hukuman

2 2 0
                                    

Aku merasakan ada seseorang yang sedang mengintaiku. Aku tengok ke belakang, namun tidak ada siapapun. Aku yakin pasti ada yang sedang mengintaiku.

"Saya tahu kalian ada di balik pohon itu!" teriakku. "maaf tuan, anda disuruh pulang!" ucapsalah satu dari mereka. "saya sudah hendak pulang" jawabku. "jangan pernah kalian mengikuti saya sampai ke pantai ini!" peringatanku. Aku melihat mereka menunduk. "Kalian boleh mengikuti saya ke mana saja, tapi tidak untuk ke pantai ini" imbuhku. "baik tuan" jawab mereka. Aku melanjutkan langkahku.

Malam ini malam yang berat. Benar saja aku mendapat hukuman. Tepat pukul dua belas malam utusan ayah menyeretku ke sebuah lorong bawah tanah.

"Lepaskan" ujarku penuh amarah. "maaf tuan, ini utusan baginda raja" ujarnya ketakutan. "tanpa kau seretpun saya akan pergi kesana" ujarku sengit.

Aku dibawa ke sebuah ruangan yang gelap. Aku hanya mendapati sebuah peti yang berada di pojok ruangan.

"maafkan hamba, tuan. Namun ini perintah baginda raja". ucapnya takut-takut. "apa yang harus kulakukan?" tanyaku padadiri sendiri.

Aku dikurung dalam peti es yang suadah tebal dengan salju-saju. Tubuhku membeku. Ini bukan kali pertama aku dikurung dalam peti es, tapi ini yang paling tebal saljunya. Bahkan tubuhku sudah tertimbun dengan salju. Rasanya sudah hampir mati.

Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat gadis keras kepala. Apa dia sedang menunggu kehadiranku. Aku tidak tau yang pasti, tapi aku merindukan dia. Bukan, ini bukan rindu.

Hanya saja aku ingin melihat senyumnya. Jujur saja aku sudah tidak pernah merasakan rasa seperti ini, kecuali seribu tahun yang lalu saat bersama ratih. Rasanya badanku menghangat di tengah dinginya salju. Aku benar-benar ingin menemuinya. Aku ingin melihat senyumnya.

Aku berusaha keluar dari peti sialan ini. Tapi masih saja sulit, saljunya semakin menebal. Apa yang harus ku lakukan. Aku harus keluar dari sini, apapun itu risikonya.

Aku berusaha keras agar suhu tubuhku meningkat. Aku terus mengeluarkan seluruh tenagaku. Aku tidak mau terlambat sampai ke pantai, aku tidak mau membuatnya kecewa. Jangan sampai dia marah dan tidak akan pernah lagi berkunjung ke pantai itu. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku terus berusaha menghangatkan tubuhku, dengan sisa-sisa tenagaku. Saljunya sudah mulai mencair.

Aku sudah terlepas dari jeratan salju, tapi peti ini terkunci. Aku semakin gelisah. Tiba-tiba terdengar derap langkah yang sangat pelan.

"hai big boss, bagaimana dengan saljunya" ucap ardian disertai dengan cengiranga menjengkelkan. "Sialan" ujarku sambil merangkulnya. "bukankah kau hutang budi lagi padaku" ujarnya. "akan ku ganti, berepa yang kau inginkan" jawabku.

"Aku rasa untuk kali ini tidak usah, tapi akan ku tagih lain kali" jawabnya sambil tertawa terbahak-bahak. "ada sesuatu yang akan aku tunjukkan padamu" ujar ardian. "siapa lagi?" tanyaku. Aku sudah hafal sifat ardian.

Setiap harinya ia hanya berkutat dengan gadis-gadis yang tidak jelas asalnya dari mana. "Kali ini berbeda" ucapnya serius. "bukankah kau selalu berkata seperti itu?" jawabku. "sialan kau samudra". "akan ku tunjukkan padamu samudra" sambungnya. "tapi sebelumnya kita harus keluar dulu dari ruangan ini" ujarnya mengintruksi.

"seperti biasa kita lewat lorong bawah tanah" jawabku. "itu bukan kelur bodoh" ujarnya, "sama saja kita keluar dari lubang buanya masuk lubang singa" lanjutnya. "kita cari jalan lain" sambungnya.

Aku dan ardian berhasil kabur. "maaf ardian kali ini aku tak bisa ikut dengan mu" ucapku. Ya karena aku ingin segera ke pantai. "ah kau ini dasar tak tau terima kasih" ujar ardian jengkel yang pasti hanya dibuat-buat. "besok bagaimana?" simpulku. "aku tak yakin, paling kau sudah berada di peti es lagi" jawabnya sambil terbahak-bahak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang