Bab 4

199 20 7
                                    

Dan semenjak malam itu, hari Zilong menjadi kacau.
Biasanya setiap pagi ia akan berkeliling di kota. Berpatroli dan mengawasi aktivitas warga. Semenjak malam itu, Alu selalu mengikuti Zilong kemana pun ia pergi. Bangun tidur dan ia keluar dari kamar di kuil ayahnya ada Alu yang menyapa (ia juga terlalu berisik saat mengucapkan 'SELAMAT PAGI ZILONG!') saat ia sedang mandi, Alu pasti ada di dekatnya dan pasti mengeluarkan pertanyaan seperti "boleh aku masuk?", "boleh aku melihatmu?", "apakah berendam di air panas itu enak? Tidak panas kah?", "kau masih lama mandinya?", "kira-kira orang Asia seperti dirimu mandi untuk berapa lama?", "eh aku pernah melihat orang Asia berendam di air panas umum bersama-sama dan mereka telanjang! Itu negara Cina atau Jepang ya? Aku lupa. Tapi jika aku boleh mandi bersamamu apakah itu akan terjadi?" Dan sebagainya.
Semenjak malam itu, sarapan Zilong yang dulunya tenang, menjadi sangat berisik. Ditambah orang-orang asing itu ikut makan bersamanya. Alu dan Clint tentu saja, selalu berisik ditambah Lancelot yang tidak tidur semalaman dan aroma wine menyengat keluar dari tubuhnya. Kekasihnya, Odette membisikan permintaan maaf pada Zilong.
"Setidaknya mereka tidak menghancurkan properti kuil ayahku" kata Zilong setengah terpaksa karena ia cukup merasa kesal oleh kelakuan mereka.
Dan semenjak malam itu, Kemana pun Zilong pergi, apapun itu, alu pasti akan mengikuti. Terkadang ia diam, terkadang ia berisik, terkadang ia ingin mencoba hal-hal aneh seperti mencoba menjadi barongsai atau bersiul pada perempuan Cina yang cantik.
Zilong semakin muak dengan tingkah Alu saat berlatih. Ia selalu menarik Zilong untuk ikut berlatih dengan alasan yang bervariasi seperti "aku ingin melihat bagaimana kau bertarung!", "kau kan juga harus berlatih!", "aku ingin kau melihat caraku bertarung!"
Chou, entah mengapa mendukung pertemanan mereka dengan sedikit menjauhi Zilong atau membuat yang lain menjauhi mereka berdua agar mereka punya kesempatan untuk berbicara atau menjadi lebih dekat.
Jika ditanya alasannya juga tidak masuk akal "karena jika kalian berdua, suatu saat nanti aku pasti ditraktir lagi!"
Rutinitasnya menjadi amburadul dan kacau seperti benang kusut.

Chang'e, adik tirinya mulai menggodanya.
"Sepertinya si muka cemberut punya teman" katanya sambil terkikik geli.
Zilong ingin rasanya menyentil kepala adik tirinya tetapi itu tidak salah juga. Zilong memang diharuskan untuk berteman dengan mereka dengan alasan mengambil informasi. Meski ia memang sudah mendapatkan semua informasi yang ia ingin ketahui, mana bisa ia langsung memutuskan hubungannya dengan Alu?

Namun hanya itu alasannya. Ia tidak ingin terlihat jahat. Meski Alu akan meninggalkannya atau membencinya, ia tak peduli. Bukankah mereka hanya datang dan berlalu begitu saja? Tak ada salahnya berteman tak ada salahnya pula untuk berpisah.
"Omong-omong ayah memanggilmu." Kata Chang'e. "Untuk apa?" Tanya Zilong. Apakah ada masalah? "Entah. Tapi sepertinya ia hanya ingin bercakap-cakap denganmu. Tidak begitu penting." Jawabnya. "Apa yang membuatmu yakin bahwa itu tidak penting?" Terkadang, Chang'e bisa jadi cerdas, bisa jadi terlalu meremehkan. Ia cerdas namun bukan seorang karakter yang serius hingga ia selalu meragukan Zilong.
"Ia hanya bertanya dimana dirimu lalu kujawab saja tidak tahu. Ia bilang jika aku bertemu denganmu, ia ingin berbicara padamu." Katanya. "Jika ia ingin membicarakan masalah penting, ia pasti menyuruhku untuk mencarimu. Ia hanya berkata jika aku bertemu denganmu ia ingin aku berkata bahwa ia ingin berbicara." Lanjutnya.
Sebelum Zilong pusing dengan kata-kata anak ini, ia langsung saja pergi meninggalkan anak itu ke ruang suci di kuil ayahnya.

"Zilong! Darimana kau? Aku mencarimu!" Alu melompat entah darimana di depan Zilong.
"Tolong jangan gunakan kekuatanmu jika berbicara denganku." Zilong bisa melihat suatu bayangan aneh berbentuk bintang dengan pola aneh keluar dari pedangnya saat ia mendarat.
"Aku hanya ingin mencoba mengejutkanmu." Kata Alu sambil tersenyum jahil.
"Kau terlalu jahil dan kekanak-kanakan untuk seseorang berumur dewasa seperti dirimu." Kata Zilong.
"Aku hanya ingin tahu ada berapa ekspresi yang kau punya" kata Alu. "Ada datar, tersenyum, bahagia, tenang, tertawa, kesal dan marah."
"Lalu?"
"Orang berkata aku ini ekspresif." Katanya. "Aku bisa menunjukkan wajah sinis, wajah bahagia, wajah baik, wajah marah, wajah kesal, wajah sedih, wajah tersipu, wajah kesepian, wajah kegelian—"
"Kegelian dan kesepian adalah perasaan dan sifat. Bukan wajah." Potong Zilong.
"Tidak."
"Tidak? Kesepian dan kesedihan itu sama." Kata Zilong.
"Agak susah menjelaskannya. Tapi asal kau tahu, kesedihan dan kesepian itu berbeda. Mirip, tapi berbeda." Katanya dengan suara menyakinkan.
"Aku tak mengerti."
"Kau tidak bisa mengerti apa artinya untuk sekarang." Kata Alu. "Tapi itu lebih rumit dari yang kau duga. kesepianmu dan kesepianku mungkin berbeda. Kesedihanku mungkin juga berbeda."
Zilong semakin tidak mengerti apa artinya. Entah orang ini mencoba menjadi bijak, atau hanya asal omong, atau memang benar-benar serius.
Jika ia memang serius, apa artinya?
"Lalu kau ingin apa dariku?" Ia ingat sebelumnya Alu berkata "aku mencarimu"
"Tidak. Aku agak kesepian." Kata Alu sambil mengeluarkan senyum andalannya. "Aku juga mau menyelesaikan misteri wajahmu."
"Terserah. Jangan ikuti aku. Aku ingin bertemu dengan ayahku." Kata Zilong.
"Ayahmu? Sang naga itu? Aku mau lihat! Izinkan aku bertemu dengannya!" Alu terlihat seperti seorang anak mendengar bahwa ibunya membawa hewan aneh ke rumahnya.
"Ayahku bukan pajangan sirkus yang bisa kau tonton. Jangan ikuti aku." Kata Zilong.
"Kapan kau akan kembali?" Alu memegang pundak Zilong secara tiba-tiba. Membuat Zilong merasa terkejud dan risih.
"Entah. Mana mungkin kau bisa memprediksi berapa lama pembicaraanku dengan ayahku berlangsung sama dengan mana mungkin kau tahu berapa lama kita akan berbicara." Kata Zilong.
"Aku tunggu disini." Jawab Alu dengan nada memelas.

When you look down at meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang