Happy reading :)
***
Jika mengenal lo adalah sebuah kesalahan, gue sanggup berada dalam kesalahan itu selamanya.
***
Pagi ini, seperti biasa, aku melangkahkan kaki ke arah sekolahku tercinta. Entah mengapa pagi ini aku sedang mood berangkat pagi. Aku memasuki gerbang sekolah yang masih terlihat sepi. Aku terus melangkahkan kaki menuju kelas.
Di kelas, aku tidak melihat siapa pun. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas. Dan pandanganku terkunci kepada sosok yang setia menatap keluar jendela.
'Alvin?'
Aku melirik jam tangan yang bertengger di pergelangan tanganku menunjukkan pukul setengah tujuh. Mungkin ini masih terlalu pagi untuk ukuran siswa di sekolah kami yang masuk pukul tujuh lebih seperempat.
Aku menyatukan alisku heran dengan sosok yang memandang keluar jendela itu. Beberapa detik berdiam di depan kelas, aku tersadar dan melangkah memasuki kelas.
'Gila aja. Jam berapa dia berangkat?'
Aku terus melangkahkan kaki menuju tempat dudukku yang notabene-nya berada di belakang kursi Alvin. Aku mendudukkan tubuh dan meletakkan tasku. Aku menatap penasaran Alvin yang berada di depanku. Jujur, sebulan menjadi siswi di kelas ini tidak membuatku bisa mengenal sosok Alvin.
Terkutuklah sifat penasaranku ini!
"Ehmmm..... Vin?"
Hening beberapa detik.
"Hm" Sahut Alvin tanpa mengalihkan pandangannya.
Aku terdiam sejenak. Menimang-nimang apakah aku harus bertanya atau lebih baik diam. Jujur, ini kali pertamaku berbicara dengan Alvin. Hey! Siapa yang mau bicara dengan si Gunung Es itu?
Dan sekali lagi aku mengutuk sifat penasaran yang ada ditubuhku
"Berangkat jam berapa lo?" Tanyaku setelah berpikir beberapa detik.
Lenggang menguasai suasana. Aku terdiam menunggu jawaban dari Alvin. Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda Alvin menanggapi pertanyaanku.
Kesal karena tidak ditanggapi, aku beranjak dari kursiku. Aku berjalan ke meja Alvin untuk menatap sang empu-nya.
Braak!
"Lo tu kalo ditanya jawab, kek! Ngeselin amat sih jadi orang!" Kataku sambil menggebrak meja Alvin.
Alvin sedikit menoleh ke arahku dengan tatapan datarnya yang kubalas dengan tatapan apa-lo-ngajak-ribut?
Tanpa mengucapkan sepatah kata, Alvin kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela. Aku menatap datar-lebih tepatnya marah- ke arah Alvin. Aku lalu beranjak dari tempat Alvin sambil menghentak-hentakkan kakiku kesal. Terlalu lama berada di dekat Alvin sepertinya tidak baik untuk kesehatanku. Aku berjalan keluar kelas menuju kantin untuk membeli sedikit cemilan dengan langkah yang masih kuhentak-hentakkan.
Seperti itulah kesan pertamaku berbicara pada Alvin.
***
Aku berjalan ke arah kelas saat bel masuk berbunyi nyaring. Dan wajahku masih tertekuk karena kejadian Alvin tadi. Aku memasuki kelas yang ramai oleh para siswa yang sibuk dengan urusan masing-masing.
Aku mengedarkan pandanganku mencari seseorang di antara kerumunan manusia. Aku berjalan menuju Via-seseorang yang aku cari- dengan kaki yang menghentak-hentak. Sampai di depan Via, aku menatap seseorang yang duduk didepannya untuk menyingkir. Awalnya seseorang yang lebih tepatnya Bara itu hanya terdiam. Aku lalu menatapnya dengan tatapan minggir-ato bacok- dan seketika Bara berdiri dari tempat duduknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
REAL
Ficțiune adolescenți"Kenapa lo mau susah-susah ngorbanin tenaga dan perasaan lo cuma untuk ngejar dia yang semua orang tau kalo dia sama sekali nggak pernah ngelirik lo?" . . Aku tersenyum. . . "Karena gue percaya. Sebuah es yang terus-menerus menerima kehangatan, lama...