Guide tour

28 4 0
                                    

Aku membuat teh untukku sendiri, hari ini tak ada kuliah, akan sangat menyenangkan buatku karena aku bisa puas membaca novel yang baru saja kubeli kemarin malam.

Aku mengangkat secangkir teh yang baru saja kubuat, hendak pergi ke kamar untuk melaksanakan hobiku.

"Mbak, kesini dulu."
Kata Bunda, membuatku membelokan arah.
"Kenapa?"
"Itu loh, ternyata tetangga baru itu bakal jadi juniormu di kampus."

Jadi umurnya dibawah umurku?

"Di Kampus aja dia jadi juniormu, disini sih nggak.
Dia seumuranmu Mbak, baru masuk kuliah aja dia."
Kata Bunda, terlihat semangat menceritakan tetangga baru itu.

Oh, baru masuk kuliah.

"Hm, terus kenapa Bun?"
"Bunda bilang nanti sore dia bisa jalan-jalan keliling kota Semarang sama kamu."

Brusssshh

"Aduh mbak, minum nya yang bener! Jangan disembur-sembur!" Kata Bunda mengelap wajahnya yang terkena semburanku.
"Bunda kok nggak ada bilang ke mbak?"
"Ini Bunda udah bilang toh ke mbak?"
"Aduh Bun, maksud mbak tuh bilang ke mbak sebelum nawarin ke tetangga baru itu."
"Ngapain? Kamu nggak ada jadwal kuliah kan hari ini? Daripada dikamar terus, mending jadi guide tour Yuda toh?"
"Jadwal sih nggak ada, tapi tugas mbak numpuk banget Bun. Mbak nggak bisa!"

Tuhan, kudengar berbohong demi kebaikan itu tak apa kan? Perlakukanku dengan adil juga Tuhan, jangan memberikanku dosa atas ini, kumohon.

"Yasudah, kerjakan tugasnya sekarang biar nanti sore sudah beres, lalu nanti mbak antar Yuda keliling Semarang." ucap Bunda final, tidak bisa lagi di ganggu gugat.

...

Aku keluar rumah dengan malas, sudah lama aku tak berpergian, ah kan sudah kubilang aku menarik diri dari kebahagiaan dunia yang kuyakini hanya sementara. Dan sekarang, aku justru malah menghampirinya karena permintaan Bunda yang tak bisa kuganggu gugat lagi.

Aku melihat cowok jangkung itu sedang menaiki motornya, menjinjing helmet disebelah tangannya yang menganggur.
Aku menghampirinya,

"Ayu!"
"Herlin."
Kataku membenarkan.
"Ah ya, Herlin. Kupanggil Lin saja ya?"
Aku diam, lalu Yuda memberiku helmet.

Aku berfikir sejenak, bagaimana caranya aku menaiki motor ini dengan mudah tanpa meminta bantuan pada Yuda.

Ah, aku menaikinya dengan sangat mudah.

"Mau kemana?"
Tanyanya.
"Maumu?"
"Kalau aku tahu daerah sini, aku tidak akan bertanya padamu Lin."
"Yasudah, jalan dulu, nanti kuberi tahu arahnya."
"Mau kemana?"
"Nanti kuberi tahu kalau sudah sampai."
"Mau memberiku kejutan eh?"
"Tidak."
"Lantas?"
"Kamu tidak bisa mengendarai motormu dengan tenang tanpa banyak tanya?"

Cowok ini, benar kata adiknya, dia rusuh sekali. Membuatku sangat risih dengan sikapnya, dia bersikap seolah kami memang sudah lama saling mengenal.

"Tidak bisa Lin. Aku harus tahu jelas kemana tujuannya."
"Belok kanan."
"Mau kemana Lin?"
"Sekali lagi kamu bertanya, aku akan meninggalkanmu setelah sampai."
"Lalu aku akan bilang pada Nenekmu bahwa cucunya tidak amanah saat menemani tetangga barunya jelajah kota Semarang."

Tuhan, kutuklah Yuda menjadi batu agar tak dapat bicara!

"Kamu sedang mengutukku menjadi batu?"
"Hah?"
"Suaramu terlalu besar untuk ukuran orang yang sedang mendumal."

Aku diam, tidak merespon.

"Kalaupun Tuhan membuatku jadi batu, kamu masih bisa mendengar suaraku Lin."
Kata Yuda, masih dengan topik yang sama.
"Kamu kira aku meminta Tuhan mengutukmu jadi batu yang memiliki mulut?"
"Belok kanan atau kiri?"
"Nggak usah belok, lurus aja."
"Tidak, aku paham sekali kenapa kamu meminta Tuhan mengutukku menjadi batu, agar aku tak memiliki mulut dan tak lagi berbicara."
"Lantas?"
"Tuhan hanya membuatku tak punya mulut agar tak bisa bicara denganmu lewat lisan, bukan membuatku tak punya hati agar tak bisa bicara dengan hatimu."
"Maksudmu?"
"Aku masih bisa bicara denganmu Lin, dari hati ke hati."

Aku merengut kesal. Tuhan, bukankah aku meminta padamu agar tak melibatkan aku dengan Yuda dalam suatu obrolan?

"Aku benar-benar akan pergi setelah sampai."
"Lalu akan kupegang erat tanganmu sebelum kamu melakukannya."
"Berhenti Yud, aku ingin pergi sekarang juga."
"Kenapa? Kamu ingin aku memegang erat tanganmu saat ini juga?"
Yuda terkekeh geli.
"Nggak, aku hanya ingin menjauh dari spesies manusia sepertimu."
"Aku bercanda Lin, tenang.
Aku masih memiliki telinga untuk mendengar permintaan Nenekmu agar menjagamu dan tidak membiarkanmu pulang sendiri, sepertinya Nenekmu sudah tahu apa yang akan terjadi."
"Belok kanan, sudah sampai."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang