Meet Again

1.9K 156 20
                                    

"Ground Zero-kun!?"

"Hah?"

.

.

.

Pagi hari sekitar pukul 10.00, seorang gadis muda berumur 22 tahun tengah menikmati hari liburnya dari bekerja sebagai hero pendatang.

Ya, Uraraka Ochako atau lebih dikenal sebagai Uravity.

Ia berjalan-jalan di kota dengan mengenakan baju casual, dengan rok pendek, sepatu kets, stoking, kaus lengan pendek sambil memakai topi dan masker agar tidak banyak orang yang mengenalinya.

Belakangan ini aksi Uravity sebagai hero pendatang bisa dibilang sangat bagus apalagi attitudenya yang baik dan penuh semangat serta optimisme yang menjadikan gadis itu langsung terkenal di masyarakat.

Uraraka memasuki sebuah kafe dan memesan teh dan kue untuk menikmati hari liburnya yang berharga ini.

Bahunya sudah pegal-pegal karena sibuk bekerja, ia menghela napas sambil berselanjar di sofa kafe.

"Nyaman banget.."

Mata gadis itu menangkap sebuah foto di cover majalah yang disiapkan untuk para tamu kafe, ia mengambil majalah itu dan mengamati foto tadi.

Di foto itu, seorang lelaki gagah dengan rambut berwarna hijau tengah tersenyum lebar, meski badannya gagah, senyum manisnya itu tak berubah sejak dulu.

"Deku-kun, hari ini juga otsukaresama," ia tersenyum kecil memandangi foto Deku, Midoriya Izuku, seorang pemuda yang pernah menjadi teman sekelasnya saat SMA di Yuuei.

Deku menjadi salah satu pahlawan pendatang yang paling terkenal diikuti dengan pahlawan lain seperti Shouto, Ground Zero, dan nama-nama lainnya. Sedangkan Uravity sendiri termasuk pahlawan yang masih sangat baru meski sudah cukup terkenal, ia saat ini masih menjadi side kick seorang pro hero.

"Deku-kun repot juga yah, andai saja setiap hari damai kayak gini.." Uraraka memejamkan matanya dan berandai-andai.

"Eh tunggu, kalo gitu kerjaku sebagai hero gimana dong!?"

Sehingga sesaat kemudian gadis itu menyadari bahwa kedamaian tak lantas baik berjalan selamanya.

"Uangku hasil kerja sebagai side kick sudah lebih dari cukup buat bayar sewa apartemen, kalau begini aku bisa kirim uang buat ayah dan ibu," Gadis itu tersenyum lebar, akhirnya mimipinya selama ini bisa terkabul mulai dari sekarang dan seterusnya.

'Aku ingin mencari banyak uang, agar ayah dan ibuku bisa hidup dengan enak,'

.

.

.

Uraraka menghabiskan kue dan teh yang dipesannya. Setelah itu ia memperbaiki topi dan maskernya dan berjalan keluar dari kafe tadi.

Mencari sesuatu yang menarik, gadis itu malah bertemu dengan sekelompok preman yang tengah mengerumuni seorang pelajar SMA, dari seragamnya, Uraraka bisa menebak bahwa dia adalah siswa Yuuei.

"Oi bocah, mana duit lo sini," seorang preman berbadan tegap yang terlihat sangar memalak anak SMA itu.

"Tolong dong, kita belom makan enak nih dua hari, wkwk," seorang preman lagi di belakangnya bertubuh jangkung dan cukup kurus, melihat senyumnya saja sudah minta diplintir itu bibir.

Sedangkan dua preman lainnya yang badannya lebih kecil berada di samping kiri anak SMA tadi membawa trombon dan bernyanyi dengan nada qosidahan.

"Qerja lembur bagai quda~"

"Apa daya dipalaq preman~"

"Sungguh qejam itu preman!"

"Haha mampus!"

Uraraka memasang wajah bingung antara mau marah atau pusing kuadrat kedapetan penjahat level beginian.

"Kenapa mereka malah nyanyi iklan R*mayana?" Batin Uraraka.

Tapi ia bodo amat, sekarang nasib siswa ini lebih penting daripada lagu dari iklan tidak berfaedah yang melanggar HAM karena berani memasukkan seorang ibu ke dalam rice cooker.

"OI KALIAN!" Teriak Uraraka kencang. Sontak mereka semua menoleh ke arah Uraraka.

"HAH SIAPA LU!?" Dengan wajah sangar, mereka membentak Uraraka. Wajar saja mereka tak tahu kalo yang ada di hadapan mereka ini adalah seorang hero, orang Uraraka lagi nyamar.

Tapi dalam situasi ini tak diperlukan seorang pro hero, polisi saja sudah cukup untuk mengurus mereka, lantas Uraraka bisa tenang menghadapinya.

"Berhenti sekarang atau kulaporkan polisi!" Ia menatap mereka serius, dari dulu masih sama dengan tatapannya saat bertarung, tatapan seorang ksatria.

Mereka berempat saling memandang satu sama lain lalu tertawa.

"Polisi katanya!" Mereka tertawa tanpa mempedulikan peringatan dari Uraraka.

"Hei, mbak, polisi mana peduli masyarakat kecil kayak kita, mereka cuma kerja untuk uang dan pamor, kita juga nyari uang, apa bedanya!?"

"Polisi itu gak guna dibandingkan dengan hero!"

"Anak ini juga.."

Salah satu preman itu memegang pundak anak SMA tadi.

"Bakal kalah."

Ia mendorongnya jatuh ke tanah dengan tekanan udara yang sangat kuat, sepertinya itu adalah quirk miliknya.

Anak SMA itu meringis kesakitan karena kepalanya sedikit terbentur aspal yang keras.

Uraraka panas, ia tak tahan mendengar mereka menjelek-jelekkan profesi yang sudah jelas-jelas berjasa bagi masyarakat, dan lagi mereka menyakiti anak tadi.

"Kalian..!!"

"Gak berguna katamu?"

DUARRR

Satu ledakan, tepat sebelum Uraraka melangkah untuk menghajar mereka, sebuah ledakan terjadi di gang kecil itu.

Uraraka yang sempat mundur terdiam memandang asap dari ledakan yang mulai lenyap.

"Sampah masyarakat berani juga bilang begitu ya?"

Suara berat dan sedikit serak itu terdengar oleh Uraraka, suara yang sepertinya sering ia dengar dulu sekali.

Setelah asapnya hilang, terlihat sesosok laki-laki yang mengenakan topi, masker, dan kacamata hitam menahan kepala para preman tadi dengan kaki dan tangannya.

"Oi kau!" Ia berteriak ke arah Uraraka.

Uraraka tersentak. "Y-ya!?"

"Bawa mereka ke polisi!" Ia menendang dan melempar mereka yang pingsan karena ledakan tadi dan berjalan pergi.

"Eh, tu-tunggu!" Uraraka ingin memastikan sesuatu, ia tidak ingin membiarkan lelaki tadi pergi begitu saja.

Gadis itu membantu anak SMA tadi berdiri dan membiarkannya pergi, lalu ia memanggil polisi yang tengah berpatroli untuk menangkap mereka.

Segera Uraraka berlari mengejar lelaki tadi. Ia hampir kehilangan sosoknya di tengah kerumunan orang, namun berhasil terkejar.

Refleks, gadis itu menarik jaket lelaki tadi dan memandang wajahnya dengan napas terengah-engah.

"G-ground Zero-kun--!?"

"Hah!?"

---

Unexpectable [KACCHAKO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang