Satu persatu manusia mulai berjalan tanpah arah, mengambil apa saja yang masih bisa digunakan. Peralatan rumah sederhana, sampai tempat tidur kotor yang berbanjir debu. Bahkan tanaman yang masih segar dan layu tetap diambil agar tetap hidup.Pihak kerjaan datang beberapa saat kemudian. Beratus kereta kuda menyebar kesetiap mata angin, mencari dan menolong rakyat yang tanpa tujuan dan arahan hidup. Memberikan bantuan mental dan finansial.
Para rakyat yang rumahnya sudah utuh bersorak senang dan ikut membantu saudara yang tak senasib dengannya.
Anak-anak yang mencari dan dicari satu persatu bertemu dengan keluarga tapi tetap ratusan anak terlantar yang kehilngan orang tua menangis tersedu. Pihak kerajaan mengambil mereka dan ditampung didalam istana sebelum panti asuhan kerajaan yang hancur lebur direnovasi.
Mereka dikirim mengunakan kereta kuda istana. Lebih dari puluhan kerta kuda yang membawanya.
Bayi raven mungil yang terlelap dalam gendongan orang asing membuka mata, merah langsung terlihat, berkedip sekali dan menjadi hitam, memandang kesekeliling sebelum menutup lagi.
Beberapa tahun setelahnya pemerintahan lebih stabil, anak-anak satu persatu diadopsi oleh rakyat biasa maupun bangsawan yang kehilangan buah hati.
Bayi raven diasuh para bangsawan yang terkesan sejak pertama melihat. Dididik menjadi prajurit tangguh pelindung kerajaan.
Setelah umurnya 8 tahun ia langsung diangkat menjadi prajurit distrik pertama. Masih hidup saat kembali dari perang daerah ataupun perang yang lainnya.
Menjadi komandan pasukan tak lama setelahnya. Kaki tangan raja yang berhati es. Membunuh hanya dengan sekali tebasan pedang dengan tangan ringan.
Pencapainnya menghasilkan gelar kehormatan dan hadiah istimewah. Sebuah pedang kusanagi dari alam yomi. Diberikannya pada penganggakatan ketua semua prajurit dalam istana.
Pedang kusanagi yang diberikan oleh dewa hebi untuk manusia yang menyembah iblis dengan tumbal anak gadis.
Menebas ratusan bahkan ribuan siluman dan dewa yang dulunya berperang dan menghasilkan luka umat manusia.
Pedang dengan gangang hitam polos tapi ukiran ular-ular kecil dimata pedang dengan sarung silver ukir bunga kecil-kecil.
Buku tebal ditutup pelan, tangan mungil menghalangi tangan yang lebih besar agar tak menutup cerita yang membuat rasa penasaran sampai pada batasnya.
"Kenapa?" Itachi bertanya pada sang adik.
"Lanjutkan."
"Kau tak ingin lihat hadiahmu?" Tanyanya dengan senyum.
"Hadiah apa?" Sasuke kecil bertanya lagi. Merasa sedikit antusias.
"Cepat turun." Bukan menjawab, itachi menyuruh adikya turun dari pangkuan yang langsung dituruti. Menaruh lagi buku pada tempatnya dan menuju laci meja.
"Kau tau? Jika kau sudah mendapatkan hadiahnya artinya kau harus tambah kuat dan dewasa sasuke." Sang kakak memberikan petuah dengan raut serius.
"Hn."
Kunci emas dimasukan pada lubang didepan laci. Memutarnya tiga kali sebelum menarik pegangan laci. Menimbulkan raut penasaran pada sang bungsu.
Menarik pedang panjang terbungkus kain sutra putih.
Ia yakin laci mejanya tak sepanjang itu untuk bisa muat sebuah pedang.
Laci didorong masuk dan menguncinya dengan tiga kali putaran seperti membukannya tadi.