8 November 2025. Galleria forret. Seongsu-dong Seoul.
“Guanlin-ah, ke-kenapa be-belum meng-ga-ganti pa-pakaian? Ki-kita a-ada wawancara pa-pagi i-ini!”
Suara Sungwoon membuyarkan lamunan Guanlin. Pria jangkung yang masih mengenakan piyama itu menghela nafas berat meski tak mengalihkan pandangannya pada pemandangan yang terlukis di jendela kamar. Masih betah berdiri menyaksikan suasana pagi yang tersaji di hadapannya.
“Musim dingin sudah tiba…” bisik Guanlin menghirup udara pagi yang terasa menyesakan. “Kak, kau tahu ini hari apa?”
Karena tak mendengar jawaban Sungwoon. Guanlin lalu menoleh pada pria kecil yang menundukkan kepalanya dengan bahu bergetar seperti menahan tangis. Kondisi Sungwoon baik-baik saja. Tikaman Hyeongseob di punggungnya memang tak dalam tapi membuatnya harus dirawat di rumah sakit selama seminggu. Sekarang dia sudah sehat. Begitu juga dengan Guanlin, luka di kaki dan wajahnya sudah nyaris tak berbekas. Guanlin bahkan sudah bekerja, menjalani aktifitas sejak seminggu yang lalu.
“Sudah 49 hari semenjak kepergiannya…” kata Guanlin lirih.
“Guanlin-ah, aa-aku tahu k-kau te-tegar. Ka-kau pa-passti bi-bisa me-melu-lupakan ke-kesediahanmu. K-kau harus me-merelakannya…”
“Kami tak pernah berpisah tanpa kabar selama ini sebelumnya…” Guanlin mengabaikan ucapan Sungwoon. “… tak pernah selama ini semenjak kami pertama kali bertemu.”
“Lin…” suara Sungwoon terdengar serak. “Ka-kau, a-akan ba-baik-baik saja. Hidupmu ha-harus terus berlanjut!”
“Aku mengerti .” Guanlin tersenyum pada Sungwoon . Ia Mengangguk. “Aku akan bersiap-siap. Kau tunggu saja di ruang tengah.”
Sungwoon mengangguk. Dia keluar dari kamar Guanlin. Meninggalkannya seorang diri.
Guanlin berjalan ke ranjangnya. Duduk di sana. Meraba tempat yang selalu Hyeongseob tiduri. Mengenang kekasihnya yang dicintai dengan segenap jiwa.
"Apa salahku padamu, Seobie-ya?" Guanlin lagi-lagi bicara sendiri. Tak ada keinginan untuk beranjak mengganti pakaian. Dia masih terjebak dalam kebingungan. Bahkan sampai Hyeongseob pergi, Guanlin masih tak mengerti alasan kekasihnya itu begitu membencinya.
Hanya karena iri. Hanya karena Guanlin menjadi penyebab Hyeongseob cacat padahal itupun bukan salahnya.
Guanlin tak mengerti, mengapa Hyeongseob memilih kematian? Mengapa Hyeongseob tega meninggalkannya sendirian? Bukankah Guanlin sudah menunjukkan besarnya cintanya pada Hyeongseob. Guanlin selalu mencoba sekuat tenaga membahagiakan Hyeongseob. Bukankah Hyeongseob selalu tersenyum ketika mereka bersama?
Guanlin tak habis pikir, bukankah dia sudah membahagiakan Hyeongseob?
"Kenapa kau lakukan ini? Bukankah kita bersumpah untuk bersama selamanya?" rutuk Guanlin mengepalkan tangannya lalu memukulkannya ke ranjang.
Mata Guanlin kemudian teralih pada Koran yang berada di meja dekat ranjangnya. Dia mengambilnya. Koran bertanggal 1 Oktober itu memuat berita kematian Hyeongseob. Tapi mereka tak menulis Hyeongseob sebagai kekasih Guanlin. Mereka menyebutnya sebagai asisten Guanlin yang mengalami depresi. Pemuda gila yang cintanya pada sang idola tak terbalaskan.
Guanlin meringis tak terima dengan isi artikel yang tertera.
"Kenapa mereka tega mengatakan kau gila, sayang? Kau tak gila. Aku akan menjelaskan semuanya hari ini. Aku akan menyebutmu kekasihku. Orang yang paling kucintai. Satu-satunya milikku yang berharga…" bisik Guanlin pada foto Hyeongseob yang ditampilkan di koran. Mengusap foto itu lembut sementara airmatanya berlinang.
"Yah.. mereka akan tahu hubungan kita yang sebenarnya hari ini, sayang. Aku akan mengungkapkannya. Perusahaan tak akan bisa menyembunyikan hubungan kita lagi." Guanlin terkekeh pelan. Mendekatkan bibirnya pada gambar Hyeongseob. Mencium gambar tersebut.
"Aku yang akan mengakuinya. Itu yang kau inginkan bukan? Itulah yang kau harapkan sehingga melakukan hal bodoh itu? Yah, aku paham itu. Aku akan mewujudkan harapanmu itu, sayang…" Guanlin terus bermonolog seakan Hyeongseob mendengar perkataannya.
"Tapi sebelumnya, aku akan menemuimu terlebih dahulu."
"Kau tahu, Dunia ini terasa hampa tanpamu, sayang…"
"Aku yang terbiasa dengan kehadiranmu di sisiku…"
"Kau yang menghiasi duniaku…"
"Aku akan menyusulmu, sayang…"
"Sudah kubilang, kita tak akan pernah berpisah…"
"Jangan mencoba-coba mengucapkan selamat tinggal padaku…"
"Jangan pernah berkata selamat tinggal, sayang…"
"Sayang, kita akan bersama selamanya. Selama-lamanya…"
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Say Goodbye [Guanseob] ✔️
FanfictionAhn Hyeongseob × Lai Guanlin Ketika cinta saja tidak cukup, ambisi dan ketamakan menghancurkan hidup. Guanlin dan Hyeongseob selalu bersama. Dan Guanlin tak pernah ingin sekali pun mendengar kata 'selamat tinggal' terucap dari bibir Hyeongseob FF i...