Tok... Tok... Tok...
Ketukan pintu menggema dalam ruangan yang sunyi. Di balik pintu, Jisoo, gadis berambut ungu tua, menarik napas panjang sebelum melangkah untuk membukanya. Wajahnya masih terlihat lelah setelah misi panjang yang baru saja selesai beberapa jam lalu. Begitu pintu terbuka, tampak seorang wanita dengan pakaian formal berdiri tegak, menatapnya dengan ekspresi serius."Ada apa?" tanya Jisoo, suaranya terdengar datar, lebih karena kelelahan daripada rasa penasaran.
"Anda semua dipanggil oleh Tuan Yang-gun," jawab wanita itu tanpa basa-basi.
Jisoo mengangguk pelan, lalu menutup pintu tanpa banyak bicara. Ia berbalik, berjalan kembali ke tengah ruangan di mana tiga temannya tengah duduk santai.
"Guys, kita dipanggil Tuan Yang-gun," katanya, suaranya sedikit lebih keras kali ini.
Jennie, gadis bermata tajam seperti kucing dengan rambut cokelat gelap, mendongak dari ponselnya. "Ada apa lagi? Kita baru saja menyelesaikan misi, kan?" tanyanya dengan nada enggan.
Jisoo hanya mengedikkan bahu. "Aku juga nggak tahu. Tapi, sepertinya penting."
Lalisa Manoban, gadis berambut cokelat terang, bangkit dari duduknya. "Ya sudah, ayo kita pergi. Daripada nanti dimarahi," ucapnya ringan, meski sorot matanya menyiratkan rasa penasaran.
Roseanne, atau biasa dipanggil Rosé, yang berambut hitam panjang, mengangguk setuju. "Mungkin ini sesuatu yang mendesak."
Tanpa banyak bicara lagi, mereka semua beranjak menuju ruangan Tuan Yang-gun. Setibanya di sana, Jisoo mengetuk pintu dengan sopan.
"Masuk," terdengar suara tegas dari dalam.
Mereka membuka pintu dan melangkah masuk. Di dalam, Tuan Yang-gun duduk di belakang meja besar dengan tumpukan dokumen di depannya. Ekspresi wajahnya serius, lebih serius daripada biasanya.
"Permisi, Tuan," ucap Jisoo mewakili timnya.
Yang-gun langsung mengangkat pandangannya. "Langsung saja ke intinya," katanya. "Baru saja aku menerima informasi dari Departemen Pertahanan. Data penting negara telah dicuri."
Empat gadis itu terkejut mendengar berita tersebut. Mereka tahu betapa ketatnya sistem keamanan data negara.
"Dicuri? Bagaimana mungkin?" tanya Jennie, matanya membelalak.
"Baru tadi malam. Kami menduga ini kerjaan orang dalam, tapi masih terlalu dini untuk memastikan. Yang jelas, misi kalian adalah menemukan siapa pelakunya dan mengungkap dalang di balik pencurian ini," jelas Yang-gun, suaranya terdengar berat.
Keempat gadis itu saling berpandangan. Mereka tahu ini bukan misi biasa.
"Untuk menyelesaikan misi ini, aku akan mengirim kalian ke SHS, sebuah sekolah menengah atas. Kalian akan menyamar sebagai murid," lanjut Yang-gun.
"Murid?" ulang Jennie dengan nada tidak percaya.
"Ya, murid," tegas Yang-gun. "Kalian tidak akan bekerja sendirian. Rekan-rekan kalian, Cl, G-Dragon, Bobby, Junhoe, dan Dara, sudah menyusup ke sana sebagai guru dan murid kakak kelas kalian. Selain itu, kalian mungkin akan bertemu dengan kelompok lain yang juga terlibat dalam penyelidikan ini."
"Kelompok lain?" tanya Lalisa.
"Ya. Mereka anak buah Si-hyuk. Grup itu dikenal sebagai BTS, terdiri dari tujuh pria yang cukup... mencolok," jawab Yang-gun dengan nada sedikit sinis. "Namun, jangan terlalu bergantung pada mereka. Fokus kalian adalah menyelesaikan misi."
Yang-gun menyerahkan beberapa dokumen kepada mereka. "Ini adalah identitas baru kalian. Semua berkas kepindahan sudah diatur. Dan... kalian berangkat pagi ini."
"Pagi ini?!" Jennie hampir berteriak. "Tuan, kami bahkan baru melaporkan misi terakhir 10 menit yang lalu!"
"Aku tidak menerima penolakan," potong Yang-gun tegas. Tatapannya yang tajam membuat Jennie terdiam.
Lalisa, yang lebih sering dipanggil Lisa, menghela napas. "Baiklah, kalau itu perintah. Ayo, kita siapkan barang-barang kita," katanya, mencoba mengakhiri perdebatan.
Jennie menatap Lisa dengan tidak percaya. "Hei, Lis, kamu serius? Kita bahkan belum istirahat!"
Lisa mengangkat bahu. "Daripada buang-buang waktu. Mau protes pun, hasilnya tetap sama."
Rosé, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara. "Jenn, aku rasa Lisa benar. Kita harus tetap profesional."
Jennie menggerutu, tapi akhirnya mengangguk pasrah. "Baiklah. Tapi jangan salahkan aku kalau aku tidur di kelas nanti."
"Tidak akan ada waktu untuk tidur," sela Yang-gun dengan dingin. "Supir akan menjemput kalian dalam 15 menit. Segera berkemas."
Tanpa banyak bicara lagi, keempat gadis itu meninggalkan ruangan dan kembali ke kamar mereka. Masing-masing mulai mengemasi barang-barang dengan cepat, suasana hening kecuali suara koper yang terbuka dan tertutup.
"Jadi, menurut kalian, apa ini?" tanya Rosé, mencoba memecah keheningan.
"Sepertinya lebih besar dari yang kita pikirkan," jawab Jisoo sambil melipat beberapa pakaian. "Kalau sampai data negara dicuri, ini pasti melibatkan organisasi besar."
"Dan kita harus menyamar jadi anak sekolah untuk mengungkapnya. Luar biasa," Jennie mendengus, meski tangannya terus bergerak memasukkan barang ke dalam tas.
"Ini mungkin sulit, tapi kita harus tetap fokus," kata Lisa sambil merapikan dokumennya. "Mungkin saja musuh kita ada di sekolah itu."
Keempatnya saling berpandangan. Di balik candaan dan keluhan, mereka tahu ini bukan misi biasa. Sesuatu yang besar sedang terjadi, dan mereka harus bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

KAMU SEDANG MEMBACA
AGENT-X [T A M A T]
Fantasyberawal dari data penting negara yang dicuri, agent-x yang berisi empat wanita cantik namun berbahaya harus bekerja sama dengan 7 agen tampan yang menamai grup mereka dengan BTS. perjalanan menangkap pencuri ini diwarnai dengan pembunuhan, pertikaia...