" Yang sulit bukan menahan untuk tidak mengungkapkan
Tapi, tetap bersikap tenang saat kamu berada di Radarku,
dan itu cukup membuatku kewalahan,
terlebih, saat kamu tersenyum."
***
Pagi ini, jalanan sudah di padati oleh para pengendara. Masih terlihat jelas aspal yang basah karena hujan tadi subuh, gadis itu memilih memesan jasa ojek online untuk ke sekolah hari ini, tentu saja ia tidak mau mengambil resiko terjebak macet jika menaiki angkutan umum seperti biasanya.
"Pak, saya turun disini aja ya, udah deket. takut telat, masih macet panjang soalnya." katanya seraya menyodorkan selembaran uang sepuluh ribu.
"Wah neng, bapak gak ada kembaliannya, masih pagi."
"Bapak ambil aja kembaliannya, makasih ya pak." singkatnya lalu berlari menyusuri trotoar jalan.
Peluh sebesar biji jagung sudah menghiasi pelipis gadis bernama Bianca itu, dengan bibirnya yang masih terus komat-kamit berdoa semoga gerbang masih terbuka lebar untuknya. Rok abu-abu selututnya kini sedikit kotor karena terkena cipratan dari genangan air yang ia injak.
"Yah pak cuma telat satu menit doang." protes lelaki berambut hitam itu di depan gerbang.
Dari kejauhan, Bianca memelankan langkahnya sambil sesekali menempelkan telapak tangannya pada dada dimana jantungnya berada, "selalu aja kaya gini." ucapnya lalu menghela nafas berat.
"Telat juga?" tanya bianca pelan.
"Iya."
Kemudian guru piket datang dan menyuruh mereka berdua untuk masuk lalu memberi hukuman membersihkan Toilet. Selama membersihkan toilet, tidak ada yang berbicara sama sekali. lelaki itu memang terkenal pendiam dan irit berbicara. seperti orang yang benar-benar asing.
"Lo tadi di hukum bareng Delvin?, berdua doang?" tanya Amelia sedikit berbisik.
"Iyah."
Amel menyikut pelan tangan bianca, "Kalo di tanya jawab yang bener."
"Iyah mel, tadi aku di hukum bareng sama Delvin. udah kan?" jawab bianca lalu menatap lurus lagi kedepan dimana guru berada.
***
Bel istirahat berbunyi cukup nyaring yang membuat seisi kelas berhamburan keluar menuju surga sekolah, tak lain tak bukan ialah Kantin. Bianca hendak beranjak dari tempat duduknya namun tangan Amel menahannya. "mau kemana? Delvin gak main basket hari ini di lapangan." katanya
Gadis itu menautkan alisnya, "Kamu tau dari mana?"
"Lo lupa?"
"Ohh iyah." ingatnya lalu tersenyum lebar.
Amelia yang notabenenya adalah sahabat bianca sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama, tau bahwa gadis itu menyukai sosok Delvin sejak dua tahun yang lalu sampai duduk di bangku kelas tiga SMA. Bahkan Bianca sampai membuat suatu buku berisi semua jadwal keseharian Delvin di sekolah, hobbynya, kesukannya, sampai hal-hal yang Delvin benci. Sebagai sahabatnya, tentu saja Amel pernah membaca catatan tersebut, oleh sebab itu Amel ikut mengetahuinya.
"Yuk." ajak Bianca
"Kemana?"
"Kantin lah.."
YOU ARE READING
Pada Akhirnya
Teen Fictionmengungkapkan selalu saja berkonotasi negatif jika pelakunya adalah wanita, itulah yang selama 2 tahun belakangan menaungi pikiran Bianca. Sebagian wanita di luar sana mungkin berpikir demikian, bertahan untuk tidak mengungkapkan, bertahan dalam se...