" Aku merasa bodoh,
dengan menunggu sesuatu,
yang tidak akan pernah datang. "
***
Ia menarik nafas panjang, tegang memenuhi sekujur tubuhnya. rasanya seperti ia baru saja dipergoki melakukan suatu tindak kejahatan. Untuk menoleh ke belakang dimana sumber suara saja tidak berani, bagaimana tidak?, hidungnya kini sudah semerah tomat, pipinya juga terlihat sangat lengket. mendefinisikan sekali perasaan yang kacau balau, dengan muka yang tak kalah kacaunya.
Lelaki itu mengambil selangkah mendekati Bianca, "STOP!!" Teriaknya masih tidak mau menoleh.
"Kenapa?"
"Gak apa-apa, aku malu. kamu siapa?, sejak kapan kamu disini?"
"ijinin gue duduk dulu di samping lo, nanti juga lo tau gue siapa."
Bianca melemaskan bahunya, "Yaudah, duduk aja."
Lelaki bercelana panjang abu abu itu mendaratkan bokongnya di atas bangku yang terbuat dari semen tepat disisi kosong Bianca, "Nah, gini dong dari tadi.."
"Mikko?!"
"Bianca?!" ledek Mikko berusaha menirukan ekspresi kaget gadis itu yang di akhiri kekehan.
Ia mencubit pelan lengan kekar Mikko, lalu mengembungkan pipinya. "Aww, sakit.." Eluh Mikko.
"Lagian, lo ngapain sih disini sendirian? bengong, kalo kesurupan kan gak ada yang nolongin. Semua murid lagi nikmatin acara di lapangan, lo teriak-teriak juga gak ada yang denger, suara musik disana keras banget." tambahnya lagi.
"Trus, kamu ngap- "
"Tuhkan, lo tuh hobi banget sih nannya balik." Potong Mikko cepat, lalu menarik pelan ujung rambut Bianca.
"Sakit Mikko!!" Pekik gadis itu seraya mencubit lengan Mikko lagi.
Hening sesaat setelah Bianca memutuskan diam karena kesal dengan tangan Mikko yang terlampau usil, lalu Mikko memutuskan terus memperhatikan wajah cemberut Bianca sambil menirukannya.
"Iyadeh iya gue jawab, gue disini karena.." Ucap Mikko sengaja menggantung ucapannya masih melirik ke arah gadis itu.
"Karena apa?!" Ketusnya membuang muka.
Mikko memegang kedua lengan gadis itu mengarahkan untuk mengahadapnya, "Maafin gue dulu bi, nanti gue kasih tau." Cengirnya yang memperlihatkan gingsulnya seperti biasa.
"Iyah iyahh.."
"Senyum dong." Pinta Mikko memajukan bibir bawahnya, cemberut.
Ia menarik kedua sudut bibirnya secara terpaksa, ia tidak mau jika drama ini berlangsung lebih lama.
"Gitu dong.."
"Cepetan kasih tau.."
"Iyah, jadi gue awalnya mau ke perpus, karena emang gue gak suka kebisingan . gue biasa menyendiri, menurut gue itu jauh lebih bikin tenang. Trus pas gue mau ke perpus, gue liat lo lagi duduk disini sendirian, nyeremin." Tuturnya di akhiri dengan mengedikkan bahu.
Bianca hanya ber-oh ria, "Sekarang gue yang nannya, lo ngapain disini?" Timpalnya.
"Aku?"
"Enggak, Kambing!"

YOU ARE READING
Pada Akhirnya
Teen Fictionmengungkapkan selalu saja berkonotasi negatif jika pelakunya adalah wanita, itulah yang selama 2 tahun belakangan menaungi pikiran Bianca. Sebagian wanita di luar sana mungkin berpikir demikian, bertahan untuk tidak mengungkapkan, bertahan dalam se...