sembilan : pertemuan

2.1K 532 21
                                    

Nina POV

Setelah weekend kemarin gua cuti dan lamaran, gua kembali ke rutinitas gua. Hari ini kabar buruk buat gua, karena gua akan bertemu Seren langsung. Kabarnya dia akan melakukan medical check-up full. Sialnya gua yang bertugas menemani Seren. Mungkin karena gua dokter termuda di tim. Pastinya gua harus mengesampingkan rasa ketidaksukaan gua sama dia. Karenina lo harus bersikap profesional.

"Gimana kamu siap Nin?" Tanya dokter Airin.

"Siap dok." Jawab gua.

Sepertinya gua tidak bisa menyembunyikan kegelisahan gua. Kali ini gua benar - benar gugup. Karena gua harus menjadi manusia bertopeng demi sebuah profesionalitas. Saat ini gua masih menunggu kedatangan Seren di Lobi. Kaget, satu kata yang mewakili saat gua bertemu Seren. Dia datang bersama Yeyen teman Dani.

"Eh Nina ya? Kamu dinas disini?" Tanya Yeyen saat gua menghampiri mereka.

"Iya Kak. Perkenalkan Mbak Seren, saya Karenina, panggil aja Nina. Saya disini bertugas untuk memandu check-up Mbak Seren. Mari ke ruangan langsung." Jawab gua.

"Seren." Katanya sambil mengulurkan tangan. Gua pun bersalaman sama Seren.

"Lo kan udah bareng sama Nina, gua balik ya Ren. Tenang aja Nina baik, kalau jahat laporin gua aja." Ujar Yeyen kemudian ia pergi. Tinggalah gua berdua sama Seren.

"Kamu akrab sama Yeyen? Kenal dimana?" Tanya Seren.

"Baru kenal Mbak, calon suami saya yang kenal Kak Yeyen." Jawab gua. Bahkan lo juga kenal calon suami gua. Batin gua.

"Wah berarti temen saya juga dong calon suaminya?" Tanyanya

Gua cuma senyum.

"Mbak, sekarang ikut suster Tissa dulu untuk ganti pakaian. Saya akan menunggu disini. Setelah itu kita akan melakukan observasi." Kata gua.

Hari ini gua seharian sama Seren, mulai dari obervasi via wawancara. Tahu kegiatan yang membuat dia cedera dan sedikit obrolan sesama perempuan. Setelah itu dia melakulan pemeriksaan dengan dokter Airin langsung. Gua ikut pastinya.

"Kamu kok, kenapa jauh - jauh balik indo? Spesialis ortopedi di luar banyak yang better loh." Kata dokter Airin.

"Udah lama banget aku ga pulang ke rumah dok. Aku kangen rumah." Jawabnya.

"Kangen rumah apa kangen orang?Berapa tahun emang disana?" Tanya dokter Airin.

"Dari umurku 15 tahun sekarang aku 25 tahun. Ah dokter bisa aja. " Jawab Seren.

Deg. Gua melihat air muka Seren berubah jadi lebih ceria saat dokter Airin menanyakan itu. Apa Seren kangen Dani?

"25 udah harus nikah kalau disini. Udah ada calon?" Tanya dokter Airin. Dokter masih memeriksa kaki kanan Seren.

"Ga ada, aku sibuk senam. Mana sempet deket sama cowok, terakhir pas SMA sebelum keluar."

Hati gua mencelos dengernya. Berarti Dani cowok terakhir yang deket sama Seren.

"Terus kamu masih ditungguin sama cowoknya? Kaya di film." Ujar dokter Airin.

"Sayangnya ngga dok. Dia udah mau nikah. Hidup bukan sinetron emang." Jawab Seren.

"Ooh gitu. Dokter Nina juga mau nikah baru di lamar kemarin." Kata dokter Airin.

"Wah selamat dok. Kalau diundang aku datang dok." Ujar Seren.

Gua cuma senyum aja. Mulut gua rasanya kaku buat jawab. Hati gua menjawab, tanpa gua undang lo bisa datang kok karena Dani.

Sampai jam makan siang gua masih ikut observasi Seren. Hanya pas jam makan siang aja gua bisa pergi. Kebetulan Dani juga mau kesini. Awalnya gua takut kalau mereka ketemu. Hanya saja gua harus memberanikan diri. Gua sempat berpikiran kalau mereka ga ketemu gua ga akan tahu apa yang sebenernya Dani rasakan.

"Mbak nungguin Kak Yeyen?" Tanya gua.

"Bukan kali ini sepupu aku, Sisil." Jawabnya.

Seren sekarang di kursi roda, karena beberapa observasi itu memerlukan tindakan di lokasi cedera. Jadilah gua yang dorong kursi roda Seren.

"Dokter sendiri mau makan siang di luar?" Tanya Seren.

"Biasanya sih gitu. Calon suami aku ngebiasain gitu. Katanya biar inget terus." Jawab gua.

"Sweet banget sih. Semoga lancar ya dokter Nina." Katanya.

Dari kejauhan gua liat Dani jalan ke Lobi. Gua udah ngabarin jemput di Lobi karena gua jagain pasien spesial gua dulu. Gua sengaja ga bilang itu Seren. Takut dia malah ga dateng.

Dani POV

Gua nyamperin Nina ke Lobi, taunya dia lagi sama Seren. Gua liat Nina senyum ke gua. Senyuman yang ga gua bisa artikan maknanya. Gua fokus ngeliat ke Nina. Sekilas gua liat wajah kaget Seren. Rasanya ini lebih dari nano nano. Gua ga tau harus gimana.

Tuhan kenapa Engkau menempatkan hamba diposisi seperti ini.

"Kirain ada apa kamu minta aku jemput disini Nin." Itulah kalimat yang keluar dari mulut gua pas sampai depan mereka.

"Ya ini, aku nungguin Mbak Seren. Sebenernya bisa suster, tapi sekalian aku kedepan." Katanya Nina.

"Kalian saling kenal?" Tanya Seren.

"Jadi calon suami dokter Nina kamu Dan?" Tanya Seren kemudian.

"Iya, Nina calon istri aku Ren." Jawab gua.

"Ga nyangka, gila dunia sempit. Keren lo Dan, dapetin dokter pinter kaya dokter Nina." Ujar Seren.

"Bisa aja sih Mbak Seren." Timpal Nina. Fake smile itu yang gua liat.

"Kalian pergi, aku bisa nunggu Sisil sendiri kok." Ujar Seren.

"Beneran ga apa Mbak?" Tanya Nina.

"Waktu istirahat kalian ga lama." Jawab Seren.

"Iyasih, Ayo Nin. Aku udah lapar." Ujar gua.

"Bentar aku panggilin suster dulu ya." Kata Nina. Kemudian dia manggil seseorang. Gua dan Nina pergi. Gua liat mata Seren berkaca - kaca.

"Kayaknya Seren masih sayang sama kamu Dan." Ujar Nina pas gua nyalain mobil.

"Aku sayangnya kamu Nina. Jangan nonsense gitu dong."

"Iya aku percaya." Kata Nina. Dari nada bicaranya dia ga yakin.

"Nina, jangan jadi ga yakin karena barusan dong. Kita nikahan dua bulan lagi."

"Aku keliatan ga yakin ya?" Tanya Nina.

"Mata kamu beda kalau ga jujur Nina sayang." Jawab gua.

"Ga tau Dan, rasanya ada nyesek gitu di dada aku. Apalagi pas tahu dia itu belum suka sama cowok lain setelah kamu." Jujur Nina.

Gua diem.

"Jujur sama aku Dan, kamu masih ada perasaan sama dia?" Tanya Nina.

Gua mengentikan mobil, gua terpaksa parkir depan minimart. Gua berbalik ke arah Nina. Dia nunduk. Gua angkat dagunya. Sekarang kita berdua bertatapan.

"Nina, stop berpikiran yang ngga - ngga. Aku akan selalu sama kamu. Aku sayang kamu. Kamu yang bakalan jadi istri aku bukan orang lain." Kata gua.

"Maaf.. udah meragukan kamu Dan. Aku sayang kamu."

Maaf Nin walau kadang aku mikirin Seren. Tapi liat kamu kaya gini aku makin ga ingin ninggalin kamu. Karena kau memang ga akan pernah melakukan itu.

Quarter Past Five ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang