Prolog

32 8 1
                                    

Aku kembali mengunjungi pantai. Melihat seseorang dari balik pohon.  Aku tidak heran jika mendapati dia seorang diri, karena memang selalu begitu. Aku telah mengenalnya sejak kecil. Tapi setahuku dia tidak mengenalku. Karena dia anak seorang bangsawan, sedangkan aku hanya anak rakyat biasa.
Ku beranikan diri untuk mendekat. “Samudra” ucapku saat sudah tepat di belakangnya. “Bisakah kau tinggalkan tempat ini” ucapnya seketika. Aku melotot, kesal sekali dengan orang ini. Angkuh.
Aku tidak beranjak selangkahpun. Biarkan saja dia marah. “Sudah ku bilang tinggalkan tempat ini” dia kembali memerintahku untuk pergi. Sengaja saja aku mendekat dan duduk di sebelahnya. “Apa mau mu?” tanyanya. “Duduk” jawabkku jujur. “Kenapa kamu sendi…"belum saja aku selesaikan kalimatkku ia sudah beranjak untuk pergi.
Aku ikuti saja dia dari belakang. Dia diam tidak sekali protes, jadi aku anggap saja bahwa dia mengizinkan untuk ikut dengannya.
“Mengajak dengan aku kemana? Tanyaku sambil sedikit menendang-nendang pasir putih. Tiba-tiba saja dahiku seperti menabrak tiang yang kokoh.
“Aduh, samudra kenapa kau berhenti di sembarang temapt, mau kena denda!" Gerutuku sebal.
Dia tidak berbalik atau melanjutkan langkahnya. Aku heran.

Dia masih saja diam. Atau jangan jangan dia berhenti karena ada yang tiba-tiba mengambil mulutnya. Aku menarik-narik kain bajunya dari belakang.
“Kamu harus pergi dari sini secepatnya, jangan keras kepala! Aku segera saja melangkah pergi. Setelah cukup jauh aku kembali mengok ke arahnya. “Besok aku akan kembali”. Aku segera lari menjauh.

SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang