Mira merasakan pundaknya ditepuk berkali-kali dan sebuah suara memanggil namanya tepat di dekat telinga. Mira mengerang malas. Tak sanggup untuk membuka kedua matanya yang berat, Mira malah mengubah posisi tidurnya.
"Mbak Mira ... ada tamu nyariin Mbak Mira."
"Astaga." Lagi-lagi Mira mengerang malas, matanya pun masih enggan membuka. "Siapa sih, Bu?"
"Kayaknya teman Mas Danar, tapi tadi bilangnya nyariin Mbak Mira."
"Ibu kasih tahu Bang Danar aja, deh. Mira ngantuk banget, nih, Bu." Kedua mata Mira perlahan mulai terbuka dan sesekali mengerjap lemah. Mira menatap Bu El, asisten rumah tangga keluarganya, dengan sayu.
"Tapi, kan, Mas Danar lagi kerja, Mbak. Lagian kan yang dicari Mbaknya. Ayolah, Mbak, disapa dulu tamunya. Enggak enak kelamaan tamunya nunggu." Bu El yang sudah belasan tahun bekerja untuk keluarga Mira hapal betul sikap dari bungsu keluarga ini. Ia pun tidak akan segan untuk memberi petuah kepada Mira karena memang Mira dan Danar sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri.
Mira mendecak keras sebelum bangkit dari tidurnya, sesaat setelahnya ia malah memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Rasanya Mira baru benar-benar terlelap selama beberapa menit dan harus dibangunkan seperti ini. Sambil menahan pening, Mira bertitah kepada Bu El, "Ibu tolong bikinkan tamunya minum dulu, ya. Mira mau cuci muka sebentar."
"Sudah, Mbak. Ibu ke depan dulu ya, nyampein ke Masnya kalo Mbak Mira bentar lagi keluar."
Mira hanya menganggukkan kepalanya atas ucapan Bu El. Kemudian dengan perlahan Mira bangkit dan berjalan menuju kamar mandi terdekat dari ruang keluarga di mana ia tadi tidur.
***
"Eh, Abang?" Mira tidak bohong ketika bertemu—yang katanya adalah—tamu Abangnya tapi malah menunggunya ia sangat terkejut. Laki-laki yang duduk di salah satu sofa panjang ruang tamu yang awalnya sedang melihat gawai di tangannya ikutan tersentak, mungkin kaget karena seruan Mira barusan. "Ngapain Abang ke sini?" tanya Mira seraya duduk di sisi terjauh di sofa yang diduduki Tiadi. Oh ya, kali ini nada suaranya sudah sedikit santai.
Tiadi terlihat menghela napas panjang sementara matanya memerhatikan Mira yang duduk di sisi kirinya. "Ketemu kamu," jawab Tiadi singkat. Lelaki itu meletakkan gawainya pada meja rendah di depannya.
"Kok enggak ngabarin dulu kalau mau ke sini?" tanya Mira sembari mengangkat kedua tangannya untuk menjepit ulang rambutnya.
Tiadi tidak langsung menjawab pertanyaan Mira. Matanya masih sibuk memerhatikan tingkah Mira di depannya yang tengah sibuk menyanggul ulang rambutnya. Awalnya Tiadi memandang sanggul yang dibuat Mira di atas kepalanya, kemudian turun ke lehernya yang bersih dan cukup jenjang, hingga kedua lengan kurus milik wanita itu. Kedua matanya belum selesai memindai sosok di depannya ini kalau bukan pertanyaan dari Mira lagi-lagi menyentakkannya.
"Abang, ngeliatin apa?" tanya Mira heran melihat Tiadi yang barusan didapatinya melihat ke arahnya tapi bukan ke kedua matanya. Mira meletakkan kedua tangannya ke atas pangkuannya kemudian berusaha mengikuti arah pandangan Tiadi. Ketika Mira mengangkat kepalanya untuk kembali menatap Tiadi, lelaki itu sudah mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Tiadi berdeham sebelum berusaha mengalihkan pembicaraan. "Ada kegiatan apa hari ini?" tanya Tiadi tanpa memandang Mira.
Sambil mengangkat kedua alisnya Mira menjawab, "Mira nggak ngapa-ngapain hari ini."
"Terus tadi ngapain? Kok lama?"
Mira mengulum bibirnya sebentar. "Tidur," ujarnya sambil terkekeh malu. "Maaf ya, Bang, tadi lama."
![](https://img.wattpad.com/cover/21105723-288-k979321.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Pains
Fiksi Umum❝Have you ever met someone for the first time, but in your heart you feel as if you've met them before?❞