1. Perkenalan

157 9 5
                                    

Padat, berdebu, asap knalpot dan asap rokok menjadi satu. Terik matahari meneteskan peluh di dahi bercucuran membasahi pakaian Kemacetan menyambut pagi kota Jakarta setiap hari. Barisan tukang ojek menyapa menawarkan jasanya, klakson kendaraan saling bersahutan. Pemandangan itu selalu merusak perasaan yang seharusnya tenang dan damai menyambut pagi. Yaa, begitulah Jakarta!

Ratusan pasang kaki pekerja memenuhi stasiun kereta, menurunkan orang-orang yang tinggal di pinggiran kota. Diantara mereka seorang perempuan berbadan pendek, menyempil disela-sela bahu. Namanya Dian Putri Ananda, seorang karyawati perusahaan tambang ternama

"permisi....., permisi....." Dian menerobos kerumunan orang di depanya.

Feeder Bus karyawan menunggu di depan stasiun setiap pagi. Jumlah bus yang terbatas membuat Dian bergegas menerobos antrian demi dapat tempat duduk. Sayang, ternyata Dian sedikit telat dan dia berdiri. Ukuran bus hanya tiga perempat, jadi lebih banyak penumpang berdiri.

Itulah keseharian Dian setiap pagi menuju tempat kerja selama lima tahun bekerja. Tidak ada yang spesial baginya, semua terasa baik-baik dan biasa saja.

********

"Diiaaan..... tolongin aku dong!" suara centil-centil manja memanggil dari jarak jauh. Bu Nindy, Manajer Marketing yang eksis dan centil menghampiri Dian sambil membawa setumpuk berkas.

Dia menaruh di meja kosong samping Dian. "Tolong, ini di backup, check ulang apa yang kurang, terus kalau udah kirimin ke email akuu, daaan, ini flashdisk buat cadangan yaa!" panjang lebar menjelaskan dengan logat centil lalu menyodorkan flashdisk.

Dian berhenti mengetik sebentar, lalu melihat setumpuk data disamping mejanya. Dia tersenyum "Okeh deh!" mengambil flashdisknya. Padahal waktu menunjukkan jam empat sore, sementara yang lain sudah beres-beres bersiap pulang. Dian tetap menerima tugas itu.

"Oh iyah Dian, itu harus sudah siap jam sembilan pagi besok ya !" tambah Bu Nindy.

Dian berhenti mengetik, sambil meregangkan kaki dan punggungnya "Kok buru-buru banget Bu ?" Dian penasaran.

Bu Nindy menyeret kursi disampingnya, lalu dia duduk di dekat meja kosong disamping Dian. "aku mau resign, Dian. Soalnya aku harus ikut suami aku dinas keluar kota" jelas Bu Nindy.

"Waah, kok baru bilang sekarang Bu? nggak ada yang rame lagi loh nanti"

"Tenang Dian, aku tuh udah siapin pengganti buat kamu. Pasti kamu bakal makin betah deh di kantor ini" jurus marketing sudah mendarah daging dalam diri Bu Nindy. Mulut manisnya mulai berkata-kata mengumbar khayalan.

Dian menaikkan alisnya menatap Bu Nindy curiga "maksudnya ?" tanya Dian.

"gini loh, Dian. Tenang dulu ajah sih ah! nggak perlu curiga-curiga sama aku deh, biasa ajah" bernada centil sambil tertawa senang. "Jadi aku tuh udah lama tinggal terpisah sama suami aku, udah hampir lima tahun. Sekarang suami aku sudah menetap dinas di Makassar, kalau bolak-balik nunggu libur ketemu suami aku, kan jadi berat diongkos. Aku harus mengorbankan karier aku di sini, padahal udah seneng banget! seperti keluarga"

"Iyah Bu, sayang banget! terus yang gantiin Bu Nindy siapa ?" Dian semakin penasaran. Apa mungkin ada kenaikan jabatan di kantor.

"Oh iyah, ini nanti ada keponakan Pak Boss, lulusan Ausie yang gantiin aku" Bu Nindy tersenyum.

"dia laki-laki atau perempuan Bu ?"

Pura-Pura Menikah (Goes To INNOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang