Chapter 4.

15 0 0
                                    

Perjalanan Panjang

"Perjalanan menuju Neraka" celetuk Terra, tubuhnya yang biasa energik terkulai lesu. Kulihat diriku sendiri, angin laut asin membuat rambut yang baru saja ku keramas menjadi lepek.

Setelah perjalanan selama 5 jam di pesawat kami berlima sampai di Bandara Batam, dari sana menuju pelabuhan kecil, kemudian menempuh laut lagi selama 6,5 jam.

Hampir jam 12 malam kami tiba di sebuah pulau kecil. Zaros bilang sudah sampai, aku mulai merasa tidak tenang. Bagaimanapun kulihat tidak ada orang satupun disini. Bahkan batas pulau bisa dilihat dari jauh sebelum kami mendarat. Kulihat tak jauh 15 meter ada sebuah Gua.

Zaros terus berjalan didepan sambil membantu Celvin menggendong Sonya yang tertidur, aku menyikut Terra, "Hei, apa benar ini tempatnya?" Terra menengok, matanya sudah menutup separuh.
"Dengar T, paman Zaros tidak mungkin salah. Lagi pula Paman Joe juga tau dimana letak sekolah ini. Kita ikuti saja! Aku sudah lelah" gerutu Terra.

Di mulut Gua itu paman Zaros berhenti, menunggu aku dan Terra sampai di mulut gua.

"Disini tempat kalian akan berlatih-" aku mengerutkan kening, mungkin sekolah atau belajar maksudnya?

"Aku hanya bisa mengantar kalian sampai sini, selanjutnya akan ada guru pembimbing yang akan membantu kalian" Zaros menatap kami satu persatu. Dengan anggukan kepala ia menyuruh Celvin untuk maju sambil menggendong Sonya.

Lelah dan mengantuk aku sudah tidak bisa berkata apa-apa. Kami berempat berjalan bersama, maksudnya bertiga. Di dalam ujung Gua sebuah cahaya terlihat. Kami terus berjalan dalam diam. Perjalan 14 jam sungguh tidak main-main. Bahkan Terra yang tidak bisa diam terkantuk-kantuk dan pasrah berjalan.

.
.
.
Keluar menuju cahaya itu, aku terperangah. Aku, Terra, Celvin, Sonya berdiri diatas sebuah batu ceper bulat yang menempel di tanah. Di sekeliling kami hanya rumput, batu yang kami injak hampir seluas mungkin berdiameter 4 m. Selain batu ini ada 4 batu lainnya melingkar membentuk lingkaran.

Seorang wanita paruh baya, mendekati kami. Aku tertegun baru menyadari di belakang kami tidak ada Gua. Panik mulai membuatku tidak sadar wanita itu menepuk pundakku. Aku berbalik.

"Selamat datang anak-anak. Kalian bisa memanggilku Rom. Aku yang akan membantu kalian menyesuaikan diri." Wanita dengan suara serak itu membuatku ternganga. Rom, dengan rambut hitamnya dan mata biru adalah wanita tercantik yang pernah kulihat.

"Terimakasih Err.. Rom." Kata Celvin.

"Sudah tugasku. Ayo akan aku tunjukkan tempat istirahat kalian." Ujar Rom.

Kami mengikuti Rom, berjalan melewati tangga batu pijakan. Seperti sebuah bukit yang lebar.

"Tempat ini di sebut Batu Penjaga. Kalian bisa lihat untuk menuju kemari hanya bisa melewati tangga ini. Di atas bukit kalian bisa lihat hanya ada rumput liar." Rom menjelaskan. Rambutnya yang panjang di kuncir kuda ikut mengayun.

"Ehm.. Rom.. kami baru saja sampai tadi... apakah kami mulai bersekolah besok?" Tanya Celvin ragu. Nafasnya mulai terengah menggendong Sonya.

"Hm? Tidak. Tentu saja tidak. Kalian akan mulai seminggu dari sekarang karena ada anak-anak lain yang belum sampai." Rom berhenti di depan sebuah rumah kecil. Bagiku seperti sebuah gubuk, tembok, pintu dan atapnya semua dari kayu. Bahkan tidak lebih dari luas rumahku.

"Mulai sekarang kalian tinggal disini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mulai sekarang kalian tinggal disini. Murid lain juga akan menempati pondok yang sama. Setiap pagi jam 5 kalian harus sudah menghadap di Batu Penjaga tadi." Rom menatap kami satu persatu. Kami hanya terdiam, rasa lelah mulai terasa lagi setelah selesai.

"Kuharap kalian bisa mengikuti yang lain. Baiklah kalian bisa istirahat dulu." Ujar Rom pergi meninggalkan kami.

Terra langsung masuk ke Pondok, melepas sepatunya. Kami mengikuti perlahan. Koper yang sudah dari tadi kuseret, kusenderkan perlahan dekat pintu. Celvin langsung membuka dan masuk ruangan paling dekat.

Aku melihat lagi. Ada 5 sofa coklat, meja kayu. Cukup untuk lima orang pikirku. Dari 6 pintu kulihat ada 1 kamar mandi dan 5 kamar tidur.

Namaku tertulis di pintu pertama, Celvin, Terra, Sam.. dan Sonya.

Sam? Aku melinguk ke pintu masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sam? Aku melinguk ke pintu masuk. Tidak ada sepatu atau sandal selain kami berempat. Mungkin murid lainnya.

Aku masuk membuka kamarku. Hanya ada kasur, meja kecil, kursi dan lemari.

Tak tahan dengan rasa ngantuk kami berempat tertidur lelap.
.
.
.
.

Tbc.
sorry update lama..
enjoy 😀

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anambas AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang