sehun yang ku kenal? Mengapa dia mampu mengucapkan kata-kata yang justru buat hatiku seolah dipenuhi bunga-bunga bermekaran ? Tapi, sepertinya ada sesuatu yang salah.

"Hun, kamu nembak aku?" tanyaku pelan.

"Nggak. Tapi kamu udah jadi pacar aku. Selesai."

"Yak sejak kapan ? kamu belum nembak. Aku belum jawab iya juga."

"tadi"

"Mana ? kapan? Yak Sehun!"

"hm."

Dengan wajah datarnya, Sehun tetap fokus pada setirnya, tanpa peduli denganku yang menggeruti. Dia telah kembali dengan sifatnya yang dingin. Pacaran dengan orang sedingin ini, yakin aku betah?

"Aku mencintaimu."

Dia menarik satu tanganku dengan tangan kirinya, membawanya ke tengah-tengah kami dan memegangnya erat, namun seolah ada rasa nyaman yang berusaha dialirkannya. Ku alihkan pandanganku wajahnya, dia tersenyum sangat manis. Ya Tuhan, aku menarik ucapanku, aku ingin selamanya disisi pria dingin ini, sungguh. 



***

Silahkan komentar imagine selanjutnya kalian ingin siapa.

Sebagian kisah akan diambil dai #ImagineReceh yang ada di instagram @galerykaidan sebagian lagi akan jadi kisah baru.

Tolong jangan lupa komentarnya yah :*

~Saranghaja

#ImagineRecehWhere stories live. Discover now