Sepertinya sudah lama sekali —karena Wendy juga tidak begitu yakin. Seingatnya, dulu terakhir kali dirinya naik pesawat yaitu saat umurnya baru beranjak tiga tahun. Kwangsoo dan Jihyo, pasangan suami istri yang kala itu telah membentuk sebuah keluarga kecil dan merasakan betapa sempurnanya menjadi figure orang tua, membawa Wendy ikut serta kembali ke Seoul —tempat yang dikenal sebagai Ibukota negara Korea Selatan sekaligus tanah kelahiran Tuan Son.
Menempuh hidup baru dan membesarkan putri kecil mereka dengan lingkaran penuh kasih sayang. Meninggalkan Canada yang menjadi sanksi bisu keduanya menjalin ikatan pernikahan.
Dari Kota Seoul menuju London. Membutuhkan waktu sekurang-kurangnya empat jam lama perjalanan, itupun tanpa hambatan yang nantinya dapat menunda penerbangan. Dan setelah delay selama hampir setengah jam —sukses membuat Wendy nyaris membakar bandara karena dirinya paling tidak suka menunggu— Keluarga Son akhirnya berangkat dari pukul sembilan pagi.
Wendy pastilah merekam baik-baik setiap momen yang dilewati dalam ingatan saat kedua tungkai kakinya mulai menginjak lantai alumunium dalam pesawat —walau ini bukan kali pertama. Terlepas dari itu semua, tetap saja euphoria dalam diri Wendy menguar tak beraturan, bergejolak bersama rasa bahagia teramat sangat.
Selama pesawat berada di atas langit, berayun perlahan dan mengudara, Wendy bersikukuh untuk enggan terlelap semata-mata mengistirahatkan tubuhnya. Kedua netra tetap setia terjaga, mengamati hamparan awan yang terlihat seperti permen kapas putih yang sering dibelinya sepulang dari sekolah. Perasaan takjub, terkesima, dan terpukau melebur menjadi satu. Beruntungnya, tempat duduk Wendy cukup strategis karena berada dekat jendela. Jadi dia bisa dengan leluasa memandang apapun yang terlewati.
Ini luar biasa, tepat seperti doa yang dia bisikan kepada Tuhan semalam.
Dan juga ada satu hal yang mencuri perhatian Wendy —selain pramuniaga berwajah tampan yang beberapa saat lalu memberitahunya cara memasang sabuk keselamatan— ternyata makanan yang disediakan tidak buruk. Rasanya benar-benar enak. Wendy makan sangat lahap, dan dia menyukainya. Sekilas terlintas dalam pikiran Wendy, chef yang menyajikan menu makan tersebut pastilah memakai perasaan penuh saat membuatnya.
Membicarakan terkait hal itu, Wendy jadi teringat pada Nyonya Son —hust! ini termasuk rahasia, karena sebetulnya Nyonya Son tidak terlalu pandai memasak. Apalagi kalau wanita galak keturunan Medusa tersebut sedang diselimuti kabut amarah, masakan yang harusnya penuh cinta justru penuh dendam. Nyonya Son seringkali memasukkan bumbu kelewat banyak —walaupun dilakukan tanpa sengaja. Semur kentang bahkan bisa berubah menjadi lautan kecap, atau sup ayam tanpa isian yang lebih pantas disebut kobokan kuah gurih. Kalau sudah begitu, Wendy dan Tuan Son hanya bisa pasrah memamahbiak tanpa komentar.
Yang penting tidak kelaparan. Yang penting bisa makan, batin keduanya.
Mungkin Wendy harus meminta sepuluh eksemplar buku resep masakan pada santaclaus sebagai hadiah natalnya tahun ini, supaya Nyonya Son bisa memasak lebih baik lagi —karena kalau meminta Ibu baru, jelas tidak mungkin.
Tak terasa, empat jam telah berlalu. Pesawat bersiap untuk take off. Wendy kehilangan kata-kata, tidak mampu mendeskripsikan. Sungguh, perjalanan tadi terasa sangat mengesankan, Wendy berani bersumpah. Sama sekali tidak menakutkan seperti yang dikatakan banyak orang, mungkin juga karena dipengaruhi oleh faktor cuaca yang mendukung.
Meskipun pasca landing, Wendy mati-matian menahan jerit ketakutan karena pesawat mengalami guncangan kecil. Untuk selebihnya, tidak ada masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Platfrom 9¾ [ WenYeol ]
ФанфикSemuanya berawal dari Sekolah Sihir Hogwarts. Kisah cinta yang terjalin manis antara Chanyeol Sancleo, Seeker terbaik Asrama Slytherin➖ ➖dan Wendy Candy, gadis cerdas dari Ravenclaw. ----------------------------- Cast : ◾ Son Wendy ◾ Park Chanyeol ...