Pertemuan Pertama
Ini bukan pertama kalinya ia patah hati, tapi ini adalah pengalaman pertamanya ditinggal nikah oleh kekasihnya.
Di sinilah Tiadi sekarang, di sebuah ballroom hotel bintang lima di mana resepsi pernikahan mantan kekasihnya. Tiadi mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ballroom yang luas. Kepalanya mengangguk-angguk pelan. Sekarang ia mengerti kenapa Shafira memilih meninggalkannya dan bersanding dengan lelaki yang bersisian dengannya di atas pelaminan. Ia tidak cukup mampu untuk menyewa ballroom hotel mewah ini barang sejam saja, apalagi mengadakan pesta pernikahan semegah ini. Wanita memang benar-benar pandai menyaring lelaki potensial.
Tiadi singgah di coffee corner yang ada di sudut ballroom, tepat di samping stand penganan ringan. Setelah tiga orang yang berjejer di depannya tadi menyingkir, ia meminta secangkir espresso kepada barista yang tersenyum ramah. Tak lebih dari sepuluh detik, Tiadi menerima secangkir espresso-nya dengan asap yang masih mengepul. Setelah mengucapkan terima kasih kepada sang barista, Tiada beranjak ke stand makanan ringan. Tiadi mengisi penuh piringnya dengan berbagai makanan manis yang tersedia dan kemudian mengambil tempat di sebuah meja kosong khusus tamu undangan.
Sembari menikmati makanan dan espresso-nya, Tiadi kembali melayangkan pandangannya ke arah pelaminan. Sepasang pengantin baru dan kedua keluarga inti yang tengah berbahagia itu dari tadi tak henti-hentinya berbasa-basi dengan setiap undangan yang mengantre untuk mengucapkan selamat kepada mereka. Ratu sehari ini, Shafira, mengenakan gaun bridal mermaid berwarna pink lembut yang selaras dengan suasana ballroom dan pakaian orang-orang yang berdiri sejajar dengannya di pelaminan. Benar-benar tipikal Shafira, girly yang memuakkan.
Tiadi memusatkan pandangannya kepada Shafira. Perempuan itu kini tampak sedang mencuri-curi pandang ke bawah pelaminan, seperti mencari sesuatu. Sebelah alis Tiadi terangkat. Ia mulai menghitung di dalam hati, menunggu hal yang dinantikannya. Tepat dihitungannya yang ke-7, mata Shafira berhenti mencari-cari dan terpaku pada Tiadi.
Kedua mata itu berpendar cerah ketika menemukan Tiadi di antara kerumunan tamu undangan lainnya. Namun beberapa detik kemudian, pendar di kedua mata itu mulai surut dan berubah sendu. Shafira tersenyum pahit dan menatap Tiadi seolah-olah dirinya tengah menyesalkan semua yang terjadi di antara mereka. Tiadi hanya menarik salah satu sudut bibirnya. Dengan itu Tiadi menyampaikan bahwa tidak ada yang perlu disesali dan semoga setelah ini nerakalah tempatnya.
Datang ke resepsi pernikahan mantan bukan berarti hatinya sudah dipenuhi kerelaan. Jauh di kedalaman hatinya, Tiadi masih belum bisa merelakan Shafira. Tiga tahun kebersamaan yang mereka rajut selama ini masih terasa riil baginya. Bukan hanya masa lalu seperti kenyataannya. Masih teringat jelas oleh Tiadi ketika ia menjadi satu-satunya sandaran Shafira ketika anak laki-lakinya yang merupakan hasil pernikahan sirinya dengan salah satu petinggi di daerah Riau meninggal di usia tiga tahun, dua tahun yang lalu. Tiadi yang menjamin kehidupan Shafira yang mendadak lumpuh karena frustasi ditinggal anak sematawayangnya. Dan hal besar lainnya yang telah Tiadi korbankan hanya demi perempuan bekas simpanan laki-laki lain itu.
Entah dirinya yang terlalu naif atau memang jalang itu yang mudah silau akan kemewahan. Sebulan yang lalu, Shafira mendadak memutuskan hubungan mereka. Ia terang-terangan berkata waktu itu bahwa ada seorang anak sulung dari salah satu petinggi partai besar di negeri ini yang telah melamarnya, dan ia menerimanya. Tiadi yang sadar bahwa tidak ada lagi yang bisa dilakukannya selain mengakhiri segala omong kosong itu pun hanya mengiyakannya tanpa repot ribut dengan kesia-siaan.
Sekali jalang, selamanya tetap jalang. Beruntung Tiadi belum terseret terlalu jauh dengan angan-angan dan perasaan semu yang dibuatnya sendiri selama tiga tahun belakangan. Yang hanya perlu Tiadi lakukan sekarang hanyalah menonton neraka yang sekarang menjebak Shafira. Mungkin dengan melihat perempuan itu menderita bisa membuatnya berdamai dengan keadaan.
Tiadi mengalihkan pandangannya ke panggung di mana sebuah band yang tengah tampil. Musik pop/R&B/soul yang kental memenuhi seantero ruangan. Seorang wanita yang walaupun mengenakan pakaian serba hitam namun paling bersinar di panggung itu tampak begitu menghayati lagu yang dinyanyikannya.
Baby we could be together
Nothing, but your love forever
Matanya tampak genit saat menyanyikan lirik lagu tersebut. Tubuhnya bersatu dengan irama dan ritme musik yang menyenangkan. Tiadi menikmati suara unik yang mengalun ke setiap sudut ruangan.
I can be your lover
You can be my lover
I won't need nobody, but you...
Just the way that you move
Shows me what you can do
I don't need you to prove
Cause I already knew
Mata mereka tak sengaja bertemu saat itu. Wanita yang bernyanyi itu tersenyum ke arahnya dan kembali melanjutkan nyanyiannya.
Give me love, give me love, Baby
I just need your love, need your love, Baby
I don't need you to prove
Just keep being you*
Tiadi balas tersenyum kecil ketika mendengar lirik yang dinyanyikan oleh wanita yang ada di panggung itu. Hal kecil seperti ini dapat membuat sisa-sisa benci Tiadi lumrah. Saat ini hanya perasaan yang menyenangkan yang ada di dalam dirinya ketika mendengar senandung wanita tersebut. Tiadi seperti dibawa pada kenangan-kenangan menyenangkan ketika ia meresapi lebih dalam vocal wanita itu.
23.28
Senin, 22 Juni 2015
*) Keep Being You oleh Isyana Sarasvati, 2014.
![](https://img.wattpad.com/cover/21105723-288-k979321.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Pains
General Fiction❝Have you ever met someone for the first time, but in your heart you feel as if you've met them before?❞