Chapter 2

1 0 0
                                    

'Apa yang harus aku kulakukan.' pikiran ini terus berputar di otak Amara selama opening ceremony. Tentunya dia harus menetukan sikap dengan kehadiran Kala di Jakarta. Awalnya pertunangan bohongan ini akan berhasil selama mereka berdua terpisah jarak berkilo-kilo meter jauhnya. Tapi yang terjadi sekarang, Kala justru datang ke Jakarta dan membuat keadaan jadi berubah. Belum lagi Amara harus menghadapi beberapa pihak (mostly Malika) yang tentunya tidak suka dengan kehadiran Kala.
Hhhhhhh.. ini sudah ke 11 kalinya Amara menghela nafas. 'Disisi lain, ini juga bukan hal yang menyenangkan bagi Kala' pikir Amara.
Amara tahu betul, pasti berat bagi cowok itu meninggalkan New York, tempat dimana ibunya 'berada'. Apalagi kepindahan Kala ke Jakarta karna ulah Eyang Hartina (she is the worst). Yang membuat Amara berat hati adalah walaupun kadang Kala menyebalkan, actually he's a nice boy (definitely not nice 'guy' because he's so immature). Selama di New York dia memperlakukan Amara dengan baik, terkadang Amara merasa Kala seperti teman lama karena mereka mudah akrab walaupun baru beberapa hari bertemu. Bahkan mereka masih saling berkomunikasi walaupun terpisah jarak Jakarta - New York.

Amara masih berkutat dengan pikirannya. Well, Ini cuma pertunangan politik antar dua keluarga, ngga ada yang tahu kalau hubungan ini bakal naik ke jenjang berikutnya atau gagal di tengah jalan. Tapi yang pasti apa pun yang terjadi Amara ingin hubungannya dengan Kala selalu baik.
'Ok. He can do whatever he want. Bahkan jika dia berniat punya pacar, aku ga akan keberatan. But.. yang pasti bukan dengan Sandra si Midas. Cewek itu pasti akan memenfaatkan Kala. Definitely not her.'

Clap..clap..clap..
Suara gemuruh tepuk tangan para siswa menyadarkan Amara dari pikirannya sendiri. Tak terasa opening ceremony yang biasanya lama, telah selasai. Oka yang sedari tadi duduk di sebelah Amara, menarik lengan cewek itu untuk beranjak dari kursi mereka.
"Ayo Ra." Ajak Oka. "Pagi ini kamu dapat kelas apa? Semoga kita masih satu kelas." Ujarnya sambil membuka aplikasi IPSchool di smartphonenya.
Sedikit penjelasan, aplikasi ini memuat konten penting bagi siswa seperti jadwal mata pelajaran, jadwal pergantian kelas, daftar buku yang digunakan siswa, hingga room chat khusus saat antara guru dan siswa satu kelas, dan beberapa fitur lain yang menunjang kebutuhan siswa di sekolah. Kebanyakan dari mereka menyebut aplikasi ini dengan sebutan 'The Apps'.
"Ra, kamu udh buka the apps belum? Coba liat jadwal pagi ini." Tanya Oka lagi. Bukannya menjawab pertanyaan Oka, Amara malah sibuk celingak celinguk ke arah tempat duduk siswa senior.
"Kamu ke kelas duluan aja. Ada yang harus aku lakuin dulu." Ujar Amara meninggalkan Oka.
Sekilas Amara melihat Kala dari kejauhan, cowok itu berjalan kearah pintu keluar bersama Tara, Vikram dan beberapa cewek senior.
Cukup sulit bagi Amara untuk membelah lautan siswa yang semuanya menuju pintu keluar, ditambah lagi sebagian dari mereka seperti zombie berjalan karena sibuk membuka the apps di smartphone masing-masing. Beberapa kali Amara bersikutan bahu dengan siswa lain dalam usahanya mengejar Kala. Dan ketika ia tinggal beberapa langkah lagi dari Kala, tiba-tiba gerakannya terkunci. Ada dua orang yang masing masing menahan lengan Amara di kiri dan kanan. Sayup-sayup Amara mendengar suara seseorang di belakangnya.
"We need to talk!" Suaranya terdengar tegas."You need to talk to me!"
Well.. siapa lagi kalau bukan Malika.

***
A lot of girls hate Malika...
A lot of girls feel insecure around Malika..
A lot of girls wish Malika only a myth..

Prang..
Terdengar suara keras dari dalam salah satu toilet cewek. Didepan pintu toilet berdiri dua orang siswa senior yang kelihatan gusar sedari tadi.
"Mampus deh si Amara, aku ga pernah lihat Malika semarah ini." ujar Bianca sambil menggigiti kuku jari tangannya dengan gugup.
Sementara siswa yang satu lagi, Nina, hanya mondar mandir khawatir sambil sesekali meneriaki siswa lain yang mencoba masuk ke toilet yang dia jaga. "Cari toilet lain!"

Di dalam toilet hanya ada Amara dan Malika. Keduanya belum membuka suara, namun Malika sudah memasang ekspresi seakan ingin menerkam Amara.

Sejujurnya, Amara tidak tahu bagaimana menghadapi Malika. Pelan-pelan, dia berjalan ke arah Malika seperti pawang yang mencoba menenangkan singa ngamuk. "I'm so sorry, Ok! Aku lupa untuk cerita masalah Kala." ujar Amara.
"Sorry?! Really?!" Teriak Malika.
Suaranya sangat keras, bahkan Nina dan Bianca yang berada di luar toilet langsung berjengit mundur, ketakutan.
Ok, ngga ada pilihan lain bagi Amara selain menerima kemarahan seniornya itu.
Selama 15 menit kemudian Amara hanya diam mendengarkan Malika yang terus mengomel tidak berhenti. Tentunya omelan pagi ini masih seputar hot topic Sangkala Adiraja.
"Kenapa Amara?!" Teriaknya lagi. Kini wajah Malika memerah karena emosi.

Amara tidak menjawab. Diam adalah emas, pikirnya. Ngga ada satupun jawaban yang akan melunakkan Malika. Apapun itu pasti akan menambah kemarahan Malika. So, untuk situasi seperti ini, diam adalah pilihan bijak.

Aaargh.. teriak Malika kesal. Cewek ini memang terkenal memiliki masalah pengendalian emosi.

Amara siap mendengarkan omelan Malika kembali, hingga sesuatu di luar dugaan terjadi. Malika merosot ke lantai, kedua tangannya menutupi wajah. Kali ini cewek itu mulai menangis. "Kenapa... Ama..ra?"

"Hey... hey.. hey.." Amara yang bingung reflek memeluk Malika yang kini tersedu-sedu. Secara drastis kemarahan Malika berubah jadi tangisan. 'Does she have bipolar? Or mood swing?' Pikir Amara.

"Gimana aku pertanggung jawabkan ini semua ke Almira? Aku udh janji buat ngejaga kamu. Janji kamu ga akan ngerasain hal yang sama kayak Almira. Janji ngejauhin kamu dari sumber masalah yang sama, yang ngebuat Almira pergi. Kenapa Ra? Kenapa kamu ngga percaya aku bisa jaga kamu?" Ucap Malika lirih.

Seketika Amara merasa bersalah. Dia ga pernah berfikir reaksi Malika seperti ini. Semenjak Almira pergi, memang Malika selalu menjaganya. With her own way, pastinya. Walau Malika bossy, tapi dia selalu ada buat Amara. She's really like big sister even they don't related.

"Maafin aku Mal.." ujar Amara sambil mengusap punggung Malika,"Tapi ini situasinya beda. Ga sama dengan apa yang terjadi sama Almira. Aku kenal Kala. Dan kita sama-sama paham ini cuma tunangan bohongan. Swear to god. Aku ga bohong."

"Really?!" Tanya Malika masih ngga percaya.

Amara mengagguk.

"This is even worst. Dia monster Ra! Kalau dia juga paham ini bohongan, kenapa dia cium kamu segala. Ini gila! Dia itu predator,Ra!" Malika kembali ke emosi mode on.

"Bukan gitu Mal. It feels nothing. Dia hanya iseng.  Kala memang seperti itu. " Bela Amara. "hubungan kami sama seperti keluarga?"

"jangan membelanya.. ini namanya pelecehan.." Malika tidak teryakinkan.

"Okey. Kadang becandanya memang kelewatan.  Tapi I'm 100% sure dia ngga ada niatan jahat." Ujar Amara meyakinkan Malika.

"Are you sure?"

"Yes. Ga ada yang perlu dikhawatirkan."

"Give me proof!"

Amara serasa seperti tersangka yang mencoba meyakinkan hakim bahwa dia tidak bersalah. "What you want me to do?"

"Kalau kamu yakin bs handle anak kaya baru itu, first, pastikan dia jauh jauh dari Tara and the gank. Tara hanya merusak reputasi kita. Second, pastikan dia well behave. Third, have a real boyfriend and than ditch Sangkala Adiraja. Kamu harus bisa punya pilihan sendiri!" Dikte Malika.

"Ermm.. " jawab Amara. " Aku usahakan penuhi syarat pertama dan kedua. Tapi syarat yang ketiga.. Is it really necessary? I don't really need a boyfriend."

"Yes, you need a boyfriend." Nada Malika kini lebih santai. Dia menghapus air mata di wajahnya dan mulai memoles kembali riasannya. "Ingat! 3 hal yang harus kamu lakukan!"

Malika keluar dari toilet, meninggalkan Amara yang kebingungan.
Bingung bagaimana bisa dia termakan tipuan drama Malika.
Damn! Its definitely not bipolar or mood swing. Its psichological trick!

Malika selalu tahu bagaimana membuat orang melakukan hal hal yang dia inginkan. She learn from the best. She learn from Almira.

LovableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang