Andaikata memang benar ada dimensi lain di dunia ini, gadis berambut pendek itu ingin pindah ke sana. Ia lelah hari ini. Sangat lelah. Sehingga, segala pikiran aneh maupun tak masuk akal melintas di kepalanya. Termasuk berpindah dimensi.
Shae, nama gadis itu, melangkah memasuki sebuah ruangan di gedung bimbingan belajar, tempat di mana ia menghabiskan hari sabtu tiap minggunya. Karena bimbingan belajar ini pula ia terpaksa membatalkan rencana kerja kelompok dengan teman sekelasnya dan memilih untuk meminta bagiannya untuk ia kerjakan sendiri.
"Kenapa lesu?" Tanya Fina, temannya.
Shae hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya pelan. Ia duduk sembari menopang dagu menatap ke arah papan tulis putih di hadapannya. Melamunkan sesuatu.
"Apa dimensi lain itu benar-benar ada?" Gumannya pelan.
***
Pukul 09.30,
Bimbingan belajar hari ini selesai. Shae segera merapikan buku-buku yang berserakan di mejanya. Lalu, dimasukkannya ke dalam tas miliknya.
"Kudengar Jum'at kemarin yayasan bimbel ini membuat greenhouse di belakang," ucap Fina.
"Benarkah?" Tanya Shae.
Fina mengangguk, "Aku sudah mengeceknya pagi tadi dengan Kusuma. Dan kamu tahu? Suasana alaminya sangat terasa,"
"Diberi tahu seperti itu aku malah penasaran," ucap Shaw lalu terkekeh pelan.
"Kamu cek saja sendiri," ucap Fina.
"Sendirian? Kamu tidak mau menemaniku?" Tanya Shae.
"Maaf ya,Shae! Aku harus segera membantu ibu di toko," ucap Fina sambil tersenyum.
Shae memakluminya. Gadis itu lantas mengangguk pada Fina.
Sebagai seseorang yang mencintai alam dan juga seorang calon ahli ekologi, Shae sangat tertarik apabila ada hal yang berkaitan dengan pohon, penghijauan, atau upaya pelestarian alam lainnya.
Baginya, bukankah hal semacam membangun greenhouse itu merupakan suatu upaya pelestarian lingkungan? Dan mungkin saja bis menyelamatkan semesta dari bahaya kekurangan oksigen.
Akhirnya, Shae memutuskan untuk benar-benar melihat greenhouse itu sendiri. Shae berjalan pelan menuju halaman belakang gedung tempatnya mengikuti bimbingan belajar.
Dan benar saja, dari kejauhan, Shae bisa melihat sebuah bangunan kecil dengan atap kaca yang memungkinkan sinar matahari masuk ke bangunan itu. Shae berdecak kagum dalam hatinya. Bersyukur. Bersyukur karena masih ada orang yang sadar akan pentingnya melestarikan tumbuhan.
Mendekati greenhouse itu, ponsel Shae bergetar. Sebuah pesan dari ibunya tercinta. Shae menghentikan langkahnya lalu berjalan perlahan menuju sebuah pohon rindang di dekat tempatnya berdiri.
Shae mendudukkan dirinya di bawah pohon tersebut. Dibacanya perlahan pesan dari ibunya.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Air matanya mengalir tiba-tiba. Ya, berita duka baru saja ia terima dari ibunya. Kakek tercintanya kini tutup usia.
KAMU SEDANG MEMBACA
In This Place
Ciencia FicciónSemesta itu luas. Saking luasnya, seluruh sudut semesta tak mampu dilihat mata. Semesta juga terdiri dari berbagai dimensi yang saling berdampingan, bergesekan, dan beriringan tiap waktu. Namun, tak sembarang orang bisa melintasi semua dimensi yang...