Dari balik jendela, Sera menyandarkan tubuhnya pada kusen. Menatap sebuah sepeda yang terparkir di halaman dengan satu pita besar yang menghiasi. Mengetahui bahwa dirinya lolos ke tahap selanjutnya, Papa membelikan Sera sepeda baru. Karena sepeda yang lama sudah terlalu tua dan tidak pernah dibawa ke bengkel untuk dirawat.
Di telinganya, kabel yang cukup panjang menjulur ke telinga. Kepala earphone sudah sejak lama menyumpal pendengarannya dan memutar lagu something Right milik Westlife. Yah, Sera tidak pernah bosan mendengarkan suara maskulin dari band faforitnya itu. Apalagi dikala sendiri. Bisa saja pikiran Sera kosong dan berlarut-larut dalam keheningan jika sedang tidak menggambar sesuatu. Sebenarnya, Sera bukan tipikal cewek yang senang menyendiri. Namun bila mood-nya sedang tidak jelas atau turun-naik, hening adalah teman terbaik.
Tekanan batin Sera melanda lagi. Padahal tadi siang lompat-lompat kegirangan, senang bukan kepalang. Mungkin ini akibat Mama juga Papa yang akan dinas ke luar kota besok, dan dirinya yang tiba-tiba teringat dengan nasib Dafa. Dean tidak memberitahu apa-apa lagi setelah hari itu. Gibran dan Dafa juga terlihat cuek satu sama lain. Sera jadi bingung, bagian mana yang harus ia urusi; selidiki Dafa, atau korek informasi dari Dean? Belum lagi latihan debat yang akan dilanjutkan senin depan selama empat hari, makin mumet saja kepala Sera.
"Belum tidur?"
Sera melongokan wajahnya, mendapati Dafa yang berpangku bahu dengan kedua tangan sambil menatap langit di jendela sebelah. Buru-buru Sera melepaskan kepala earphone. Sedikit mendekat ke sisi jendela untuk melihat Dafa lebih dekat. "Tumben. Biasanya tuh jendela digembok."
Dafa tertawa kecil. "Butuh udara. Lo sendiri tumben gak gambar sambil duduk di jendela? Gak ada ide ya? Atau tangan lo gemetar gara-gara gak percaya lolos debat?"
Sera berdecak. "Terserah lo, Daf."
"Langit lagi mendung. Gak ada bulan." Dengan isyarat tubuh, kepala Dafa menunjuk langit. Samar, tapi masih Sera tangkap.
Perhatian Sera segera tertuju kepada langit. Aneh, berjam-jam ia berdiri di depan jendela, ia baru menyadari bahwa langit terlihat hampa. Awan-awan kelam menutupi sang tokoh utama malam bersama anak-anaknya. Hanya sekelebat cahaya yang tampak redup dan enggan bisa dinikmati.
Tapi, Sera sedang tidak ingin menyesalkan suasana malam ini. Ada hal yang lebih penting, yang harus dipikirkan panjang-panjang.
"Boleh gue tanya?" Sera bersuara setelah beberapa saat terdiam.
"Gak perlu izin segala."
"Masih berantem sama Gibran?"
"Ya gitu."
"Ya gitu gimana?"
Mendadak Dafa menoleh, menyandarkan punggungnya pada sisi jendela sambil bersedekap. "Kenapa nanyain? Kayaknya kepo banget."
Sera menggeleng, tidak lagi menyahut dan memilih diam.
Namun, Dafa menyadari sesuatu dari gurat wajah Sera. Mendapati tangan Sera yang bergerak gelisah di atas kayu, seakan mencoret sesuatu dengan kuku jarinya, Dafa tahu bahwa Sera sedang gelisah. Selalu, Sera selalu melampiaskan kegelisahannya lewat gerakan tangan. Entah itu mencoret sesuatu secara nyata atau manipulatif. Meskipun mereka tidak dekat, tapi untuk mengetahui kebiasaan masing-masing, apalagi kebiasaan yang sering tampak, baik Dafa maupun Sera, pasti saling mengetahui.
"Tanya aja sih, gak usah gelisah gitu. Kayak gue bakal marah besar dan melakukan kekerasan aja," cibir Dafa.
Pandangan Sera meredup. Pergerakan tangannya terhenti begitu saja. Untuk beberapa saat, Sera hanya menundukan kepala dan merenungkan sesuatu yang terasa tidak jelas di kepala. Memicu perhatian Dafa untuk tidak lepas darinya.
"Lo belum jawab pertanyaan Gibran waktu itu." Sera berkata pelan. Pandangannya masih menjurus pada kayu di bawah tangannya.
Kini, Dafa yang terdiam. Berupaya memahami maksud perkataan Sera.
"Mau denger sebuah cerita gak?" tanya Dafa.
Tidak sesuai dengan jawaban yang diharapkan, spontan Sera menoleh. "Cerita apa?"
"Cerita si 3 Serangkai. Lo harus tau, kenapa mereka ada, dan seberapa brengsek mereka dibalik julukan 'The best' di sekolah." Dafa tersenyum. Seringaian yang ironis.
Tbc
Sebentar lagi SOMEHOW bakalan tamat. #huhuhu.
Sekedar memberitahu, Bab 23-Epilog bakalan aku private. Yang mau baca sampai akhir, silakan follow aku dari jauh-jauh hari, biar bab selanjutnya langsung kebuka dan bisa kalian nikmati tanpa kendala😊
Sebelumnya, terimakasih atas perhatian kalian. Terutama yang udah jadi pembaca aktif--always vomment--, dan nungguin updetan dari aku. Buat kalian yang setiap baca tanpa melakukan apapun (maaf kalo nyindir) yaitu siders, aku juga berterimakasih. Karena tanpa kalian, ceritaku sepi pembaca. #wkwkwk.
Salam sayang,
Das
KAMU SEDANG MEMBACA
TLS [1] : Somehow
Teen FictionJangan pernah berpaling, karena siapa tahu takdir hanya berjarak 3 centi. Atau bisa jadi, mereka yang dihindari adalah orang-orang yang memberi warna berbeda dan kesan mendalam. Bagi Sera, 3 Serangkai hanyalah 3 laki-laki yang jauh dari kata "teman"...