18. Mengobrol

60.8K 6.6K 662
                                    


***

Aruna langsung melesat pulang, begitu pukul lima tiba. Ia abaikan gerutuan-gerutuan teman-temannya yang meminta PM padanya. Ya, PM, pajak menikah. Aruna sih yakin sekali, kalau teman-temannya itu mau mengeruk isi tabungannya kalau ia menuruti permintaan mereka. Jadi dengan mengobral janji akan membelikan Piza saja untuk mereka besok, Aruna memesan taksi online cepat-cepat.

Kan, ia perlu bersiap.

Duh, tadi Vika sempat nyeletuk, kalau pengantin baru memang harus pulang cepat demi bersiap-siap di hadapan suami.

Ah, suami, ya? Kok Aruna jadi merona begini sih?

Tapi, siap-siap versi Aruna ini bukan berarti ia sekalian memasakan menu spesial layaknya menu restoran bintang lima. Siap-siap versi Aruna adalah, melatih mimik wajahnya yang mudah sekali merona di hadapan Akbar itu, agar tak membuat ulah dengan mempermalukan dirinya sendiri. Untuk itulah ia perlu latihan bersama cermin sembari menunggu Akbar datang.

Namun, apa yang sempat dibayangkan oleh Aruna tadi pagi meleset total. Padahal, ia sudah membayangkan akan memasakkan indomie rebus dengan dua telur ekstra dan potongan cabai rawit untuk makan malam mereka. Bukan karena ia tak bisa memasak, hanya saja setelah sekian lama tak berkutat di dapur, Aruna ragu ia masih memiliki cukup gas untuk memasak yang aneh-aneh. Jadi, tahu kan kenapa pilihan Aruna jatuh pada mie instan? Yap, untuk menghemat gas. Cuma, itu semua batal terlaksana, setelah sejam yang lalu Akbar mengabarkan bahwa ia harus bertemu seseorang dulu sebelum mampir ke apartemen Aruna.

Ngomong-ngomong, Aruna sudah memberikan nomor ponselnya yang baru pada Akbar tadi pagi juga. Berharap Akbar akan mengabarkan berita-berita yang mengenakan, bukan malah kabar mengenai dirinya yang baru akan sampai di apartemen Aruna lewat jam delapan malam.

Hah, rusak sudah rencana yang sudah Aruna susun.

Memasang wajah seseram almarhuma Suzana, Aruna menyodorkan segelas air putih yang diminta Akbar begitu Aruna mempersilakan laki-laki itu duduk.

"Jadi, mau ngomong apa?" mood Aruna sudah anjlok total. Jadi, jangan harap ia bisa semanis tadi pagi. Tapi, ya, lihat saja nanti. Siapa tahu Akbar memberinya kabar bahagia. Seperti sebuah pinangan yang ternyata, diam-diam sudah pria itu siapkan untuknya.

Tolonglah, biarkan saja Aruna berdelusi. Toh, Mas-mas yang berganti kelamin itu pun, memiliki delusi parah dengan mengabarkan bahwa dirinya punya rahim dan bisa hamil. Padahal satu Indonesia sudah tahu, kalau dia memotong tytydnya. Aawwwh ... Aruna jadi geli sendiri.

"Papa sempat cemas, waktu aku bilang kalau kamu udah balik ke sini." Akbar memulai dengan tenang. "Kamu tidak bisa dihubungi, sementara itu jarak antara rumah kita dan bandara memakan waktu berjam-jam, kami khawatir kamu tidak benar-benar ada di bandara." Akbar tidak mungkin mengatakan bahwa ia sudah tahu kalau Aruna memiliki ponsel lainnya untuk digunakan. Jadi, ia mencoba pura-pura bodoh saja. Sesekali tidak masalah rasanya memenangkan ego wanita itu. "Papa sempat merasa kalau kamu udah nggak nyaman di rumah. Dan Papa minta maaf karena dia harus sakit-sakitan, jadi nggak bisa ngajak kamu jalan-jalan."

Aruna mencebik mendengar ucapan laki-laki itu. "Mamaku kasihan, dia butuh ditemani di sini. Aku pikir Mama bakal lama, eh nggak tahunya dia pulang juga ternyata. Padahal awalnya Mama bilang mau cerai sama Papa Hendra. Aku nggak tahu apa yang ngebuat Mamaku yang labil itu berubah pikiran."

Akbar terlihat diam. Dan kesempatan itu dipergunakan oleh Aruna untuk memindai penampilan laki-laki itu. Sebenarnya, Akbar masih mengenakan pakaian yang tadi. Hanya saja, kini lengan kemejanya sudah tergulung sampai siku. Kemeja tersebut pun sudah keluar dari kungkungan celana yang tadi pagi terlihat rapi. Secara keseluruhan, tak ada beda dari penampilannya pagi tadi. Tetapi, dasarnya saja otak Aruna seringkali melenceng jika sudah berpikir mengenai Akbar, hingga ia bisa melihat aura kemaskulinan tampak nyata lewat gurat-gurat kehijauan yang terlihat dari lengan kokoh pria itu. Dan dengan begitu saja, Aruna sudah lemas.

Attention Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang