4

7 0 0
                                    

Bel pulang terasa seperti panggilan yang buruk untukku hari ini. Itu tandanya aku harus pulang dengan Dito. Oh my God, please no!

Tanpa perlu aku dugapun Dito pasti sudah berdiri di depan kelasku. Dan benar saja, dia berdiri disana sembari menggendong tas warna hitam miliknya. Ahh aku benci melihatnya yang tersenyun manis kepadaku. KENAPA DIA HARUS CAKEP SIH.

"Yuk pulang" ajakannya itu membuatku tak bisa apa-apa. Entah kenapa timbul rasa kasian kepadanya, gimana kalo dia beneran suka aku? Atau gimana kalo dia sebenernya ahhhh kebanyakan gimana. Intinya sekarang GUE BEGO KARNA MAU-MAUNYA AJA IKUT DIA KEPARKIRAN.

Awalnya Dito ingin memasangkan helm kepadaku, tapi aku larang, "gue bisa pasang sendiri"

"Kamu lucu kalo jutek"

"Dito. Serius deh, gue masih nggak ngerti sama lo. Gue nggak cantik, bahkan jauh dari kata cantik. Tapi kenapa lo ngotot buat jadi pacar gue?"

"Apa harus jadi cantik sesuai standar orang Indonesia baru kamu bisa jadi pacar aku? Ini bukan soal cantik wajah Bintan. Ini soal hati. Udah naik"

Aku menghela napas sebal. Tapi, bukannya aku harusnya senang ya dapat pacar yang nggak peduli soal fisik. But no! Inget prinsip lo Bi. Fokus SBM.

Eh tapi, sejak kapan aku nyebut dia PACAR?

Dito mulai menyalakan mesin motornya. Dan kami berdua mulai keluar dari area parkir. Kalian tau, jadi bahan tontonan orang banyak itu nggak enak. Resiko dibonceng cowok cakep.

"Dit" aku memulai percakapan dan Dito hanya melihat dari kaca spion.

"Gue bahkan nggak tau apa-apa tentang lo"

"Kamu nggak perlu tau. Cukup suka dan cinta sama aku. That's more than I want"

"Maksud gue, lo kelas 12 apa aja gue nggak tau DITO"

"Hehe, kamu mau aku bawa kekelas aku terus aku kenalin ketemen-temen aku?"

"No! Bukan itu maksud gue. Dih, nyebelin banget sih"

Dito hanya terkekeh. Entah apa yang lucu, tapi bagiku ini nggak lucu sama sekali. Pengen banget aku turun dari motor. Eh nggak deng, yakali gue loncat.

Sampai di depan rumah, sialnya bunda lagi nyirem tanaman. Kok bunda udah pulang sih jam segini. Kan jadi ketemu Dito.

"Sore tante" sapaan Dito membuat aktivitas buat terhenti. Bunda mematikan keran dan membalas sapaan Dito.

"Sore"

"Saya Dito tante"

"Oh Dito. Pacarnya Bintan ya"

Mataku membulat menghadap Dito berharap laki-laki itu nggak akan menjawab dengan hal konyol!

"Iya tante. Saya pacarnya Bintan"

Gubrakk!
Udah ancurlah sudah kehidupanku dengan pengakuan bodohnya dia.

"Mau masuk dulu kedalem?" Tawaran bunda berhasil membuat leherku serasa tercekek. Please Dit jangan mau.

"Lain kali aja tan. Udah sore. Dito pamit dulu ya tante" aku bernafas lega dengan jawaban itu. Paling nggak aku nggak harus nemenin dia ngobrol yang pasti bakalan garing banget kalo sampe terjadi.

"Makasih ya udah nganterin Bintan"

"Sama-sama tante" entah kenapa dia nggak pernah berenti senyum. Nggak capek tu bibir, Dit? Sebelum naik keatas motor Dito dengan sempatnya mengucapkan kalimat Bye, Bi yang aku saja hampir bosa mendengarnya.

Amor FatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang