🌹 VII

125 26 0
                                    

20 Maret 2020. Seoul Hospital. Seoul

Sudah seminggu Hyeongseob dirawat di rumah sakit.  Rasa sakit masih bisa Hyeongseob rasakan disekujur tubuh. Tapi segala kesakitan itu masih tak bisa mengalahkan rasa sakit di hatinya.

Hyeongseob mengumpat berkali-kali dengan suaranya yang lemah. Mengutuk dunia atas ketidakadilan yang harus ia jalani. Hyeongseob telah kehilangan keluarganya semenjak kecil. Dia pikir itu merupakan penderitaan terberatnya. Tapi sekarang dia mengalami penderitaan baru. Dia cacat.

Hyeongseob berpikir kenapa dia tak mati saja dalam kecelakaan itu. Berpikir lebih baik mobil itu menggilas tubuhnya sampai hancur sekalian. Itu lebih baik ketimbang hidup dalam ketidaksempurnaan. Dia kini merasa bagaikan sampah yang teronggok, hendak dibuang tetapi tak ada yang mau melakukannya karena jijik.

Dalam kondisinya sekarang, sudah dipastikan Hyeongseob harus mengubur impiannya menjadi penyanyi. Perusahaan tempatnya bernaung mana mau mendebutkan seorang cacat sepertinya. Mereka membutuhkan bintang yang sempurna.

Masa depan yang Hyeongseob harapkan indah, hancur sudah. Hancur seperti telapak kaki kirinya yang mesti diamputasi. Hyeongseob bahkan merasa jijik ketika melihat kakinya yang sudah tak utuh itu.

“Menangislah jika itu membuatmu puas. Tapi kau pasti tahu, kau tak bisa menangis selamanya. Hidupmu masih berlanjut, Hyeongseob-ah. Kau harus mensyukuri itu.” Pesan ibu kepala panti yang menjenguk Hyeongseob.

“Benarkah?” tanya Hyeongseob sangsi.

“Tentu.” Ibu kepala membelai kepala Hyeongseob penuh kasih. Wanita paruh baya tersebut kemudian tersenyum pada Guanlin yang menjaga Hyeongseob selama dirawat di rumah sakit. “Banyak hal baik yang akan terjadi selama kau bersabar menghadapi cobaan ini. Kau pasti bisa, anakku.”

Hyeongseob tak mau mempercayai ucapan ibu kepala. Dia sudah terlalu banyak bersabar menghadapi hidup ini. Tapi tak ada keajaiban yang terjadi. Apa dia harus menunggu semua masalah muncul dengan tetap bersabar sampai dia mati? Hyeongseob sudah tak sanggup. Tapi jika dia mengatakan pada mereka tentang apa yang ada di pikirannya, itu pasti akan membuat mereka cemas.

“Kau dengar kan? Banyak hal baik yang akan terjadi jika kita bersabar. Aku yakin, kau pasti bisa. Kau orang yang kuat. Kau akan kembali bangkit. Aku percaya itu.” Bujuk Guanlin setelah ibu kepala panti Matilda pulang.

“Apa kau akan selalu bersamaku sampai aku bisa bangkit kembali?” tanya Hyeongseob berbisik.

“Tentu. Bukankah kita sudah berjanji tak akan berpisah?!”

“Tapi, aku cacat Guanlin-ah…” Hyeongseob terisak lagi.

“Bagiku, kau tetap sama.” Guanlin menyeka airmata Hyeongseob . “Setiap tahun, banyak hal yang berubah Seobi-ya. Tubuh kita tak akan sama selamanya. Tapi, kau harus percaya padaku. Perasaanku padamu tak pernah berubah. Aku menyayangimu semenjak kita bertemu, selamanya akan selalu seperti itu.”

Hyeongseob tahu, Guanlin memang paling pintar berkata manis. Kata-katanya itu adalah obat terampuh dari penyakit hati yang disebut keputusasaan yang kini  Hyeongseob rasakan.

Paling tidak, setelah ini Hyeongseob akan bertahan demi Guanlin .

Don't Say Goodbye [Guanseob] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang