PERTEMUAN

185 13 14
                                    

Lagi, insomnia menjagaku. Aku mulai menghitung bintang seperti malam-malam sebelumnya yang di akhiri dengan aku tertidur setelah subuh dan akan bangun dengan sakit kepala yang mendera. Membuatku stress dan tidak bisa fokus.


Aku stress karena sakit kepala dan aku sakit kepala karena stress. Siklus setan yang tidak pernah berhenti dan tidak ada obat yang membantu.


"Kau semakin pucat saja, Al." Entah sudah berapa kali aku mendengar komentar serupa hari ini yang ku balas dengan senyum dan ucapan semacam aku baik-baik saja. Semua data keuangan yang harus ku kerjakan menuntut untuk di sentuh, tentu saja aku tidak bisa mengatakan bahwa tubuhku butuh istirahat lebih. Lagipula belum tentu aku lebih baik jika meminta cuti.


BRAKKK!!!


Beberapa karyawan terkejut dengan suara yang ku buat, aku sendiripun begitu. Aku berjongkok dan merapikan pensil, bolpoin dan penghapus yang tercecer akibat tempatnya ku senggol. Sebuah tangan membantuku, aku mengangkat wajah dan ku temukan senyumnya yang sudah lama hilang. Jantungku berdetak tak karuan.


"Mbak, Mbak Al..."


"Ha? Oh, makasih." Tanpa sadar sedari tadi aku menahan napas. Ternyata halusinasiku saja. Kepalaku berdenyut lagi membuat telingaku berdenging. Sakit.


"Mbak Al nggak apa-apa?" Aku mengangguk samar. Berusaha bangun namun yang terjadi tubuhku melemah, entah berakhir di lantai atau tidak aku tidak tahu lagi.


-PAINKILLER-


Senja sudah berlalu lama sekali. Aku terduduk di halte dengan badan lemas dan bekas muntahan yang menjijikkan. Aku tidak peduli. Alkohol malam ini membuatku cukup melepaskan sesak. Taksi segera datang seharusnya namun sudah lebih dari sepuluh menit tak ada yang muncul di hadapanku.


Seorang lelaki duduk di sebelahku. Dia sepertinya tampan dengan jas mahal. Ia berdecak tidak sabaran sembari melirik jam yang melingkar di tangannya. Bisa ku rasakan lirikan mencemooh yang membuatku terkekeh. Lihatlah, aku tahu itu yang juga ada di matanya. Dasar lelaki semuanya sama saja. Sama-sama brengsek. Saat butuh mereka akan memuja, namun saat sebaliknya mereka mengabaikan.


Sial, aku mual lagi. Mana taksiku? Aku memegang tiang halte agar tubuhku tidak terjatuh dan memuntahkan apa yang tersisa di perutku. Pasti lelaki itu berpikir aku juga menyedihkan. Ya, memang. Aku benar-benar tidak peduli.


"Hei, aku tau kamu berpikir aku menyedihkan kan?" Dahi lelaki itu berkerut dan menatapku heran.


"Maaf, sepertinya anda mabuk parah."


"Lelaki semuanya sama saja, Dasar Brengsek." Itulah kata-kata terakhirku sebelum pandanganku gelap sempurna.


-PAINKILLER-


Aku bangun dengan kepala berdenyut dan mual. Sial. Aku bergegas ke kamar mandi dan memuntahkan air karena isi perutku sudah terkuras semalam. Tunggu... semalam aku muntah di halte dan aku pingsan. Lalu dimana aku sekarang?

PainkillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang