o n e

359 34 23
                                    

Hijau. Bergerak. Membunuhmu kapanpun.

Hidup selamanya atau mencoba bunuh diri. Entahlah, dunia kami terlalu rumit jika digambarkan. Aku terlahir dari keluarga miskin di permukiman kumuh, aku hanya buruh  sebuah perusahaan penghasil waktu yang kami butuhkan untuk bertahan hidup. Tiap harinya mereka menggajiku waktu yang tidak sepadan dengan hasil pekerjaanku. Itulah kekuasaan penguasa, bukan?

Kami berhenti menua ketika umur kami menginjak dua puluh tahun. Mulai dari situlah, kami harus bekerja mencari waktu sebagai pertahanan hidup. Membeli kopi? Kami harus mengurangi sekitar empat menit dari waktu yang kita punya sebagai bayarannya. Aku tidak mengerti, kenapa tidak membayar semua keperluan kita dengan benda yang lain?

Aku keluar dari kamar dan menghampiri Ibu yang berada di dapur. Bagaimana aku tau? Itulah pekerjaan Ibuku sebelum akhirnya ia berangkat ke kantor.

“Zayn? Is that you?” Ibu meneriakiku dari dapur.

“Ya, Mom. I’m coming,” balasku sambil berjalan menuju asal teriakan itu.

“Hi, Mom,” sapaku pada Ibu yang sedang asyik menuang fla di atas puding buatannya.

Kulihat semburat senang di bibirnya yang tertarik oleh pipinya, “Good morning, Sunshine. Mom membuatkanmu puding dengan fla, semoga ini cukup untuk mengennyangkan perutmu.”

Aku menghampirinya dan memeluknya, “Happy birthday, Mom.”

“Thank you, Zayn. Ini adalah dua puluh tahunku untuk yang kedua kalinya. Tapi aku tak kunjung menua dan belum tau kapan menimang cucu,” great Mother! Sepagi ini sudah membicarakan yang tidak-tidak.

“Mom, ini belum terlalu penting untukku. Dan untuk apa terburu-buru?” cercahku pada Ibu.

“Zayn, semua ibu menginginkan memiliki cu–"

“Aku akan terlambat jika ka uterus berbicara tentang itu, Mom. Kemasi barang yang akan kau bawa dan segera berangkat,” aku memutus omongan Mom. Siapa peduli? Aku sangat geli dengan hal yang baru saja Mom bahas.

“Yeah, alright. Kau sangat keras kepala, Zayn. Aku mendapat kerja ekstra untuk dua hari kedepan, kemungkinan lusa baru bisa pulang. Aku harap aku masih punya banyak waktu untuk membahas perbincangan tadi,” Mom memotong puding buatannya dan memasukkan ke dalam mulutnya.

“Berapa sisa waktu yang kau punya, Mom?” tanyaku sebelum berangkat bekerja.

“Dua hari lebih lima belas menit,” jawabnya dengan mulut penuh.

“Take my time, Mom. Ambilah lima belas menit,” ucapku sambil mengulurkan tangan padanya. Sepagi ini kami pun sudah ‘bertransaksi’. Hei, memangnya hanya kalian saja yang bisa bertransaksi melalui mesin atm?

“Thank you, Zayn,” senyuman Mom merekah kembali. Melihat senyumnya membuatku ikut menarik bibir.

“Your welcome, Mom. Once again, happy birthday! Kita akan merayakannya setelah kau kembali ke Bradford,” aku mencium pipi Mom sekilas dan berjalan keluar dari rumah mungil kami.

Aku selalu berharap untuk membawa Mom ke New York dan menikmati keindahan kota itu. Aku selalu berharap, dan aku berharap bahwa harapan itu akan menjadi nyata.

**

Aku berjalan menuju tempat dimana aku bekerja, aku menatap lengan kiriku. Aku harus berlari jika aku tidak mau mati kehabisan waktu.

“Zayn!”

Jelas saja aku menoleh, orang itu memanggil namaku bukan? Oh, Louis.

“Secangkir kopi untuk mengawali pagi tidak masalah, bukan?”

TIME [zm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang