"Martha, tolong Martha, berhentilah sebentar. Dengarkan aku dulu Martha." kata pria itu sambil terus mengejar-ngejar Martha.
"Apa lagi sih? Aku tuh capek ngadepin kamu terus. Bisanya cuma nonjok orang tanpa tahu alasan. Kamu itu kakak yang baik bukan sih?" tanya Martha kesal. Dan, kali ini Marthapun berhenti berlari.
"Aku tahu Martha, aku minta maaf. Aku cuma nggak mau adik aku disakitin sama orang lain."
"Sakitin apa? Dia baik, nggak ngapa-ngapain aku. Bukan kayak kakak, cuma bisa malu-maluin aku di depan orang banyak."
Lalu, Marthapun kembali berlari lagi. Iya, berlari untuk menghindar dari Reno, kakaknya.
Martha terus berlari tanpa sadar hujan telah mengguyur tubuh mungilnya yang kini mulai bergetar karena kedinginan. Ia pun memperlambat langkahnya hingga menyerupai seperti orang barjalan, bukan berlari lagi. Namun, hujan nampaknya tidak bersahabat dengan Martha. Hujan terus saja mengguyur kota tanpa ampun.
Terpaksa, Marthapun berhenti mencari tempat berteduh. Hingga ia memutuskan untuk berteduh di sebuah warung yang masih buka jam segini. Iya, sebenarnya ini sudah larut. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.
"Neng, mau beli apa?" tanya ibu pemilik warung itu. "Saya beli teh hangat aja bu." kata Martha sopan.
Dilihatnya ke kanan dan ke kiri. Hanya ada pembeli pria yang asyik nongkrong sampai larut begini. Dan kini, ia baru tersadar, bahwa ia sedang berteduh di tempat yang tidak tepat.
"Di bungkus saja bu." ucap Martha kepada ibu penjual, karena ia mulai ngeri melihat kawanan pria yang berada di sisi kanan dan kirinya.
"Ini neng, dua ribu aja. Mau tambah apa lagi?" tanya ibu penjual itu yang hanya bisa ditolak halus oleh Martha. "Cukup ini saja bu."
Lalu, Martha bergegas keluar dari warung itu setelah membayar teh hangatnya. Kini, ia pun kembali berlari dan terus berlari. Hingga ia tak sadar ada yang mengikutinya dari belakang.
Iya, kawanan pria yang ada di warung tadi.
"Mau kemana neng? Ini sudah larut, mending abang anter pulang aja ya neng. Nggak baik malem-malem sendirian, ntar kalau ada yang ngapa-ngapain neng gimana?" ucap salah seorang pria itu.
Martha hanya diam membeku karena ngeri dan takut apa yang terjadi setelah itu. Dia terus saja berharap dalam hati, akan ada yang menolongnya.
Tangan pria itu kini sudah memegang lengan tangan Martha. Dengan sigap, Marthapun langsung melepaskan tangannya dari genggaman pria itu.
"Lepaskan, atau saya akan buat kalian menyesal seumur hidup?" ucap, tunggu dulu. Itu bukan ucapan Martha yang berlagak sok berani. Bukan pula ujar pria yang lainnya.
Namun, itu adalah suara Reno, kakaknya.
"Kakak?!" seru Martha kaget sekaligus senang dalam hati.
Kak Reno memang benar-benar sayang aku. Maafkan aku kak, yang telah meragukan kasih sayang kakak. Batin Martha dalam hati, hingga ia tak sadar bahwa belati telah mulus menusuk perutnya.
"Martha! Kalian, akan saya bikin menyesal, karena telah melukai adik saya!" seru Reno dengan segenap kemarahannya.
"Argh!"
Reno juga ikut tertusuk belati yang di bawa para kawanan preman tadi. Ternyata, bukan hanya satu yang membawa belati, namun semua!
"Woy-woy, ngapain kalian?!" teriak para warga yang mulai berdatangan. Karena ketakutan dan kalah jumlah, akhirnya kawanan pria tadipun memutuskan untuk kabur.
Sebagian warga ada yang mengejar kawanan pria yang telah menusuk Martha dan Reno, sebagian ada yang membawa Martha dan Reno ke rumah sakit.
Lima belas menit telah berlalu dengan sangat cepat. Membawa dua pasien ke ruang Instalasi Gawat Darurat. Dokter jaga pun dengan sigap mengangani dua pasien kakak beradik itu.
Bukan hanya satu dokter, namun lima. Karena keadaan pasien sangatlah mengenaskan dan telah mendekati ambang kematian. Ponsel pasien pun digunakan untuk menghubungi keluarga.
Belum sempat keluarga datang, kedua pasien itu telah tiada. Tak dapat diselamatkan, dan hanya menyisakan kenangan. Mungkin juga sedikit penyesalan, pada malam itu.
Namun kini, mereka telah tenang di surga. Kematian mereka tidaklah terduga. Bukan salah Martha yang berlari dan terus berlari tanpa menghiraukan kata-kata Reno, bukan juga salah Reno yang kurang berhati-hati menjaga nyawa adiknya. Namun ini hanyalah takdir, yang telah digariskan oleh Tuhan.
The End